CARITAU JENEWA - Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengungkapkan kekhawatirannya akan serangan Rusia terhadap fasilitas pangan dan bahan pangan Ukraina.
Hal tersebut dipicu usai Moskow menarik diri dari perjanjian yang memfasilitasi ekspor pangan.
“Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengungkapkan kekhawatiran mengenai kemungkinan naiknya harga pangan global," akibat keluarnya Rusia, kata Juru Bicara Sekjen PBB Farhan Haq, dilansir dari laporan Antara, Kamis (17/8/2023).
"Jelas, apa yang dia inginkan adalah kembalinya Prakarsa Hijau Laut Hitam dan pemahaman yang sudah kita miliki," kata Haq.
Baca Juga: Israel Tolak Resolusi PBB Tentang Keanggotaan Palestina
"Dan dia melakukan segala yang dia bisa untuk melihat apa yang bisa dilakukan guna memastikan ekspor pangan dan pupuk dapat keluar dari Ukraina dan Federasi Rusia, namun tindakan seperti ini membuat kegiatan semacam itu semakin sulit," tambah dia.
Diberitakan sebelumnya, Rusia menghentikan keikutsertaannya dalam perjanjian pangan Laut Hitam yang diprakarsai PBB dan Turki pada 17 Juli lalu dengan dalih permintaannya dalam perjanjian itu tak dipenuhi.
Rusia memberikan syarat pembatasan perbankan dilonggarkan dan ekspor pupuk dibolehkan lagi, sebelum kembali masuk perjanjian itu.
Perjanjian itu berlaku pada Juli 2022 dan menjadi tonggak penting bagi upaya menunjang keamanan pangan global setelah ekspor pangan dari pelabuhan Laut Hitam Ukraina dihentikan akibat embargo yang diberlakukan Rusia dalam rangka perang melawan negara tetangganya di Eropa Timur itu.
GCC Ingin Rusia dan Ukraina Damai
Sementara itu, Dewan Kerjasama Teluk (GCC) mendukung perdamaian di Ukraina dan menegaskan melanjutkan perjanjian pangan Laut Hitam adalah hal mendesak.
"Negara-negara GCC mendukung upaya damai dalam menyelesaikan krisis Rusia-Ukraina," kata Sekretaris Jenderal GCC Jassem Mohamed Albudaiwi setelah berbicara lewat telepon dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba.
"Dia menekankan pentingnya melanjutkan kesepakatan ekspor pangan antara Rusia dan Ukraina melalui Laut Hitam, dalam rangka memfasilitasi ekspor gandum, pangan pokok dan pasokan kemanusiaan, untuk turut memastikan ketahanan pangan di negara-negara terdampak," kata Albudaiwi.
Dia menegaskan bahwa GCC mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional dan Piagam PBB.
Rusia menangguhkan keikutsertaannya dalam perjanjian pangan Laut Hitam pada 17 Juli dengan alasan bagian Rusia dalam perjanjian itu tidak dijalankan.
Rusia ingin mendapatkan pelonggaran untuk pembatasan perbankannya dan kemampuan dalam mengirimkan pupuknya sebelum memutuskan terikat dengan perjanjian.
Perjanjian yang ditandatangani Juli tahun lalu di Istanbul oleh Turki, PBB, Rusia, dan Ukraina itu berupaya melanjutkan ekspor lewat pelabuhan-pelabuhan Ukraina yang terhenti akibat perang Rusia-Ukraina sejak Februari 2022.
Turki menyatakan negara-negara Barat harus berusaha menjawab keluhan Rusia dan berharap Rusia kembali masuk perjanjian itu. (IRN)
Baca Juga: Menteri Luar Negeri AS: Israel Setujui 'Misi Penilaian' PBB di Gaza utara
invasi rusia perang rusia vs ukraina laut hitam perjanjian laut hitam ekspor pangan pbb gcc
Tujuh Desa Terdampak Erupsi Abu Vulkanik Gunung Ib...
Bhikkhu Thudong Singgah di Temanggung
Aksi wartawan Malang Tolak RUU Penyiaran
Golkar Berpeluang Dukung Raffi Ahmad Maju Pilkada...
Partai Golkar Dukung Khofifah-Emil Dardak di Pilka...