CARITAU JAKARTA – Peneliti Institut Nagarjuna, Eddy Setiawan menyebut Waisak menjadi momen yang menggembirakan bagi umat Buddha.
Eddy mengenang, semasa kecil dia dan keluarga rutin melaksanakan sembahyang di wihara bersama. Pada momen tersebut, keluarga besar Eddy yang mayoritas beragama Buddha akan berkumpul bersama
Baca Juga: Gebyar Waisak 2024 di Temanggung
“Waisak karena memang keluarga saya mayoritas beragama Buddha. Jadi sejak kecil sudah merayakan. Kalau di rumah karena kita punya altar sembayang untuk yang harian kita di rumah. Nah kalau momen Waisak kita bareng-bareng keluarga di wihara. Ada kebaktiannya yang bersifat umum, ada yang menyambut detik-detik Waisak. Momen Waisak membawa kebahagiaan,” ujar Eddy Setiawan kepada Caritau.com pada Senin (16/5/2022).
Selain sebagai ajang perayaan, Waisak menurut Eddy juga dimaknai untuk mengingat kembali makna sesungguhnya Trisuci Waisak. Menurut Eddy, Trisuci Waisak adalah hari suci umat Buddha merayakan tiga peristiwa penting.
"Pertama, lahirnya seorang pangeran Siddharta sebagai calon Buddha di Taman Lumbini tahun 623 SM. Kedua, Pangeran Siddharta mencapai puncak penerangan agung dan jadi Buddha di Bodh Gaya (Buddha-Gaya) di usia 35 tahun pada tahun 588 SM. Dan yang ketiga, wafatnya Buddha Gautama parinibbana di usia 80 tahun pada tahun 543 SM di Kusinara," beber Eddy
Secara kosmologi Buddhis, ujar Eddy, alam manusia (manussa) adalah alam tengah antara alam menderita (alam apaya) dan alam bahagia (suggati).
Hal ini amat memungkinkan manusia merasakan secara silih berganti penderitaan dan kebahagiaan. Kadang bahagia kadang menderita.
Ada yang banyak bahagia sedikit menderita, ada pula yang sebaliknya sedikit bahagia banyak menderita. Berbeda dengan alam apaya dimana makhluknya lebih banyak merasakan penderitaan dan sebaliknya makhluk di alam surga lebih banyak merasakan kebahagiaan.
“Umat Budha harus meneladani jalan hidup Buddha. Dia pernah ada di dua titik ekstrem. Dia anak raja, hidup dalam kenyamanan yang semuanya sudah tercukupi. Namun pada prosesnya, dia memilih jalan hidup yang susah, seperti berpuasa dan hanya makan nasi. Para ahli bahkan menyebut Budha meninggal dalam kondisi gangguan pencernaaan yang kronis,” ujar narasumber dalam program Rio Caritau episode 3 berjudul ‘Ternyata Aku China’ (Imlek Untold) ini.
Dalam hidup, tambah Eddy, manusia harus kesadaran. Dengan kesadaran kita bisa menyanyangi semua mahluk dan alam semesta. Jika tak ada kesadaran, dunia akan melahirkan manusia serakah yang bisa saling menyakiti satu sama lain, bahkan merusak alam semesta.
“Dengan kesadaran kita bisa meminimalisir. Umat Budha harus meneledani guru agungnya, yakni Buddha. Jika sudah meneladani, pencerahan sempurna akan bisa kita dapatkan. Dalam hidup, kita harus meneladan sosok Buddha” pungkas Eddy. (RIO)
Baca juga:
Lentera Menyambut Waisak 2566 BE
Peringati Waisak, Menag Ajak Umat Budha Perkuat Moderasi Beragama
Hari Raya Waisak, Mata Air Umbul Jumprit dan Api Abadi Mrapen
Remisi Khusus Waisak Bagi 1.252 Narapidana Buddha, 7 Orang Dibebaskan
Wisata Ke Borobudur di Hari Libur Waisak, Damri Siapkan Trayek Khusus
Dee Lestari Rayakan Waisak: Semoga Kita Berbahagia
Mengenang Gus Dur yang Sudah Dianggap Seperti Dewa oleh Etnis Tionghoa
Baca Juga: Festival Lampion Waisak 2568 BE/2024 di Borobudur
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...