CARITAU, CHICAGO – Harga emas berjangka jatuh mendekati level terendah satu minggu pada akhir perdagangan Selasa (22/3/2022) atau Rabu pagi WIB. Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April di divisi Comex New York Exchange, tergelincir USD 8 atau 0,41%, menjadi ditutup pada USD1.921,50 per ounce.
Merosotnya harga logam mulia itu dipicu sikap keras bank sentral Amerika Serikat (AS) untuk terus mengerek suku bunga. Bank sentral AS atau Federal Reserve AS (The Fed) mengisyaratkan kenaikan suku bunga besar tahun ini untuk memerangi inflasi yang melonjak, memicu imbal hasil obligasi pemerintah lebih tinggi.
Baca Juga: Rupiah Melemah ke Rp15.940 Per Dolar AS, Tertekan Sentimen Data Inflasi dan Kenaikan The Fed
Emas sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga AS, karena mereka meningkatkan peluang kerugian memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan pada Senin (21/3) bahwa pembuat kebijakan perlu bergerak ‘secepatnya’ karena inflasi semakin panas, dan dia meningkatkan kemungkinan kenaikan 50 basis poin (bps) pada pertemuan mendatang, mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS naik.
Sikap hawkish Powell memicu aksi jual di pasar obligasi yang tajam dan mengirim imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun ke level tertinggi sejak Mei 2019.
Presiden Fed St Louis James Bullard mengatakan Selasa (22/3/2022) dalam wawancara televisi Bloomberg bahwa Federal Reserve perlu bergerak agresif pada kenaikan suku bunga.
"Fakta bahwa Fed siap untuk melakukan kenaikan setengah poin versus seperempat poin bergerak maju semuanya cukup hawkish dan telah mendorong emas lebih rendah," kata ahli strategi pasar senior RJO Futures Bob Haberkorn.
"Komentar seperti itu biasanya akan mengirim emas secara signifikan lebih rendah, seperti penurunan USD50 , tetapi fakta bahwa situasi Rusia-Ukraina berada di garis depan menjaga harga emas."
Pedagang sekarang memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan Fed berikutnya pada Mei. Pekan lalu, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.
Meskipun demikian, tekanan pada emas telah relatif diredam karena fokus investor adalah pada konflik Ukraina, dengan setiap perkembangan besar kemungkinan akan memicu perubahan harga yang tajam, kata para analis.
Selain itu, varian virus corona baru BA.2, yang sekarang menyumbang setengah dari semua kasus baru di sebagian besar Amerika Serikat, memberi emas beberapa dukungan.
Meningkatnya kepemilikan exchange-traded fund (ETF) berbasis emas menunjukkan bahwa meskipun ada fluktuasi harga sehari-hari, manajer aset bergerak kembali ke emas untuk diversifikasi dan sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan penurunan ekonomi, kata analis Saxo Bank Ole Hansen.
Emas mungkin memiliki dukungan yang layak di atas level USD1.900, menurut para analis pasar. Tetapi jika emas menembus level, itu bisa turun dengan cepat.
Sehari sebelumnya, Senin (21/3), emas berjangka naik USD0,2 atau 0,01% menjadi USD1.929,50 per ounce, setelah jatuh USD13,9 atau 0,72% menjadi USD1.929,30 pada Jumat (18/3), dan melonjak USD34 atau 1,78% menjadi USD1.943,20 pada Kamis (17/3).
Seperti dikutip dari Antara, logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Mei turun 40,9 sen atau 1,62%, menjadi ditutup pada USD24,904 per ounce. Platinum untuk pengiriman April turun USD19,6 atau 1,88% menjadi ditutup pada USD1.025,10 per ounce. (IRW)
Baca Juga: Polemik Laut Hitam Berlanjut, Inggris Ingatkan Rusia Bisa Serang Kapal Sipil
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024