CARITAU JAKARTA – Keputusan Thailand melegalkan ganja menjadi perbincangan di Tanah Air. Maklum, tuntutan agar ganja diperbolehkan untuk kebutuhan medis dan penelitian masih belum didengar oleh pemerintah Indonesia.
Di Thailand, mulai Kamis (9/6/2022) seluruh warganya diizinkan mengkonsumsi ganja untuk keperluan medis serta boleh menanam ganja di rumah atau di lahan. Bahkan pemerintah Thailand memberikan bantuan sekitar 1 juta bibit tanaman ganja kepada warga dengan syarat mereka tetap harus memberitahu pemerintah daerah masing-masing.
Baca Juga: IRT di Luwu Ditangkap Polisi, Edarkan Obat Terlarang ke Kalangan Pelajar Hingga Anak di Bawah Umur
Selain Thailand, satu negara lagi di kawasan Asia Tenggara yang juga turut menghapus kebijakan pelarangan penggunaan ganja adalah Negeri Jiran Malaysia. Sejak akhir tahun 2021 lalu, Malaysia telah mengizinkan warganya memakai ganja meski hanya untuk keperluan medis.
Keran impor untuk ganja juga dibuka selebar-lebarnya asal peruntukannya digunakan untuk pengobatan medis sesuai dengan ketentuan aturan Undang-Undang yang berlaku di negara Malaysia.
Dilansir dari Bloomberg, Malaysia mewajibkan produk impor yang mengandung ganja harus terlebih dahulu terdaftar di Drug Control Authority negara Malaysia, lalu importir harus memiliki lisensi dan izin impor.
Dalam hal isu legalisasi ganja, caritau.com berkesempatan mewawancarai Atsaka Robbyka, salah satu relawan asal Indonesia yang bergabung dengan organisasi Canabis Medical (Asian For Cannabis Medical) yang beranggotakan negara-negara se Asia yang bergerak dalam misi kemanusiaan dalam membantu seseorang yang menderita sakit untuk mengakses pengobatan medical Cannabis di negara Thailand dan Malaysia.
"Jadi waktu itu saya diundang di acara International Conference Medical Cannabis di Kuala Lumpur Malaysia. Dalam konferensi itu hadir beberapa perwakilan negara seperti Australia, China, Vietnam, Thailand dan Jepang. Kita sepakat untuk membuat asosiasi Asian For Medical Cannabis dan saya mewakili indonesia dalam asosiasi tersebut," kata Robby, Senin (13/6/2022).
Robby mengaku terketuk hatinya untuk terlibat mewakili Indonesia dalam misi kemanusiaan agar dapat membantu seseorang yang menderita penyakit langka yang disinyalir membutuhkan obat dari cannabis medical karena sudah tidak ada lagi obat alternatif untuk membantu menyembuhkan sakitnya.
"Seperti warga negara Indonesia yang misalnya menderita sakit yang sulit disembuhkan oleh obat-obat rumah sakit seperti kasus yang pernah terjadi istrinya Fidelis dan kasus tiga ibu yang berjuang untuk anaknya yang menderita penyakit celebral palcy, yang kemudian mereka harus membutuhkan pengobatan canabis medical," imbuhnya.
Robby menuturkan, di dalam program itu nantinya setiap orang yang mewakili negaranya, diharapkan dapat membantu warganya yang membutuhkan pengobatan medical cannabis untuk dibawa ke negara Thailand atau Malaysia yang telah memiliki fasilitas pengobatan ganja medis.
"Jadi kalau gak bisa berobat di Indonesia, ya sudah kita bantu untuk mendapatkan akses berobat ke luar negeri seperti Thailand dan Malaysia yang sudah ada fasilitas medical canabisnya," tutur Robby.
Secara historis, tanaman Ganja hampir di seluruh dunia memiliki catatan sejarah menemani peradaban manusia sebagai tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang diidap didalam tubuh manusia.
Di Indonesia, seorang ahli botani bernama GE Rumplus dalam bukunya yang berjudul Herbarium Amboinense yang terbit pada tahun 1741 menyebutkan, sejak dahulu masyarakat Ambon telah memanfaatkan bagian akar dari tanaman ganja untuk menyembuhkan penyakit gonore atau yang lebih dikenal dengan kencing nanah.
Selain memanfaatkan akarnya, bagian daun dari tanaman ganja juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Ambon pada waktu itu dengan cara diseduh bersamaan dengan tanaman biji pala dalam bentuk teh untuk meredakan asma, nyeri dada dan gangguan empedu.
Sebagai wilayah yang diketahui merupakan jalur masuk ganja ke Nusantara, masyarakat Aceh diketahui sudah lebih dulu memanfaatkan tanaman ganja untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kepentingan medis.
Masyarakat Aceh sendiri memanfaatkan ganja sebagai rempah untuk memasak. Ganja dipercaya dapat meningkatkan cita rasa makanan dan pewarna alami dalam sajian gulai kambing serta Mie Aceh. Sedangkan, dari segi medis, masyarakat Aceh menemukan khasiat pengobatan dari tanaman ganja pada kitab Tajul Muluk.
Kitab tersebut merupakan buku pedoman berbahasa Melayu yang menjadikan agama sebagai pijakan dalam pemanfaatan ganja untuk medis.
