CARITAU JAKARTA – Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), mengaku geli mendengar tanggapan Mardani H Maming yang merasa difitnah atas vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Banjarmasin dalam kasus suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu Kalsel.
“Ini kan proses hukum, masa dianggap fitnah? Begitu kan? Jadi ya saya agak ketawa saja lah kalo dianggap ini fitnah,” kata Boyamin Saiman saat dimintai pendapat tentang vonis 10 tahun penjara Mardani, Minggu (12/2/2023).
Baca Juga: Ali Fikri Sebut Penyidik Internal Geledah Tiga Rutan KPK dan Sita Alat Bukti Kasus Pungli
Mardani H Maming telah divonis majelis hakim tipikor di Pengadilan Negeri Banjarmasin pada Jumat (10/2/2023) dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta, plus membayar uang pengganti Rp110 miliar setelah terbukti menerima suap.
Menurut Boyamin yang ikut mengawal kasus tersebut agar bisa penyidikan sampai ditetapkan tersangka oleh KPK, vonis 10 tahun yang dijatuhkan hakim tipikor kepada Mardani sudah sesuai.
“Saya merasa sudah pas lah 10 tahun itu, ya tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan, sedang atau rata rata,” katanya.
Sebab sejak awal kasus mencuat, lanjut Boyamin, Mardani telah diduga melakukan konflik kepentingan dengan memperdagangkan pengaruhnya selama menjabat Bupati Tanah Bumbu, yakni mengalihkan IUP kepada perusahaan milik Hendri Soetio.
“Dengan kompensasi seakan-akan ada kerja sama. Padahal dalam kerjasamanya itu diduga tidak setor modal dan tidak bekerja. Jadi ya otomatis, kalau Pak Mardani bukan Bupati, apa kira-kira dia dikasih oleh Hendri Sutio?” paparnya.
Menurut Boyamin, sejak awal kasus mencuat, sudah ada dugaan bahwa kerja sama antara perusahaan Hendri Soetio (yang mendapat IUP dari Bupati Mardani) dengan perusahaan yang terafiliasi Mardani hanya kamuflase, di mana Mardani memberi IUP kepada Hendri dengan imbalan yang dikamuflase seolah ada kerja sama antara dua perusahaan.
“Jadi kalau bahasa sederhananya, diduga seperti ini lho ya, bagian dari kickback. Kalau di luaran disebut jatah preman, karena dia (Mardani) yang punya kewenangan untuk mengalihkan, maka dia mendapat bagian. Tanda kutipnya kan seperti itu, sehingga hakim juga memahaminya sebagai sebuah perbuatan korupsi,” paparnya.
Oleh sebab itu, vonis hakim 10 tahun menjadi wajar karena adanya konflik kepentingan atau conflict of interest tersebut.
“Dan ketika oleh hakim ini divonis bersalah, berarti kan menurut hakim juga kamuflase. Itu yang tidak dipahami oleh Pak Maming,” katanya.
Menurut MAKI, pelajaran utama yang bisa dipetik dari vonis atas Mardani H Maming, siapapun yang menjadi pejabat agar menghindari konflik kepentingan dengan tidak mencampuradukkan antara kepentingan pribadi atau kepentingan kelompoknya dengan kepentingan kekuasaan.
Contoh dalam kasus Mardani, boleh-boleh saja (pejabat) memindahkan, memberikan izin, mencabut izin tambang, tapi dengan ukuran yang jelas dan tidak ada maksud tersembunyi untuk mendapatkan sesuatu.
“Jadi menghindarkan diri dari keinginan keinginan pribadi dalam mengambil kebijakan,” kata Boyamin.
Sayangnya, lanjut Boyamin, masih sangat banyak pejabat kita yang tidak paham akan hal itu.
“Masih dianggap biasa-biasa saja kalau memberikan sesuatu ke level birokrasi yang seakan-akan memang berhak mendapatkan upah. Padahalkan dia (pejabat) ditugaskan, digaji negara untuk menjalankan wewenang itu secara adil,” paparnya.
“Nah inilah pelajaran utama dari kasus ini, bahwa pejabat itu tidak boleh melakukan konflik kepentingan. Tidak boleh menunggangi kebijakan-kebijakannya dengan kepentingan pribadi… Jangan melakukan kerja sama dengan pihak yang diberi ijin. Misalnya menetukan pemenang tender atau memberi izin, jangan sampai ada jatah-jatahan, atau istilahnya jatah preman,”pungkasnya.
Mardani H Maming sendiri di persidangan saat menanggapi vonis hakim mengaku difitnah.
"Terima kasih, Yang Mulia. Apa yang disampaikan Yang Mulia yang mana dianggap korupsi itu adalah pendapatan perusahaan yang dijadikan sebagai alat korupsi. Saya merasa itu tidak benar dan itu semuanya menjadi fitnah kepada diri saya," kata Maming yang mengikuti sidang pembacaan vonis secara virtual dari Gedung KPK Jakarta Selatan.(RMA)
Baca Juga: Dua Pejabat Dishub Bandung Divonis 4 dan 5 Tahun Penjara dalam Kasus Bandung Smart City
boyamin saiman koordinator masyarakat anti korupsi indonesia maki mardani h maming vonis 10 tahun penjara suap kpk iup tanah bumbu kalsel
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...