CARITAU JAKARTA - Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) setiap tahunnya diperingati pada tanggal 10 Oktober. Hari ini diperingati untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa.
HKJS tahun 2022 ini merupakan peringatan yang ke-28 dengan mengusung tema ”Make Mental Health and Well Being for all a Global Priority‘ atau ”Jadikan kesehatan mental untuk semua sebagai prioritas global”.
Peringatan HKJS adalah salah satu momentum untuk mengkampanyekan bahwa semua orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa yang berkualitas dan perlunya upaya bersama semua pihak untuk mencegah dan mengendalikan masalah kesehatan jiwa. Salah satu dampak paling fatal dari masalah kesehatan mental adalah bunuh diri.
Untuk menigkatkan kepedulian kita akan hal tersebut, salah satunya adalah mengasah kepekaan kita kepada sesama di sekitar untuk pencegahan bunuh diri.
Psikolog klinis lulusan Universitas Gadjah Mada Zahrah Nabila Putri mengungkapkan, mengasah kepekaan dan kepedulian dengan sesama di sekitar menjadi upaya pertama dan penting dalam pencegahan bunuh diri.
Baca Juga: Pria di Makassar Panjat Tower 40 Meter, Diduga Ingin Bunuh Diri
"Dukungan dari teman sekelas, keluarga, kampus, itu penting, bisa dilakukan sebagai upaya reach out pertama (pencegahan bunuh diri)," kata Zahrah pada Senin (10/10/2022).
Dari sisi perguruan tinggi, Zahrah menilai diperlukan adanya pemantauan untuk kondisi mahasiswa, namun, sayangnya, tidak semua fakultas atau jurusan bisa memberikan fasilitas tersebut.
"Ada check in mental health every month, misalnya, mengingat semua jurusan pasti ada stressful-nya untuk mahasiswa, apalagi ini adalah kondisi pasca pandemi, ada adaptasi dari online ke offline lagi, adaptasi dengan orang-orang dan lingkungan baru, dan lainnya. Banyak stress factor-nya," jelas dia.
Namun, meski fasilitas tersebut mungkin telah disediakan oleh pihak kampus, tantangan lainnya adalah dari individu yang dituju, apakah ia mau untuk dibantu, apakah ia mau membagikan cerita sensitif yang ia alami, dan intervensi lainnya.
Menurut Zahrah, kelompok yang bisa dibilang rentan untuk mengalami gangguan kecemasan, depresi, hingga akhirnya mengarah ke upaya bunuh diri adalah mahasiswa baru yang baru saja mengalami masa transisi dari sekolah ke bangku kuliah.
Lingkungan yang ia tinggali sekarang berbeda, pertemanan yang jauh lebih beragam, dan adaptasi lainnya yang mungkin dapat membuat diri sendiri menjadi kewalahan.
Untuk itu, dilansir dari Antara, lanjut Zahrah, kehadiran masing-masing individu diperlukan untuk satu sama lain, agar tidak merasa sendiri dan menggugah pikiran negatif.
"Ini menjadi reminder ke semua orang bahwa ada basic needs kita sebagai manusia. Sesederhana merespons obrolan di chat, baik di group chat maupun personal. Ada yang merasa insecure karena ia tidak pernah direspons, membuat dia merasa sendiri. Kita harus menyadari ada hal-hal sederhana seperti itu yang sudah meaningful untuk orang lain," jelas dia.
"Bahwa kita perlu needs untuk terkoneksi, memiliki dukungan, tema-tema seperti itu perlu untuk dihadirkan agar semua bisa bersuara dan membangun trust, dan koneksi aman di dalam pertemanan. Support pertama adalah kita yang berada di sekitar," imbuhnya.
Lebih lanjut, Zahrah juga menyarankan bagi mereka yang memiliki kesulitan dan merasa tidak mampu menghadapinya sendiri, untuk mencoba mencari bantuan ke profesional seperti psikolog. Ia mengatakan, perlu kesadaran dari dalam diri juga untuk mau mengakui bahwa diri sendiri membutuhkan bantuan lebih lanjut.
"Informasi sangat luas. Kita memiliki banyak 'pendekatan' profesional yang seperti apa, yang dirasa cocok dengan kondisi saat ini. Perlu terbuka dengan media terapi lainnya, yang bisa diakses dari rekan-rekan terdekat, hingga platform dengan berbagai layanan online maupun offline, yang bisa disesuaikan dengan budget," kata Zahrah.
"Yang terpenting, jangan sampai kehilangan harapan. Lakukan hal yang dirasa cocok, seiring dengan adanya keinginan untuk pulih. Jika merasa stuck, jeda pun tidak apa-apa. Mungkin itu waktunya untuk kontemplasi, dan itu juga membutuhkan waktu, fasilitasi untuk mengasah aspek emosi, fisik, dan pikiran," tambah dia. (IRN)
Baca Juga: Viral Kasus Bunuh Diri Akibat DC, OJK Minta AdaKami Klarifikasi
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024