Memperjuangkan Penggunaan Ganja untuk Medis di Indonesia
Di Indonesia perjuangan mengenai legalisasi ganja untuk medis sudah berlangsung sejak tahun 2009 yang dipelopori oleh organisasi Lingkar Ganja Nusantara (LGN) yang terdiri dari para mahasiswa dan pemuda yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Wacana tentang legalisasi ganja untuk medis lahir dari diskusi-diskusi yang digagas oleh Dhira Narayana yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Lingkar Ganja Nusantara (LGN) bersama teman-teman kampusnya yang kemudian melahirkan sebuah group komunitas di media sosial Facebook yang bernama 'Dukung Legalisasi Ganja' di Indonesia.
Kemudian, setelah menjadi wadah grup diskusi bagi orang-orang yang memiliki pandangan yang sama soal legalisasi ganja di Indonesia, dalam kurun waktu singkat anggota grup sudah mencapai 11 ribu orang dari berbagai daerah di Indonesia.
Dalam perkembangannya, salah seorang anggota mencetuskan sebuah usul untuk membentuk organisasi sebagai mewadahi gerakan legalisasi ganja di Indonesia. Tercetuslah nama 'Lingkar Ganja Nusantara' sedangkan untuk 'Dukung Legalisasi Ganja' tetap menjadi nama untuk grup di Facebook.
Setahun kemudian pada bulan April 2011, LGN secara resmi memiliki kantor yang berlokasi di Pulau Situ Gintung 3, Ciputat, Tangerang Selatan. Namun pada pertengahan tahun 2021, kantor LGN pindah ke kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Berawal dari Diskusi dengan Profesor Kimia
Kecintaan Robby pada tanaman tanaman ganja berawal dari kesadarannya akan ilmu pengetahuan tentang ganja yang akhirnya membawanya bergabung dengan organisasi Lingkar Ganja Nusantara (LGN).
"Jadi kesadaran saya lebih ke ilmu pengetahuan, kebetulan dulu saya banyak berdikusi dengan profesor-profesor ahli kimia bahan alam di Aceh yang kemudian menuntun saya haus akan ilmu pengetahuan tentang ganja," ujar Robby.
Salah satu pesan dari seorang profesor yang namanya ia rahasiakan akan selalu ia ingat sampai hari ini. Pada waktu itu sang profesor mengatakan, dirinya tidak pernah menemukan zat cannabinoid (CBD) di dalam tanaman selain ganja yang di dalam tubuh manusia dapat berfungsi sebagai antibodi tubuh atau stimulan tubuh.
"Jadi pada waktu itu beliau ngomong ke saya bahwa salah satu tanaman yang semuanya bisa bermanfaat dari mulai biji, batang, dahan, daun hingga bunganya itu hanya cannabis (ganja) dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan medis," ungkap Robby.
Pesan profesor itu terus terngiang-ngiang di kepalanya, sehingga hingga kini Robby tak lelah memperjuangkan legalisasi ganja untuk medis di Indonesia. Terlebih saat ini sudah ada dua negara tetangga yang berani melegalkan ganja, menurutnya sudah seharusnya dapat menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut Robby, sebelum Malaysia melegalkan ganja untuk kepentingan medis bagi warganya, terdapat kesamaan beberapa kasus wargayang tidak dapat mengakses perobatan medical cannabis karena terbentur dengan aturan undang-undang yang melarang penggunaan ganja untuk obat.
"Jadi kondisi di Malaysia waktu itu sama persis dengan Indonesia. Di mana di Malaysia saat itu orang yang membutuhkan pengobatan ganja medis itu tidak diperbolehkan, hingga akhirnya orang tersebut meninggal dunia karena waktu itu negara tersebut belum melegalkan ganja untuk medis," ucap Robby.
Di Indonesia ada juga warga negara yang berjuang mengobati penyakit orang yang disayanginya dengan berbagai macam cara, namun tidak mengembalikan kesehatannya, sehingga menemukan alternatif lain dengan pengobatan ganja medis.
"Jadi di Indonesia dengan Malaysia itu sama, tidak bisa mengakses pengobatan ganja untuk medis karena terbentur dengan peraturan ganja yang dianggap ilegal," jelas Robby.
Melihat kejadian tersebut, Robby pun ke depan berencana bekerja sama dengan Asian For Cannabis Medical dalam membantu warga negara Indonesia yang mengalami sakit keras atau penyakit langka yang disinyair dapat disembuhkan dengan pengobatan ganja medis untuk diberangkatkan ke Thailand maupun Malaysia.
"Jadi nanti kita punya program untuk memberangkatkan orang-orang yang sakit di Indonesia seperti Celebral Palsy ataupun penyakit lain yang membutuhkan pengobatan ganja medis secara gratis di Thailand dan Malaysia," pungkasnya (GIBS)
Baca juga :
Dampak Negatif Ganja dan Gugatan Tiga Ibu Terhadap UU Narkotika
Legalkan Ganja, Warga Thailand Boleh Teler Sembarangan di Jalan Gak Ya?
Thailand Legalkan Ganja, Sebut Ganja Sangat Berharga Seperti Emas
Kontroversi Daun Kratom, Obat Herbal atau Narkoba?
Para Pesohor Ini Kaya Raya dari Jualan Ganja di Amerika
Baca Juga: Polres Pelabuhan Makassar Tangkap 20 Bandar Narkoba Sepanjang 2023
cerita robby perjuangkan ganja untuk medis bikin program berobat ganja gratis ke luar negeri lgn ganja narkoba manfaat ganja legalitas ganja
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024