CARITAU JAKARTA – Di era arus informasi dan akses ilmu pengetahuan yang semakin mudah, kesehatan mental kini telah menjadi perhatian dan kesadaran banyak orang.

Merujuk Riset yang dilakukan Maybelline New York bersama JAKPAT menyebut bahwa 6 dari 10 Gen-Z berusia 18-25 tahun di Indonesia mengatakan pernah mengalami gejala isu kesehatan mental. 

Baca Juga: Soroti Daya Beli Generasi Z di Jakarta, DPRD DKI: Bisa Berkontribusi Besar Kendalikan Inflasi

Namun sayangnya, hal tersebut tak dibarengi dengan keberanian untuk mengungkapkannya atau bahkan berkonsultasi dengan ahli. Hanya 15% yang berani memilih pergi ke psikolog untuk membantu menanganinya.

Penjelasan lebih lanjut juga disampaikan oleh Psikolog klinis dan Co-Founder KALM, Karina Negara. 

Menurut Karina, tantangan utama memasuki usia 20 adalah menyatukan ekspektasi dan realita.

Jika kedua hal tersebut tak terwujud, maka muncul rasa cemas dan ketakutan bagi mereka yang akan beranjak dewasa. 

Hasil riset yang dilakukan Karina dan tim menyebut jika rasa cemas akan masa depan dialami oleh 60% dan isu masalah pendewasaan sebanyak 43%.

"Memasuki usia 20an adalah fase peralihan seseorang dari remaja menuju dewasa, dengan segudang ekspektasi yang ada di benak mereka," katanya dalam keterangan pers, Senin (31/10/2022).

Tidak bisa dimungkiri, pengaruh media sosial sangat besar terutama bagi para Gen-Z, di mana kebanyakan mereka terpapar pada konten-konten yang ‘ideal’ walaupun terkadang tidak mencerminkan realitanya secara utuh.

Karina sebagaimana dilansir Antara, lantas mendukung kesiapan dan kesehatan mental mereka yang sedang bertransisi. 

Mengingat hal tersebut penting bagi Gen-Z untuk memperoleh pendampingan dan panutan yang bisa menyeimbangkan ekspektasi dan realita.

"Bahwa hidup tidak selamanya manis sebagaimana di media sosial," ujar Karina. (RIO)

Baca Juga: KPU Ajak Milenials dan Gen Z di Kota Bandung untuk Sukseskan Pemilu 2024