CARITAU JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menegaskan bakal komitmen menjaga indepedensi ditengah isu mekanisme sistem pemilu tertutup alias proposional tertutup yang saat ini didorong oleh sejumlah pihak. Termasuk melalui jalur gugatan terkait sistem proposional terbuka alias Pemilu terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisioner KPU, Mochammad Afifuddin menegaskan, lembaga yang telah dinaunginya tersebut tidak akan berpihak pada mekanisme sistem pemilu apapun, baik itu sistem pemilu tertutup atau sistem pemilu terbuka.
Baca Juga: Terungkap, Ini Alasan Kaesang Pangarep Gabung dengan PSI
Dalam keteranganya, pria yang akrab disapa Afif itu mengatakan, sebagai lembaga penyelenggara pemilu pihaknya harus bersikap netral dan tidak condong kepada wacana pemilu tertutup yang saat ini didorong oleh sejumlah orang.
Afif menerangkan, KPU RI pada prinsipnya akan menjalankan tugas secara profesional sesuai dengan aturan Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Selain itu, pihaknya juga akan mematuhi apapun yang nantinya diputuskan oleh MK.
"Jadi nggak ada kecondongan ke kanan ke kiri lah," kata Afif kepada wartawan, Senin (9/1/2023).
Afif menuturkan, sebagai penyelenggara Pemilu dalam konteks KPU RI akan berkomitmen pada aturan yang berlaku. Afif pun menjelaskan, soal pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang sebelumnya menganalogikan kemungkinan sistem Pemilu tertutup bisa terjadi.
Afif menerangkan, sebetulnya analogi itu hanya sebatas contoh seperti halnya terkait keputusan MK soal verifikasi Partai Politik dalam proses pendaftaran peserta pemilu 2024 yang sebelum nya telah diputuskan oleh MK.
"Dari disisi kita sih menjalakan aja peraturan yang ada tetapi refleksinya yang disampaikan pak ketua itu kan menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Dianalogika dengan verifikasi partai, (karena) seluruh partai Senayan kan nggak diverifikasi faktual atas putusan MK. Kan begitu," jelasnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, bahwa KPU RI dalam proses penyelenggaraan Pemili 2024 nanti akan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku didalam Undang-Undang Pemilu dan juga bakal berjalan sesuai dengan hasil putusan MK dalam proses gugatan mekanisme sistem Pemilu yang saat ini masih berjalan.
"Itu yang kita inginkan diselesaikan di MK nanti, (kita akan) jalan terus," tandas Afif.
Diketahui sebelumnya, Ketua Divisi Teknis KPU, Idham Holik dalam keteranganya, memastikan Pemilu serentak yang akan diselenggarakan 2024 mendatang bakal kembali menerapkan sistem proposional terbuka alias pemilu terbuka.
Ia mengatakan, hal itu telah diatur didalam Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pada pasal tersebut, lanjut Idham, penyelenggaraan sistem pemilu legislatif di Indonesia menerapkan sistem proposional secara terbuka alias Pemilu terbuka.
"Teks norma Pasal 168 ayat 2 UU No 7 Tahun 2017 berbunyi : Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proposional terbuka," jelas Idham kepada wartawan, Senin (9/1/2023).
Idham mengungkapkan, dalam hal melakukan proses penyelenggaraan Pemilu dan tahapanya, KPU RI bakal menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan yang termaktub didalam Pasal 3 huruf d Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juncto Pasal 6 ayat (3) huruf a Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2017.
Menurut Idham, proses penyelenggaraan Pemilu harus diselenggarakan sesuai dengan kepastian hukum yang berlaku. Hal itu merupakan prinsip dasar dalan menjalankan tugas sebagai lembaga penyelenggara Pemilu.
"Kami harus melaksanakan ketentuan yang terdapat didalam Pasal 3 huruf d UU No 7 Tahun 2017 juncto Pasal 6 ayat 3 huruf a peraturan DKPP RI No. 2 Tahun 2017," tambah Idham.
Idham menerangkan, terkait konteks prinsip berkepastian hukum dalam penyelengaraan Pemilu, KPU RI bakal mematuhi apapun yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada proses sidang gugatan soal Pemilu terbuka yang saat ini masih berjalan.
Hal ini, lanjut Idham, sesuai dengan aturan yang termaktub didalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2012. Idham menjelaskan pada aturan itu secara garis besar berbunyi putusan MK bersifat final dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat." tutup Idham. (GIB)
Baca Juga: Perayaan ke-22 HUT Partai Demokrat
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...