CARITAU JAKARTA - Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas menanggapi ikhwal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU/XXI/2023 tentang permohonan uji materi batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) di kontestasi Pemilu 2024. Uji materi itu diketahui dilayangkan pemohon yakni seorang mahasiswa Universitas Surakarta (UNS) atas nama Almas Tsaqibbiru Re A.
Adapun MK dalam putusan itu telah menambah baleid mengenai syarat pendaftaran Capres dan Cawapres yakni membolehkan usia dibawah 40 tahun dengan catatan memiliki pengalaman dan atau sedang menjabat Kepala Daerah yang telah terpilih melalui Pemilu ataupun Pilkada.
Baca Juga: PHPU Dapil 2 Jakut Berlanjut, 9 Hakim MK Bakal Putuskan Sebelum Pelantikan 106 Anggota DPRD DKI
Berkaitan dengan hal tersebut, Fernando menilai, putusan MK menimbulkan polemik besar didalam konstelasi politik dalam negeri.
Ia menyebut bahwa putusan MK telah menimbulkan polemik dan reaksi kemarahan publik lantaran MK ditenggarai telah mengangkangi kewenangan hukum pihak pembuat Undang-undang yakni DPR RI dan juga pemerintah.
"Putusan MK membuat polemik dan persoalan dalam perjalanan bangsa Indonesia. MK tidak konsisten dalam menangani dan memutuskan uji materi yang seharusnya menjadi ranah pembuat Undang-Undang yaitu DPR dan Pemerintah namun diambil alih oleh MK," kata Fernando dalam keterangan tertulis yang telah diterima caritau.com, Selasa (17/10/2023).
Selain itu, dirinya menganggap putusan yang diambil itu telah merepresentasikan bahwa MK sebagai lembaga konsitusi sudah masuk dalam ranah politik pragktis. Disisi lain, Fernando juga melihat, bahwa putusan itu akan berimplikasi pada menurunnya kepercayaan publik kepada MK yang saat ini telah dipimpin oleh adik ipar Presiden Jokowi, Hakim Anwar Usman.
"Hakim MK sudah menjerumuskan lembaga pengawal konstitusi tersebut dalam pusaran politik sehingga membuat turun tingkat kepercayaan publik, seperti yang diungkapkan oleh Saldi Isra," terang Fernando.
Ia menilai, keputusan mengabulkan dan menambahkan baleid pemohon tersebut sangat jelas merupakan manifestasi karpet merah bagi Gibran Rakabuming yang merupakan ponakan dari Ketua MK Anwar Usman.
Oleh karena itu, menurur Fernando, penilaian negatif publik selama ini mengenai terpilihnya Anwar Usman sebagai Ketua MK, terbukti akan motif sarat dengan konflik kepentingan.
"Apalagi kalau Gibran itu menjadi cawapres Prabowo dan sengketa pilkada disidangkan oleh MKz maka Anwar Usman tidak bisa lari dari konflik kepentingan karena Gibran merupakan keponakannya," jelas Fernando.
Atas dasar itu, Fernando turut mendesak Anwar Usman mundur dari jabatannya sebagai Ketua MK. Hal itu lantaran, MK sejak dipimpin oleh Anwar Usman terliha semakin terpuruk dan telah hilang Marwah sebagai lembaga yang harus menjaga nilai-nilai moral konstitusi.
Menurut Fernando, MK yang saat ini yang dipimpin oleh Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi itu, telah menegasikan sendiri indeks penilaian masyarakat bahwa ditengarai telah berubah menjadi Mahkamah Keluarga.
"Seharusnya Anwar Usman mundur dari Ketua MK agar jangan semakin terpuruk dibawah kepemimpinannya.Menjadi catatan buruk juga bagi pemerintahan Jokowi karena terpuruknya MK dan menurunnya tingkat kepercayaan pada saat Jokowi menjadi Presiden," kata Fernando.
"Terlalu panjang dan berliku usaha Jokowi untuk mempertahankan kekuasaan. Saya melihat dimulainya upaya tersebut dari usaha Jokowi memperpanjang masa jabatan, mendorong masa jabatan presiden 3 periode sampai pada akhirnya membuka peluang bagi anaknya Gibran menjadi kontestan pilpres 2024," sambungnya.
Disisi lain, Fernando menduga bahwa hubungan pernikahan adik kandung Jokowi, Idaya dengan Anwar Usman ditenggarai merupakan salah satu upaya yang di akukan untuk membangun upaya kepentingan politik dinasti keluarga.
"Jangan-jangan pernikahan adik Jokowi, Idaya dengan Anwar Usman adalah pernikahan politk yang dilakukan untuk kepentingan politik keluarga Jokowi? Dengan adanya upaya untuk mempertahankan kekuasaan, jangan-jangan ada sesuatu yang dikuatirkan Jokowi terkait persoalan hukum," ungkap Fernando.
Oleh karena itu, Fernando berharap, seluruh elemen masyakarat dapat berpikir cerdas dalam memberikan hak suaranya di konstelasi Pemilu 2024 dengan memilih sosok yang tidak memiliki hasrat kekuasaan politik dinasti dalam upaya untuk mempertahankan kekuasaan.
"Saya berharap masyarakat semakin cerdas menyikapi keputusan MK terkait memberikan karpet merah bagi Gibran dengan menggunakan hak suaranya untuk memilih capres yang bukan merupakan upaya membangun politik dinasti," tandas Fernando. (GIB/DID)
Baca Juga: MK Tolak Seluruh Permohonan Anies-Muhaimin
mahkamah konstitusi ketua mk anwar usman ipar jokowi langgengkan kekuasaan sarat kepentingan
Cagub Sulsel 01 Danny Pomanto Dilaporkan ke Bawasl...
Warga Akui Pembangunan Andi Sudirman di Lejja Sopp...
Founder AAS Foundation Andi Amran Sulaiman Serahka...
Dozer Sulsel Nobar Bahrain vs Timnas, 2 Gol Indone...
Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal Cina