CARITAU GAZA – Konflik Palestina dan Israel kembali meruncing usai para pejuang Hamas melakukan serangan dadakan ke Israel, Sabtu (7/10/2023). Serangan yang dinamai Operasi Badai Al-Aqsa itu menyebabkan ratusan orang meninggal dunia dan ribuan luka-luka, sehingga beragam respon bermunculan dari sejumlah negara. Hamas melakukan penyerangan dengan menyusup dan menembakkan ribuan roket ke pemukiman Israel.
Juru Bicara Hamas, Khaled Qadomi menyebut, serangan tersebut adalah respons terhadap semua kekejaman yang dihadapi warga Palestina selama beberapa dekade terakhir.
Baca Juga: Israel Akui Kesulitan Memburu Pimpinan Hamas Muhammad al-Dayf
"Kami ingin masyarakat internasional menghentikan kekejaman di Gaza, terhadap rakyat Palestina, tempat suci kami seperti Al Aqsa," kata Qadomi.
Keadaan ternyata menjadi runyam begitu Israel merespon dengan mendeklarasikan perang melawan Hamas. Deklarasi perang ini merupakan yang pertama sejak 50 tahun terakhir usai perang Yom Kippur pada Oktober 1973.
Amerika Serikat, Inggris dan sejumlah negara Uni Eropa lainnya dengan lantang mengutuk tindakan Hamas yang berbasis di Jalur Gaza tersebut. Padahal mereka sebelumnya 'tutup mata' dengan kekejian Israel ke Palestina. Sementara itu, negara-negara Islam seperti Indonesia, Arab Saudi hingga Iran memberi dukungan ke Palestina dan meminta konflik dihentikan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu bersumpah bakal melakukan 'balas dendam besar' dan bersiap untuk 'perang yang panjang dan sulit'. Deklarasi perang ini memicu operasi militer besar-besaran di Gaza, di mana tank dan kendaraan pengangkut ribuan personel telah dikerahkan ke dekat perbatasan Israel-Gaza.
Kini, Israel semakin menekan warga Palestina di Gaza, memperluas blokade udara, darat dan laut yang telah berlangsung selama 16 tahun di wilayah tersebut, yang merupakan rumah bagi sekitar 2,3 juta orang.
Kementerian Kesehatan Palestina pada Kamis (12/10/2023) mencatat, ada 1.100 orang tewas dan 5.339 terluka di Jalur Gaza. Sedangkan Israel melaporkan 1.200 orang tewas dan 3.418 orang terluka.
Serangan yang dilancarkan Israel Defence Force (IDF) ke Gaza telah membuat banyak bangunan tinggi perlahan rata dengan tanah, sekolah maupun masjid luluh lantak, suara ledakan serta kepulan asap membumbung tinggi di sejumlah titik.
Ambulan tampak bolak-balik menjemput korban. Perusahaan telekomunikasi di Gaza hingga media internasional turut terdampak. Lebih parahnya lagi, Israel akhirnya memutus penyaluran bahan pangan, listrik hingga air yang sebelumnya juga sudah dibatasi.
"Israel telah menghancurkan pusat segalanya," kata Ali Al-Hiyak, pengusaha Palestina dari rumahnya yang hancur di Rimal.
"Itulah ruang kehidupan publik kami, komunitas kami. Mereka menghancurkan semuanya," tambah dia sebagaimana dilaporkan Aljazeera.
Rimal yang sejatinya pernah disebut menjadi pusatnya Kota Gaza karena menjadi pusat perbelanjaan, taman, rumah susun, kini terlihat memilukan. Banyak orang, mulai dari jurnalis lokal hingga pemilik toko, tewas dalam pemboman tersebut. Rekaman drone menunjukkan sebagian besar Kota Gaza hancur hingga menjadi kawah dan reruntuhan.
Issa Abu Salim, warga Gaza, tampak nanar memandangi puing-puing yang tersisa dari kediamannya. Pakaiannya yang kotor karena debu kehancuran mencerminkan kondisi masyarakat sipil di Gaza yang seharusnya tidak terlibat dari konflik Hamas dan Israel ini.
