CARITAU JAKARTA - Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022, Novita Ginting, berharap agenda sidang terkait dugaan kecurangan dan intimidasi pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu dapat berjalan dengan lancar.
Tak hanya itu, dirinya juga berharap, sidang yang digelar memberikan sudut pandang yang objektif sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan Undang-Undang.
Baca Juga: Ahli Timnas AMIN Sebut KPU Melanggar Asas dan Prinsip Pemilu
Diketahui agenda sidang itu akan digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada esok hari, yakni pada Rabu (08/02/2023) sekitar pukul 10.00 WIB dengan nomor perkara 10-PKE-DKPP/I/2023.
Dalam agenda sidang itu, DKPP dijadwalkan bakal memanggil 10 orang anggota KPU Daerah yang dilaporkan mengenai pelanggaran kode etik terkait dugaan kecurangan dan intimidasi saat proses tahapan pemilu yakni pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024.
Selain memanggil 10 orang anggota KPU Daerah, DKPP juga turut memanggil Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik. Dalam perkara itu, Idham selaku pejabat pusat diduga juga ikut terlibat mengenai dugaan kecurangan dan intimidasi untuk meloloskan sejumlah partai politik saat beralngsungnya kegiatan proses pendaftaran partai politik sebagai peserta pemilu 2024.
Menanggapi hal itu, sosok wanita yang akrab disapa Evi itu menegaskan, bahwa DKPP harus bekerja secara netral dalam memproses terlapor jika nantinya terbukti melakukan kecurangan dan intimidasi mengenai pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
"Tentunya bahwa kita berharap sekali apa yang akan dijalankan oleh DKPP tentunya sudah mengikuti prosedur-prosedur yang sudah ada di dalam peraturan DKPP sendiri,” kata Evi diskusi yang diadakan oleh Indonesia Corruption Watch secara daring, Selasa (7/2/2023).
“Supaya proses ini juga menjadi benar dan mengikuti aturan yang ada, prosedur yang ada, dan kemudian pemeriksaan ke depan ini pun juga kita harapkan bisa dilakukan oleh DKPP dengan mengedepankan netralitas mereka,” sambung Evi.
Menurutnya, sikap tegas dan netral dari DKPP harus dilakukan agar para pengadu atau para saksi dalam sidang nanti bisa dengan lugas dan cermat memberikan penjelasan dengan mudah serta tidak merasa diintimidasi atau terpojok dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilempar oleh DKPP.
“Supaya proses ini juga menjadi benar dan mengikuti aturan yang ada, prosedur yang ada dan kemudian pemeriksaan ke depan ini pun juga kita harapkan bisa dilakukan oleh DKPP dengan mengedepankan netralitas mereka,” jelasnya.
Selain itu, Evi berharap, dalam agenda yang akan digelar Rabu esok itu, DKPP dapat memberikan kesimpulan keterangan perkara secara hati-hati dan cermat dalam menerima maupun mencari informasi berdasarkan keterangan yang telah disampaikan oleh pihak terlapor dan pelapor.
Evi juga berharap DKPP dapat secara hati-hati, teliti, dan cermat dalam mendengarkan dan menggali informasi dari penjelasan yang disampaikan dalam sidang serta tidak dengan cepat merasa puas atas penjelasan-penjelasn yang disampaikan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara tersebut.
“Jadi harapannya DKPP jangan cepat merasa puas terhadap penjelasan-penjelasan awal yang disampaikan dalam persidangan pemeriksaan besok,” tegasnya.
“Tentu perlu juga menggali lebih jauh dan tentunya harapan kita secara adil, fair, itu dilakukan juga untuk mendengarkan semua pihak,” tandas Evi.
Sebagai informasi tambahan, perkara dugaan pelanggaran etik tersebut dilaporkan oleh Jeck Stephen Seba yang memberikan kuasa kepada Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono.
Dalam perkara dugaan pelanggaran kode etik itu Jeck Stephen Seba diketahui telah melayangkan laporan dugaan pelanggaran kode etik dengan terlapor sebanyak sepuluh orang penyelenggara pemilu. Sepuluh orang terlapor itu antara lain Meidy Yafeth Tinangon, Salman Sahelangi, dan Lanny Anggriany Ointu (Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai Teradu I sampai III.
Serta Lucky Firnando Majanto (Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara) dan Carles Y Worotitjan (Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai Teradu IV dan V.
Selain itu, diadukan juga Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sangihe) sebagai Teradu VI sampai VIII. Serta Jelly Kantu (Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe) dan Idham Holik (Anggota KPU RI) sebagai Teradu IX dan X.
Teradu I sampai IX diduga telah mengubah status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam proses verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan dengan cara mengubah data berita acara dalam SIPOL dalam kurun waktu 7 November s.d 10 Desember 2022.
Sedangkan Teradu X diduga menyampaikan dugaan ancaman di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City Entertainment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara. Ancaman tersebut adalah perintah harus tegak lurus, tidak boleh dilanggar, dan bagi yang melanggar akan dimasukan ke rumah sakit. (GIB)
Baca Juga: Bawaslu Siapkan Dokumen Kualitatif dan Kuantitatif Hadapi Sengketa di MK
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...