CARITAU JAKARTA - Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena menyoroti perihal keputusan DPR RI yang baru saja resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja melalui rapat paripurna yang digelar pada Selasa (21/3/2023).
Sebagai informasi, berdasarkan hal itu maka secara resmi dengan disahkannya Perppu Cipta Kerja oleh DPR, maka otomastis Perppu tersebut akan berubah menjadi Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca Juga: DPR Bakal Bahas RUU DKJ sesuai Mekanisme
Merespon hal itu, Wirya menilai, sikap DPR RI yang mengesahkan aturan Perppu Ciptaker dirapat Paripurna merupakan langkah gegabah yang dapat mencederai hati rakyat. Sebab, menurutnya, sebelum Presiden Jokowi meneken Perppu Cipta Kerja, diketahui Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja juga mendapat penolakan besar dari masyarakat.
Disisi lain, dirinya juga membantah klaim sepihak dari pemrintah yang menyebut Perppu Ciptaker diterbitkan lantaran kondisi darurat ekonomi dan investasi. Sebaliknya, menurut Wirya, atas disahkanya Perppu Ciptaker menjadi Undang- Undang Ciptaker merupakan salah satu bentuk abainya sikap pemerintah terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada November lalu.
“Langkah DPR gegabah. Penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh pemerintah pada dasarnya sudah bermasalah. Kami melihat penerbitan Perppu ini tidak mengandung unsur kedaruratan sebagaimana klaim pemerintah," kata Wirya dalam keterangan tertulis yang dikutip Caritau.com, Kamis (23/3/2023).
"Dengan penerbitan dan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU tersebut, Pemerintah dan DPR dapat dianggap tidak menghargai dan mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi pada November 2021," sambungnya.
Wirya mengungkapkan, atas kembali disahkanya UU Ciptaker melalui mekanisme alur penerbitan Perppu yang diteken ole Presiden Jokowi dan dibawa ke Paripurna telah berimplikasi kepada kembali timbulnya kekecewaan dan kemarahan rakyat yang sejak awal menolak dan mengkritik keras Undang-Undang Cipta Kerja.
Hal itu lantaran, menurut Wirya, penolakan atas UU Ciptaker oleh sebagian besar elemen publik bukan tanpa alasan, melainkan karena peraturan itu telah merampas berbagai lini kehidupan baik aspek sosial, aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
"Apalagi, Perppu Cipta Kerja mendapatkan penolakan secara luas oleh berbagai kalangan masyarakat, mengingat luasnya dampak Perppu ini terhadap berbagai lini kehidupan. Dalam hal situasi ini DPR harusnya lebih berhati-hati dalam menyikapi Perppu Cipta Kerja dan tidak gegabah maupun terburu-buru dalam melakukan pengesahan," imbuh Wirya.
Wirya menjelaskan, denga diterbitkannya dan disahkanya Perppu Cipta Kerja yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI tanpa lebih dulu mempertimbangkan aspirasi kebutuhan masyarakat, jelas merenggut hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam urusan publik.
Wira menerangkan, hal itu seharusnya dilakukan DPR RI sebagaimana tertulis didalam Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah disahkan melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005.
"DPR sebagai wakil rakyat seharusnya membela dan mendengarkan aspirasi rakyat, bukan malah secara terang-terangan mengabaikannya," terang Wirya.
Ia menambahkan, selain melanggar konvensi International mengenai hak-hak sipil dan politik, dengan disahkanya Perppu Ciptaker menjadi UU Ciptaker disinyalir juga telah melanggar terkait aturan Penjelasan Umum UU nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"(Dalam aturan itu) juga telah ditegaskan bahwa proses pembentukan terkait aturan perundang-undangan harus dilakukan dengan partisipasi bermakna, yang mensyaratkan adanya hak warga untuk didengarkan pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapat penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan," tandas Wirya. (GIB/DID)
Baca Juga: KPU Bakal Bersurat ke DPR Soal Revisi PKPU Capres dan Cawapres
pengesahan uu cipta kerja amnesty internasional indonesia dpr gegabah dpr ri
Diduga 36 Ribu Suara Beralih ke Partai Garuda, PPP...
Bambang Pramujati Resmi jadi Rektor ITS 2024-2029
Seminar Okestrasi Vokasi di Era Revolusi Industri...
Arab Saudi Sudah Selesaikan 171 Ribu Visa Jamaah H...
Basarnas Berangkatkan Kembali Personel Pasca-Erups...