CARITAU JAKARTA - Pengamat intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah menanggapi deklarasi Front Penegak Daulat Rakyat (FPDK) oleh sejumlah purnawirawan TNI. Front ini lahir karena keprihatinan atas penyelenggaraan negara oleh Presiden Joko Widodo yang dinilai banyak melanggar konstitusi.
Dalam pandangannya Amir Hamzah menyatakan deklarasi yang dilaksanakan di Gedung Joang 45 Jakarta sebenarnya merupakan ekspresi keinginan masyarakat luas untuk menolak Pemilu curang, tuntutan pemakzulan Prrsiden Jokowi karena pelbagai pelanggaran konstitusi yang dilakukan juga berkaitan dengan tuntutan diskualifikasi pencapresan Prabowo dan Gibran.
"Tuntutan ini tidak jauh berbeda dengan eksponen lain yang selama ini bersikap oposisi dengan rejim Presiden Jokowi, sehingg deklarasi tadi mencerminkan makin meluasnya tuntutan masyarakat terhadap pemakzulan Presiden Jokowi,: ungkap Amir Hamzah.
Esensi dari segala tuntutan yang digulirkan, lanjut Amir, sebenarnya menyangkut konstitusi Negara dimana ujungnya adalah untuk kembali ke cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
Berikutnya tuntutan yang diluncurkan seluruh komponen-komponen oposisi adalah tentang kepemimpinan nasional yang kinerjanya melanggar konstitusi dan secara sengaja menabrak peraturan perundang undangan sehingga tuntutan pemakzulan Presiden Jokowi merupakan sebuah objektif yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
"Namun pertanyaan timbul sekarang adalah dengan tuntutan masyarakat yang semakin masif mengapa Presiden Jokowi belum goyah dan DPR masih juga bersifat ambigu dalam merealisasikan Hak Angketnya," kata Amir.
Berkaitan dengan dinamika dan realitas politik yang sedang berlangsung selama kwartal pertama 2024 ini dan terjadi banyak kegiatan unjuk rasa kemudian makin marak tuntutan pemakzulan Presiden Jokowi, namun mengapa tuntutan itu seakan tidak digubris oleh Presiden Jokowi dan hanya dianggap angin lalu baik oleh partai politik maupun lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
Jika kita melakukan studi literasi, masih menurut Amir, gerakan-gerakan yang dilakukan komponen oposisi itu merupakan realitas gerilya politik sehingga kondisinya dapat disamakan dengan perang gerilya yang pernah berlangsung selama periode Perang Kemerdekaan yang dipimpin Panglima Besar Sudirman.
Cuma bedanya, gerilya yang dilakukan Panglima Besar Sudirman itu berlangsung dengan mengkonsolidasikan dan mengkoordinasikan semua kekuatan bersenjata pada saat itu. Sedangkan yang terjadi saat ini adalah memanfaatkan gerakan politik untuk berperang terhadap orang yang dzalim. Namun kelemahannya komponen – komponen oposisi itu bergerak dan berjuang tanpa koordinasi.
“Oleh karena itu, sebagai respon terhadap deklarasi FPDR tadi diharapkan agar front tersebut dapat mempromosikan dirinya sebagai sebuah front persatuan perjuangan dengan cara mengkosolidosikan, mengkoordinasika, mengintegrasikan dan mensinergikan semua komponen oposisi dalam satu kesatuan derap langkah perjuangan dalam menghadapi rejim yang dzalim. Itulah harapan kita kepada tokoh – tokoh bangsa yang baru saja selesai mendeklarasikan FPDR,” pungkas Amir.
Adapun tuntutan FPDR antara lain: 1. Menolak dengan tegas hasil Pemilu, khususnya Pilpres 2024 yang dinilai curang; 2. Mendesak DPR segera menggunakan Hak Angket guna menyelidiki seksama kecurangan Pemilu 2024; 3. Meminta agar Pasangan Prabowo-Gibran didiskualifikasi; 4. Meunutut DPR dan MPR segera memproses pemakzulan Presiden Joko Widodo. (DID)
pemakzulan jokowi presiden jokowi tolak pemilu curang pilpres 2024
Bawaslu RI Gelar Media Gathering untuk Evaluasi Pe...
RDF Rorotan Segera Beroperasi di Jakarta, Olah 2.5...
DPRD DKI Jakarta Dukung PAM Jaya Tingkatkan Layana...
Karutan Makassar Perketat Pengawasan Penyalahgunaa...
Sekda Marullah Beri Penghargaan Siddhakarya Bagi 1...