CARITAU JAKARTA – Peneliti tuberkulosis (TBC) dan akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Ahmad Fuady M.Sc PhD menegaskan TBC penyakit menular tapi bisa disembuhkan bahkan dalam 2 minggu.
Afmad merasa perlu mengingatkan, sebab penderita tuberkulosis atau TBC rentan mengalami gangguan kesehatan mental karena kerap dikucilkan dari lingkungannya.
"Yang kena TBC apalagi yang resistan obat, mereka masih mengalami mental health yang terganggu, gimana kerjaannya, gimana kalau ditinggal teman, dikeluarkan dari kerjaan, ditinggal pasangan. Mereka butuh support psikologis," kata Ahmad dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis di Jakarta, Senin (25/3/2024).
Ahmad mengatakan dalam penelitian yang pernah ia lakukan di tujuh provinsi di Indonesia, sebanyak 61 persen orang mengalami stigmatisasi TBC, dan 31 persen di antara mereka mengalami depres
Pengukuran tingkat depresi pasien TBC ada pada bagaimana stigmatisasi masyarakat yang dialamatkan pada pasien, adanya depresi atau kecemasan terhadap pekerjaan dan reaksi keluarga, dan bagaimana kualitas hidupnya setelah didiagnosa terkena tuberkolosis.
Ia mengatakan perlu adanya intervensi dari berbagai pihak baik pribadi maupun komunitas penyintas TBC agar bisa membangun sebuah sistem dukungan yang bisa menurunkan masalah kecemasan penderita TBC.
"Yang sedang kami lakukan di dua provinsi Depok dan Padang, kami ukur kalau ada pasien datang pertama kali terdiagnosis TBC baik sensitif maupun kebal ditanya ada nggak masalah mentalnya, kalau ada kita skrining dan di arahkan ke pertemuan kelompok," katanya.
Grup konseling dilakukan dengan memberikan ruang pada penderita TBC mengekspresikan keluh kesahnya dan saling membantu satu sama lain karena memiliki kesamaan yang bisa dibagikan.
Konseling juga bisa dilakukan untuk keluarga yang kerap mengucilkan anggota keluarga lainnya yang terkena TBC, agar mereka tetap bisa diterima di lingkungan keluarganya.
Dukungan juga bisa diwujudkan dari lingkungan pekerjaan dengan memberikan hak-hak bagi penderita TBC jika mereka pergi ke pusat kesehatan.
Ahmad mengatakan perusahaan sebaiknya tidak mengeluarkan karyawannya karena TBC, diberikan keleluasaan untuk berobat, dan tidak dipotong gaji saat izin berobat setidaknya 2 bulan atau 2 minggu sampai pasien merasa lebih baik.
Bagi pekerja yang memiliki risiko terpapar silika di pekerjaannya, perusahaan diharapkan memberikan fasilitas skrining agar TBC bisa dicegah lebih awal.
Di satu dr. Ahmad mengatakan pekerja yang mengalami tuberkulosis atau TBC perlu menerapkan kedisiplinan agar tidak menularkan rekan kerja di kantor seperti memakai masker dan ruangan kerja dengan ventilasi baik.
"Pertama pakai masker, kedua ruangannya punya ventilasi yang baik jangan di ruang tertutup, kalau setelah dua minggu nggak ada kuman TBC yang kelihatan, sebenarnya aman untuk dia bersosialisasi dengan yang lain," katanya Senin.
Ahmad mengatakan jika pasien TBC sensitif obat menjalani pengobatan teratur, maka dalam 2 minggu sudah bisa terlihat hasil baiknya karena gejalanya turun.
Pemeriksaan dahak juga bisa dilakukan dalam dua minggu pengobatan, namun pasien harus tetap memakai masker saat berinteraksi dengan orang lain.
Advokasi kepada perusahaan juga perlu dilakukan untuk memberi edukasi bahwa TBC bisa disembuhkan meskipun termasuk penyakit menular.
"Yang sulit adalah rekan kerja nggak mau kerja bareng lagi, pimpinan menyuruh pindah tempat lain, ini yang harus di advokasi ke perusahaan supaya mereka ngerti TBC penyakit menular tapi bisa disembuhkan bahkan dalam 2 minggu," katanya dikutip Antara.
Indikator kesembuhan pasien TBC adalah jika tidak ada lagi kuman di dahak dan jaringan paru. Kuman tersebut bisa hilang atau pindah tempat dan terperangkap di organ lain, yang jika daya tahan tubuh menurun, bisa terjadi kekambuhan.
Sementara itu, Ahmad mengatakan pengobatan TBC ditanggung BPJS selama 2 bulan. Selain itu juga ada pengobatan yang mengonsumsi obat selama 6 bulan, namun jika tidak disiplin dan berhenti di tengah pengobatan risiko kambuhnya akan lebih besar.
Jika memiliki faktor risiko seperti diabetes, HIV Aids, malnutrisi dan kegemukan, bisa dilakukan pengecekan medis karena bisa berisiko terkena TBC.
"Orang kurus nggak TBC tapi kurus karena nutrisinya jelek, kalau kegemukan juga harus periksa karena nggak a bagus itu juga bisa berisiko," pungkas Ahmad. (HAP)
Baca Juga: Diduga Alami PTSD, Tentara Israel Tembaki Rekan-rekannya di Kamp Akshelon
Baca Juga: 2.800 Tentara Israel Direhabilitasi Kementerian Pertahanan, 18% di Antaranya Alami PTSD
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024