CARITAU BANJARMASIN –“Saya pengen transparan makanya saya buka. Kalau memang saya salah, saya bertanggung jawab. Saya juga sudah berusia lanjut, jadi gak ada masalah. Tapi yang jelas, yang berbuat pun ada yang lebih lagi daripada saya. Ya tolong dong Pak Hakim.”
Kalimat permohonan kepada Majelis Hakim Tipikor itu disampaikan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo (63), terdakwa kasus suap Rp27,6 miliar pengalihan Izin Usaha Tambang (IUP) Tanah Bumbu yang juga mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Kalimantan Selatan, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (23/5/2022).
Baca Juga: Terpidana Korupsi Mardani Melenggang di Bandara, Koordinator MAKI: Khawatirnya Terkait Sidang
Dwidjono melontarkan kalimat itu saat ditanya majelis hakim mengapa dalam persidangan pernah mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC).
Menurut Dwijono, dia mengajukan diri menjadi JC dengan maksud membuka semua apa yang dia ketahui terkait terbitnya SK pengalihan IUP Tanah Bumbu pada tahun 2011 yang bertentangan dengan UU Minerba tahun 2009.
SK yang dimaksud Dwidjono tak lain SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 tentang ‘Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN)’ yang ditandatangani Bupati Mardani H Maming pada tahun 2011.
“Selama persidangan ini seolah-olah faktor paling besar adalah rekomendasi Kepala Dinas sehingga Bupati menandatangani IUP tersebut… Itulah yang saya maksudkan JC, saya akan bukakan semuanya,” papar Dwidjono.
Terlepas dari pernyataan terkait permohonan menjadi JC ini, Dwidjono saat dicecar Jaksa Penuntut Umum tentang uang Rp27,6 miliar, mengaku bahwa total uang yang diterimanya dari Dirut PT PCN Henri Soetio hanya Rp13,6 miliar dari pengajuan pinjaman Rp20 miliar sebagai modal usaha mendirikan PT BMPE yang bergerak di bidang pertambangan batu bara yang dikelola adik kandungnya.
Abdul Salam, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung, juga bertanya kepada Dwijono tentang uang yang diterimanya tersebut, ada atau tidak yang mengalir ke Bupati Mardani H Maming.
"Uang perusahaan (PT BMPE) nggak ada," jawab Dwidjono.
Ketua Majelis Hakim Yusriansyah ikut mempertegas soal aliran dana tersebut dan terdakwa Dwidjono memastikan tidak ada yang mengalir ke Bupati Mardani.
Berdasarkan kesaksian itu, Irfan Idham, kuasa hukum Mardani H Maming menyatakan bahwa pengakuan terdakwa Dwidjono telah memastikan bahwa mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming tidak menerima dana gratifikasi IUP senilai Rp27,6 miliar.
“Ini bisa dilihat persidangan kemarin, Senin. Mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Dwidjono Putrohadi yang menjadi terdakwa kasus memastikan Mardani H Maming tidak menerima sepeser pun uang hasil gratifikasi izin tambang senilai Rp27,6 miliar,” kata Irfan seperti dirilis Antara di Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Lalu bagaimana tanggapan pihak kuasa hukum Dwidjono?
Sahlan Alboneh, salah satu kuasa hukum, membenarkan bahwa Dwidjono memang bersaksi tidak ada aliran uang dari dirinya ke Bupati Mardani.
“Memang Bupati Mardani tidak menerima uang dari pinjaman yang didapat Pak Dwidjono dari Henri Soetio yang oleh jaksa disebut sebagai suap atau gratifikasi,” katanya.
Namun Sahlan mengingatkan bahwa fakta persidangan juga telah memunculkan kesaksian Christian Soetio, adik kandung Dirut PT PCN Henri Soetio, tentang adanya transfer Rp89 miliar ke dua perusahaan yang diduga terafiliasi Bupati Mardani.
“Tapi harus dicermati fakta persidangan lainnya, yakni apa yang disampaikan Direktur PT PCN Christian Soetio bahwa ada transfer Rp89 miliar dari PCN ke dua perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Bupati Mardani,” kata Sahlan.