“Uang kami habis. Kartu identitas saya hilang. Seluruh rumah, keempat lantainya, hilang. Daerah yang paling indah dan mereka menghancurkannya," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant mengumumkan bakal melakukan pengepungan total terhadap Gaza, serta menyebut Palestina sebagai 'bangsa yang kejam'. Dengan pengepungan wilayah tersebut, Israel tampaknya akan memicu eskalasi konflik secara besar-besaran, serta berindikasi bahwa mereka bersiap untuk melakukan invasi darat.
Kelompok kemanusiaan di Gaza menyebut adanya kerusakan pada fasilitas air, sanitasi dan kebersihan. Hal ini telah memberi dampak signifikan kepada ratusan ribu orang di sana.
Meski Israel mendapat dukungan dari Amerika Serikat dalam penyerbuan tersebut, kelompok hak asasi manusia telah menyatakan keprihatinan atas upaya mereka untuk secara kolektif menghukum seluruh penduduk Gaza.
“Pembunuhan yang disengaja terhadap warga sipil, penyanderaan, dan hukuman kolektif adalah kejahatan keji yang tidak memiliki pembenaran,” kata Direktur Palestina dan Israel di Human Rights Watch, sebagaimana ditulis Aljazeera.
“Serangan yang melanggar hukum dan penindasan sistematis yang telah melanda kawasan ini selama beberapa dekade akan terus berlanjut, selama hak asasi manusia dan akuntabilitas diabaikan," tambahnya.
Ratusan umat muslim melakukan aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika di Jakarta, Rabu (11/10/2023). Dalam aksinya massa membawa isu "Tuntutan aksi 1110 ' Kemerdekaan Palestina dari Penjajah Yahudi Zionis Israel'. (CARITAU - MUNZIR)
Perang antara Hamas dan Israel telah berlangsung lama di wilayah pendudukan Palestina, terkhusus di Jalur Gaza. Pemerintah Indonesia menegaskan akar konflik adalah pendudukan wilayah Palestina oleh Israel pasca Deklarasi Balfour. Deklarasi tersebut dikeluarkan Pemerintah Inggris pada tahun 1917 selama Perang Dunia I dan berisikan dukungan bagi pembentukan sebuah 'kediaman nasional bagi bangsa Yahudi' di Palestina.
Alhasil, sejumlah konflik dan perang pun tercipta antara Palestina dan Israel, serta pihak-pihak pendukung di belakang kedua negara tersebut. Seperti halnya perang Israel dengan negara-negara Arab selama delapan bulan pada tahun 1948. Kemudian perang enam hari yang dilakukan Israel saat menaklukkan Mesir, Suriah dan Jordania pada Juni 1967.
Enam tahun berselang, negara-negara Arab menyerang Israel pada hari besar umat Yahudi, Yom Kippur. Meski Israel yang 'dibantu Amerika Serikat' mampu menghalau serangan tersebut dan berakhir dengan gencatan senjata.
Kendati hubungan Palestina atau negara Arab dengan Israel indentik dengan perang, terdapat berbagai momen perjanjian untuk mendamaikan kedua belah pihak, di antaranya Perjanjian Camp David dan Perdamaian Israel-Mesir dan Perjanjian Oslo I. Namun, pertikaian Palestina dan Israel tak kunjung pudar.
Lalu kapan Hamas terbentuk? Sejarah Hamas dimulai pada 1987, di mana Hamas sendiri merupakan akronim bahasa Arab dari Harakat al-Muqawana al-Islamiya (Gerakan Perlawanan Islam).
Jika ditarik lebih lanjut, Hamas awalnya bernama Mujama Al-Islamiyah —organisasi underbow Ikhwanul Muslimin (IM) dari Mesir yang didirikan oleh Hassan Al-Banna— serta organisasi tersebut lahir berbarengan dengan pecahnya perlawanan warga Palestina terhadap pendudukan Israel atau Infitada I.
