CARITAU JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyoroti soal keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu. Putusan tersebut buntut dari gugatan yang dilayangkan Partai Prima perihal tak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengaku sangat dilematis atas putusan PN Jakpus tersebut lantaran telah berimplikasi kepada pihak-pihak penyelenggara Pemilu. Tak hanya itu, putusan tersebut menimbulkan persoalan besar terhadap alur sistem penegakan hukum perihal penyelanggaraan kepemiluan.
Baca Juga: Dinilai Sukses Gelar Rekapitulasi Suara, Presiden Jokowi Puji KPU dan Bawaslu
Munculnya persoalan tersebut, menurut Bagja, lantaran sebagai pihak yang diberikan amanah menjadi penyelenggara pemilu, baik Bawaslu RI, KPU RI serta DKPP sejatinya telah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk dapat mensukseskan kontestasi Pemilu 2024.
Atas dasar itu, Bagja mengaku dilema lantaran jika keputusan itu telah diakui untuk menjadi keputusan tetap, maka pihak penyelenggara pemilu akan dianggap gagal dalam bertugas menyelenggarakan kontestasi Pemilu 2024.
Namun disisi lain, dengan muncul nya Putusan PN perihal penundaan Pemilu itu, ungkap Bagja, jika nantinya tidak dilaksanakan maka pihak penyelenggara pemilu dianggap tidak mematuhi perintah pengadilan.
"Kalau tidak dianggap, itu putusan pengadilan. tapi kalau kita laksanakan, itu persoalan besar dalam sistem penegakkan hukum pemilunya. hal ni jadi persoalan kita ke depan bagaimana 3 puncak kekuasaan negara saling mengawasi eksekutif, legislatif, yudikatif," tutur Bagja dalam agenda seminar yang digelar oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Disatu sisi, menurut Bagja, pelaksanan Pemilu pada dasarnya telah diatur didalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pada aturan yang telah termaktub di dalam Pasal 22 E UUD 1945 itu menyebutkan bahwa pemilu dilaksanakan melalui proses yang langsung umum bebas rahasian jujur adil dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Atas dasar itu, Bagja pun menilai, putusan PN Jakpus mengenai penundaan pemilu sejatinya telah bertentangan dengan UUD 1945. Disisi lain menurutnya, masifnya kelompok serta oknum yang menunggangi isu itu juga telah menimbulkan permasalahan baru bagi pihak-pihak penyelenggara Pemilu untuk membangun kepercayaan kepada masyarakat.
"jadi isu penundaan Pemilu ini tentu secara diametral bertentangan dengan uud. Kemudian untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi dan pemerintahan. Bagaimana masyarakat percaya jika isu ini selalu digoreng terus. Ditunda tidak, ditunda tidak," ungkap Bagja.
Bagja berpendapat, jika isu penundaan pemilu itu terus digoreng oleh kelompok yang memiliki kepentingan, maka akan menimbulkan tudingan yang telah menghancurkan harkat dan martabat serta profesionalitas terhadap kinerja pekerjaan pihak penyelenggara Pemilu.
Sebab, lanjut Bagja, masyarakat menilai, perihal keberhasilan dan ketidakberhasilan kontestasi pemilu 2024 tersebut bergantung pada hasil dari kerja Penyelengara pemilu. Dalam kesempatan nya, dirinya pun mengakui bahwa hal tersebutlah yang dikhawatirkan oleh Penyelengara Pemilu.
"Lama-lama masyarakat ini jadi gak pemilu. ini yang kita takutkan tidak jadi. begitu tidak jadi banyak tunjuk tudingan pertama adalah kepada penyelenggara pemilu. itu saya yakin. tudingan pertama ketidakberhasilan pemilu itu adalah kepada penyelenggara pemilu," ucap Bagja.
"Itu yang perlu dijaga dan kami Bawaslu, karena kalau tunda itu jadi ataupun pemilu gagal, yang disalahkan pasti kpu dan bawaslu berikut dkpp. karena ini adalah tugas kami sebagai pihak penyelenggara pemilu," tandas Bagja. (GIB/DID)
Baca Juga: Demo Tolak Pemilu 2024
pn jakut putusan tunda pemilu bawaslu penyelenggara pemilu pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...