Kesaksian Chrsitian Soetio yang dimaksud Sahlan muncul pada persidangan Jumat (13/5/2022), di mana adik kandung almarhum Henri Soetio itu menyatakan adanya uang transfer ke Mardani melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP) yang tercatat mencapai Rp89 miliar.
Berikut pernyataan Christian saat ditanya anggota Hakim Tipikor.
“Saksi tadi menyampaikan bahwa dana yang mengalir ke Mardani totalnya berapa?” tanya hakim Ahmad Gawi.
“Ratusan miliar yang mulia. Mohon maaf yang mulia, transfer ke Mardani, tapi transfernya ke PT PAR dan PT TSP,” jawab Christian.
Christian mengaku mengetahui adanya aliran dana itu karena pernah membaca pesan WhatsApp dari Henri Soetio yang ditujukan kepada Resi, pegawai bagian keuangan PT PCN, di mana Resi diperintahkan mentransfer duit ke Mardani H Maming melalui PT PAR dan TSP.
“Ada berapa kali perintah itu?” tanya Ahmad Gawi.
“Yang saya tahu di WA berkali-kali yang mulia,” jawab Christian.
“Berapa totalnya?” tanya Ahmad Gawi.
“Total yang sesuai TSP dan PAR itu nilainya Rp89 miliar yang mulia,” jawab Christian Soetio mengutip laporan keuangan PT PCN yang dia bawa di persidangan.
“Jadi total Rp89 miliar untuk TSP dan PAR?” lanjut Ahmad Gawi.
“Betul yang mulia,” jawab Christian Soetio.
“Itu sejak tahun?” lanjut Gawi.
“2014 yang mulia, sampai 2020. TSP dan PAR masuk Grupnya 69. Yang saya ketahui, yang saya dengar, punyanya Mardani,” ucap Christian Soetio.
"Memang tidak langsung ke Mardani dari Resi itu?" tanya Ahmad Gawi.
"Siap yang mulia," ucap Christian.
Menanggapi kesaksian Christian ini, Irfan Idham kuasa hukum Mardani menilainya sebagai tuduhan yang tidak berdasar.
Menurut Irfan, transfer itu ditujukan ke rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani H Maming. Justru PT PCN yang mempunyai utang kepada TSP dan PAR sebesar Rp106 miliar yang saat ini sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Kesaksian itu fitnah yang keji karena dana tersebut faktanya ditransfer ke rekening PAR dan TSP yang merupakan dana tagihan kepada PCN. Di mana saat itu PAR ataupun TSP memang dimiliki keluarga Mardani Maming, tapi tidak ada kaitan dengan yang bersangkutan,” jelas Irfan seperti dirilis beritasatu.com pada Rabu (25/5/2022).
Namun menurut Sahlan kuasa hukum terdakwa Dwidjono, perlu ditelusuri terkait aliran dana Rp89 miliar seperti disampaikan Christian karena bisa diduga aliran dana tersebut terkait dengan terbitnya SK pengalihan IUP dan pembuktiannya merupakan kewenangan penegak hukum.
“Tentu menjadi kewenangan dari penegak hukum, baik kepolisian kejaksaan atau KPK. Kami sendiri dari kuasa hukum sudah pernah melapor ke KPK terkait kasus ini,” pungkas Sahlan.(HAN)
Baca juga:
Menelisik Beleid Pengalihan IUP yang Berbuntut Dugaan Suap di Tanah Bumbu
Terdakwa Suap IUP Tanah Bumbu: Saya Sudah Tidak Mau Proses Tapi Dipaksa
Jadi Saksi Ahli Dugaan Suap IUP Tanah Bumbu, Margarito Sebut Bupati Harus Tanggung Jawab
Baca Juga: KPK Tetapkan Dua Tersangka Baru sebagai Pemberi Suap dalam Kasus Lukas Enembe
raden dwidjono putro hadi sutopo justice collaborator sk pengalihan iup tanah bumbu 2011 bertentangan uu minerba 2009. mardani h maming pengadilan tipikor banjarmasin suap
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...