Setahun berselang, mereka menerbitkan Piagam Hamas pada Agustus 1988 dan menyatakan bahwa Hamas berkeinginan mendirikan 'Negara Islam di Seluruh Palestina'.
Selain itu, mengutip dari Britanica, Hamas berdiri untuk menentang Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dalam konteks konflik Israel-Palestina, serta menentang usaha untuk menyerahkan sebagian wilayah Palestina kepada Israel.
Sejak itulah, Hamas berupaya melakukan perlawanan terhadap Israel. Mereka melawan dengan beragam cara, mulai bunuh diri dengan busa tahun 1994, penculikan kopral Israel Nachson Wachsman, bom bus di Tel Aviv dan lain-lain.
Atas dasar tersebut, ketika terjadi Infitada II pada 28 September 2000 hingga 8 Februari 2005, militer Israel menargetkan Hamas sebagai sasaran utama. Namun hingga sekarang, kelompok tersebut terus menjadi bayang-bayang Israel berbarengan dengan perlawanan masyarakat Palestina lainnya. Terlebih, Hamas berhasil merebut Jalur Gaza tahun 2007 dari Israel.
Sementara dari segi politik, pada Pemilu Palestina 2006, Hamas secara mengejutkan memenangkan perolehan suara dan mendapatkan 74 kursi, sementara Fatah mendapatkan 45 kursi legislatif. Di saat Fatah dan PLO mulai dijinakkan Israel, Hamas terus melakukan gerilya dan tidak jarang disebutkan sebagai simbol perlawanan Palestina, namun dianggap ‘teroris’ oleh Israel dan negara barat.
"Apa yang orang Israel alami, yang kalian katakan tragis selama 48 jam terakhir adalah apa yang orang Palestina alami setiap hari selama 50 tahun terakhir," kata Duta Besar Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot saat menjawab pertanyaan yang diajukan BBC.
Husam yang saat itu gerah dengan corak pemberitaan media barat, menegaskan kepada presenter BBC News, Lewis Vaughan Jones, bahwa kecenderungan untuk fokus pada penderitaan Israel sementara mengabaikan kekerasan berkepanjangan terhadap rakyat Palestina menciptakan narasi yang tidak seimbang.
"Anda pasti mencecar setiap kali ada orang Israel yang meninggal. Apakah Anda mencecar ketika banyak orang Palestina di Tepi Barat terbunuh? Padahal korban lebih dari 200 orang selama beberapa bulan terakhir? Apakah Anda meminta konfirmasi saya ketika ada provokasi Israel di Yerusalem dan tempat lain?" sambung dia.
Sejatinya dalam konflik militer, penyerangan dan terjadinya korban di kalangan sipil tidak dapat dibenarkan. Begitupun dengan tindakan Hamas ke warga sipil Israel. Namun hal yang patut dikritisi, di mana negara-negara barat seperti AS maupun sejumlah negara Uni Eropa ketika warga Palestina kerap ditindas militer Israel?
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for the Coordination of Humanitarian Affaira atau OCHA) sempat merekap jumlah korban konflik antara Palestina dan Israel sejak tahun 2008.
Dari data tersebut, sejak tahun 2008 hingga 19 September 2023 dijelaskan bahwa ada 6.407 korban jiwa dari pihak Palestina dan 152.560 orang yang mengalami luka atau cedera. Sementara dari pihak Israel, pada periode yang sama, ada 308 korban jiwa dan 6.307 orang mengalami cedera atau luka.
Sekjen Amnesty International, Agnès Callamard, menegaskan Israel selama ini sengaja menargetkan warga sipil dan melakukan tindakan yang tidak proporsional. Israel, menurutnya, dengan sembarangan membunuh atau melukai warga sipil dan itu merupakan kejahatan perang.
"Israel memiliki rekam jejak yang buruk dalam melakukan kejahatan perang tanpa mendapat hukuman dalam perang sebelumnya di Gaza. Kelompok bersenjata Palestina di Gaza, harus menahan diri untuk tidak menargetkan warga sipil dan menggunakan senjata sembarangan, seperti yang telah mereka lakukan di masa lalu, dan yang paling intensif dalam hal ini, tindakan yang merupakan kejahatan perang,” terang dia.
