CARITAU JAKARTA – Pengamat Politik dari Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas menilai, wacana mekanisme proposional tertutup atau pemilu tertutup yang saat ini kembali digaungkan melalui gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan cerminan kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi di internal.
Fernando mengatakan, sebetulnya argumentasi mengenai penggunaan sistem Pemilu tertutup merupakan salah satu gambaran kemunduran dalam ruang lingkup demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: Sasar Generasi Muda, TKN Prabowo-Gibran Perkenalkan 23 Tim Baru
Sebab, menurut dia tidak ada satupun alasan yang dapat dibenarkan ataupun dapat diterima akal sehat bagi Partai Politik peserta pemilu untuk mendorong atau menggaungkan wacana pemilu tertutup.
"Tidak ada alasan bagi partai mendorong sistem proposional tertutup karena ingin penguatan partai dan menentukan kadernya yang mewakili di legislatif," kata Fernando kepada wartawan, Senin (02/01/2022).
"Berarti partai gagal melakukan perekrutan dan pengkaderan sehingga asal merekrut caleg untuk sekadar dicalonkan tanpa ada keinginan untuk diberikan kesempatan mewakili legislatif," ujar Fernando.
Fernando menjelaskan, mekanisme dari sistem proposional terbuka yang diatur pada Undang-Undang Pemilu sebetulnya sudah sangat tepat untuk diterapkan di kontestasi Pemilu 2024.
Hal itu lantaran, di dalam sistem Pemilu terbuka para pemilih nantinya diharapkan dapat lebih mengenal caleg melalui kompetisi yang digelar terbuka sebagai wadah untuk menyampaikan visi-misinya agar mendapatkan hati masyarakat.
Selain itu, Fernando menerangkan, alasan lain untuk membatalkan gugatan di MK itu, karena di dalam pemilu terbuka sebetulnya bagi partai politik diberikan hak penuh untuk melakukan perekrutan kader yang diusulkan untuk maju menjadi calon legislatif (caleg).
"Pada sistem proposional terbuka, partai juga diberikan hak penuh melakukan perekrutan dan mengusulkan calon legislatifnya," terang Fernando.
Oleh karena itu, ia berharap, MK dalam putusanya bakal menolak judicial review soal pengaturan sistem pemilihan legislatif yang saat ini proses gugatanya sedang berjalan.
"Saya sangat berharap Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak judicial review mengenai pengaturan pemilihan legislatif di UU Pemilu," tutur Fernando.
"Jangan sampai terjadi kemunduran dalam sistem pemilu legislatif kita yang sebelumnya juga sudah pernah menerapkan sistem proposional tertutup," sambung Fernando.
"Jangan sampai sistem proposional tertutup itu akan menjadi lahan bagi Partai Politik untuk melakukan transisional terhadap caleg yang akan ditunjuk," imbuhnya.
Kendati demikian, diakui Fernando, kelemahan dari sistem proposional terbuka sejauh ini telah membuat para pemilih menjadi transaksional ketika hendak menentukan pilihannya.
Namun di satu sisi, Fernando melihat, justru pola-pola tersebut merupakan tanggung jawab tugas dan kewajiban bagi para partai politik (parpol) untuk mendidik pemilih agar dapat menghindari politik transaksional.
"Justru menjadi tugas partai politik agar dapat memberikan pendidikan politik dan untuk para anggota DPR RI (harusnya) membuat UU yang mengatur sistem kampanye yang memperkecil peluang transaksional dengan pemilihnya," tandas Fernando. (GIB)
Baca Juga: Anies Lebih Pilih Pentingkan Pendidikan dan Kesehatan daripada IKN
tak ada alasan parpol gaungkan pemilu tertutup fernando emas pemilu 2024 mk mahkamah konstitusi
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...