CARITAU JAKARTA - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyoroti soal kasus dugaan penipuan asuransi jiwa yang telah menyeret PT Asuransi Astra Life kepada 24 orang nasabahnya yang tersebar di sejumlah daerah di Provinsi Jawa Timur dengan total kerugian ditaksir mencapai Rp1 miliar.
Dalam keteranganya, pria yang akrab disapa Anthony itu mengatakan, seseorang yang telah tercatat sebagai nasabah/konsumen dari produk jasa keuangan termasuk produk asuransi jiwa pada kenyataanya harus membela dan mencari keadilan sendiri lantaran hukum di Indonesia belum tegas untuk menindak dan melindungi mereka.
Baca Juga: BPR Banyak yang Tumbang, OJK Perlu Merombak Secara Sistematis
Antoni menerangkan, berdasarkan hal yang telah diketahuinya, selain kasus PT Asuransi Astra Life, masih banyak kasus dugaan penipuan lain yang merugikan nasabah hingga mencapai miliaran rupiah yakni, perusahaan asuransi Bumi Putera dan Minna Padi yang penyelesaiannya berlarut-larut.
"Banyak contoh ketidakadilan yang merugikan masyarakat yang tidak ada penyelesaian hingga berlarut-larut," kata Anthony kepada wartawan, Senin (16/1/2023).
Dirinya mengungkapkan, ironinya, dalam kasus-kasus dugaan penipuan yang telah dilaporkan oleh sejumlah nasabah atas perusahaan yang diduga merugikan tersebut nampaknya hanya dilihat sebagai akibat dari tindakan kelalaian dari pengelolaan semata.
Padahal disatu sisi, menurut Anthoni, sangatlah mungkin kasus dugaan penipuan PT Asuransi Astra Life yang dilaporkan 24 nasabah tersebut merupakan pelanggaran pidana lantaran diduga merupakan kasus penggelapan uang nasabah.
Oleh sebab itu, Antoni juga mendesak lembaga yang bergerak dalam sektor pengawasan pada jasa keuangan yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan mampu menindaklanjuti kasus dugaan penipuan yang telah merugikan 24 nasabah tersebut.
Kendati demikian, Anthoni juga melihat bahwa munculnya kasus dugaan penipuan 24 nasabah PT Asuransi Astra Life yang tersebar di sejumlah daerah di Jawa Timur dan lambatnya proses penyelesaian masalah perusahaan asuransi lain, merupakan gambaran kegagalan OJK selaku pengawas dalam melakukan deteksi dini untuk mencegah kerugian nasahan semakin meluas.
"Kegagalan di sektor jasa keuangan tersebut telah menunjukkan kegagalan OJK sebagai pengawas. OJK gagal mendeteksi permasalahan secara dini untuk mencegah kerugian meluas dan membesar," tegas dia.
"Seperti terjadi pada Jiwasraya atau Asabri. Karena keduanya merupakan perusahaan negara (BUMN) maka kerugian Jiwasraya dan Asabri menjadi kerugian negara, dan masuk ranah tipikor (tindak pidana korupsi). Maka itu dapat disidik dan yang bersalah dihukum penjara," sambungnya.
Berdasarkan hal tersebut, Anthoni juga menilai kegagalan OJK dalam menjalankan fungsi tugas pengawasan kepada perusahan-perusahaan asuransi, serta lambatnya proses penindakan tersebut telah berakibat fatal bagi para nasabah hingga menyebabkan kerugian hingga triliunan rupiah.
"Kegagalan OJK dalam menjalankan fungsi pengawasan ini berakibat fatal bagi nasabah yang harus menanggung rugi triliunan rupiah, tanpa ada tindakan atau konsekuensi apapun bagi pelanggar," tutur Anthony.
Anthoni menambahkan, padahal disatu sisi, berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU PPSK) yang telah disahkan diamanahkan bahwa OJK selaku lembaga negara memiliki wewenang untuk menyelidiki kasus dugaan tindak pidana keuangan.
"Ironinya, di dalam UU PPSK (pengembangan dan penguatan sistem keuangan), OJK ditunjuk sebagai penyidik tunggal untuk kasus pidana keuangan. Ini bisa menjadi titik keruntuhan bagi sektor jasa keuangan: fungsi pengawasan dan penyidikan bisa stagnan," tandas Anthony. (GIB)
Baca Juga: Penuhi Panggilan OJK, Dancita: Kami Sudah Berkolaborasi dengan 148 Mitra Pendidikan
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...