Dia melanjutkan, penyebab siklus kekerasan yang berulang ini adalah sikap Israel yang memblokade secara ilegal Jalur Gaza sejak tahun 2007. Untuk itu, Amnesty berharap adanya penegakkan hukum internasional untuk mengakhiri kesewenang-wenangan negara Zionis.
"Pemerintah Israel harus menahan diri untuk tidak menghasut kekerasan dan ketegangan di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, terutama di sekitar tempat keagamaan. Amnesty International menyerukan komunitas internasional untuk segera melakukan intervensi guna melindungi warga sipil dan mencegah penderitaan lebih lanjut," sebutnya.
Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun memberikan keterangan pers di Kedutaan Palestina, Jakarta, Selasa (10/10/2023). Dalam keterangannya, Zuhair meminta dukungan dari seluruh masyarakat dan pemerintah Indonesia. (CARITAU - MUNZIR)
M. Zein Hassan dalam buku ‘Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri’ menyebut, Palestina sudah mengakui kedaulatan Indonesia di tahun 1944, atau sebelum Indonesia merdeka. Sejak saat itu hubungan Indonesia dan Palestina kian erat dan saling memberi dukungan berbagai sisi.
Pasca Indonesia merdeka, kondisi berbeda justru diterima Palestina yang sebagian besar daerahnya 'direbut paksa' oleh Israel. Dukungan untuk kemerdekaan Palestina sudah digelorakan sejak era Presiden Sukarno. Bagi Bung Karno, tiap bangsa punya hak menentukan nasibnya sendiri tanpa melalui pengaturan dan campur tangan negara lain.
Sejak saat itulah, Indonesia menutup seluruh hubungan diplomatiknya dengan Israel, serta terus menyuarakan isu-isu tentang kemerdekaan Palestina di forum internasional. Indonesia juga sempat mendorong para pemimpin Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) memobilisasi upaya lebih luas untuk mendukung Palestina dan meningkatkan status Palestina sebagai negara anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Terkini, Presiden ketujuh Indonesia Joko Widodo masih satu suara dengan pendahulunya. Jokowi menyebut, akar konflik dari masalah ini adalah pendudukan wilayah Palestina oleh Israel dan meminta harus segera diselesaikan sesuai dengan parameter yang sudah disepakati PBB.
"Indonesia mendesak agar perang dan tindakan kekerasan segera dihentikan untuk menghindari semakin bertambahnya korban manusia dan hancurnya harta benda, karena eskalasi konflik dapat menimbulkan dampak kemanusiaan yang lebih besar," terang Jokowi saat menyatakan sikap atas konflik Palestina vs Israel, Selasa (10/10/2023).
Di lain sisi, organisasi keagaaman seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammadiyah dan NU satu suara untuk mendukung Palestina.
"Mendesak kepada Dewan Keamanan PBB untuk segera mengambil langkah-langkah politik dan diplomatik dengan melibatkan pihak-pihak terkait, khususnya Israel-Palestina untuk menghentikan perang, melakukan gencatan senjata, dan melakukan perundingan damai," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Mut'i juga memastikan bakal mengirimkan bantuan dan relawan, serta bekerjasama dengan berbagai pihak untuk membantu masyarakat sipil yang menjadi korban perang.
Sementara itu, Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al-shun, yakin Indonesia akan terus mendukung negaranya, apapun situasinya. Zuhair turut mengucapkan terima kasih kepada masyarakat maupun pemerintah Indonesia atas dukungan yang mengalir selama ini.
"Sekali lagi, kami mengucapkan terimakasih kepada Indonesia baik kepada pemerintah maupun rakyatnya atas dukungan yang selama ini diberikan," tegas Zuhair.(Rahma Dhoni)
Baca Juga: Amerika Serikat Memveto Resolusi DK Keamanan PBB soal Gencatan Senjata di Gaza
konflik israel - palestina kekerasan israel pejuang hamas palestina merdeka perang israel - palestina
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...