CARITAU JAKARTA – Pemerintah membuka sertifikasi halal melalui skema self declare atau melaporkan secara sukarela. Ini ditujukan untuk mempermudah bagi para pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) karena tidak harus menempuh jalur reguler yang membutuhkan biaya besar lantaran wajib menjalani uji lab dengan proses yang panjang.
"Sertifikasi Halal dengan metode self declare ini, merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap UMK. Sertifikasi halal self declare ini, adalah langkah strategis agar UMK kita dapat bersaing dalam perdagangan global," kata Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media, Komunikasi Publik, dan Teknologi Informasi Wibowo Prasetyo dalam keterangan di Jakarta, Minggu (3/9/2023).
Baca Juga: Wapres Tandaskan RI Tak Sekadar Pemberi Sertifikasi, Tapi Produsen Halal Terbesar Dunia
Wibowo mengatakan keberpihakan pemerintah kepada UMK juga didasarkan pada fakta bahwa kelompok ini merupakan penggerak perekonomian Indonesia.
Namun, menurut Wibowo tidak semua produk UMK bisa melakukakn sertifikasi halal lapor sukarela ini. Jalur ini, kata dia, hanya diperuntukkan bagi produk yang menggunakan bahan berisiko rendah dan menggunakan cara pengolahan sederhana. Lain daripada itu, harus menempuh jalur reguler.
"Produk UMK kita, mayoritas menggunakan bahan berisiko rendah. Bahannya diambil dari alam, misalnya singkong, pisang, ubi, dan sebagainya yang sudah bisa dipastikan kehalalannya. Cara pengolahannya pun sederhana, misalnya keripik singkong," ujarnya.
Menurut Wibowo, jika para pelaku UMK harus mengikuti sertifikasi halal dengan mekanisme reguler, seperti uji lab dan seterusnya, maka akan memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu keberpihakan terhadap UMK diperlukan agar mereka bisa terjun ke dunia perdagangan.
"Tentu keberpihakan ini juga kita lakukan dengan memperketat pengawasan proses sertifikasi halal self declare. Penguatan dan peningkatan kualitas Pendamping Proses Produk Halal (PPPH) juga terus dilakukan," kata Wibowo.
Wibowo juga mengajak masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan. Menurutnya, sertifikasi halal menyangkut kepentingan hidup orang banyak, sehingga semakin banyak yang memberikan pengawasan akan semakin baik juga.
Pengawasan itu, sambungnya, bisa dalam bentuk pengaduan dan pelaporan ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bila menemukan penyimpangan atau kejanggalan pada produk bersertifikat halal.
“Kami sangat berterima atas peran serta masyarakat dalam pengawasan karena ini juga sesuai dengan amanah UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal,” ujarnya.
Untuk diketahui metode sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha atau self declare sudah diberlakukan sejak 2021, yang merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 20 tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal bagi Pelaku UMK.
Metode ini, seperti dilansir Antara, dilakukan BPJPH Kementerian Agama (Kemenag) untuk meningkatkan jumlah produk UMK yang bersertifikat halal.
Data BPJPH hingga 2 September 2023 melaporkan terdapat 1.021.457 produk UMK yang bersertifikat halal pada tahun ini, dan tercantum dalam 633.917 sertifikat halal self declare.
“Kami apresiasi, publik makin aware dan turut serta dalam pengawasan produk halal. Bila ditemukan ada kekurangan, maka itu adalah waktu yang tepat untuk kita bersama-sama memperbaikinya, bukan serta merta memberhentikan self declare. Seperti kata pepatah, jika ada tikus di lumbung padi, untuk menangkapnya jangan dengan cara membakar lumbungnya," kata Wibowo Prasetyo. (FAR)
Baca Juga: Disebut Pernah Terbitkan Sertifikat Halal Produk Wine, Ini Kata BPJPH
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024