CARITAU JAKARTA – Pakar psikologi forensik Reza Indrari Amriel merisaukan joget ‘gemoy’ secara berulang yang dilakukan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto. Alasannya adalah joget tersebut dilakukan tanpa memperhatikan konteks dari acara. Diketahui, Prabowo juga berjoget saat debat capres pertama yang digelar KPU pada Selasa (12/12/2023).
"Sekarang bukan kondisi fisik Prabowo yang saya risaukan. Toh dia sudah menjalani pemeriksaan di rumah sakit, (tapi) joget berulang tanpa memperhatikan konteks acara," kata Reza kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/12/2023).
Baca Juga: Hasil Rekapitulasi KPU di NAD, AMIN Nomor Wahid, Ganjar Posisi Buncit
Menurut dia, joget ‘gemoy’ Prabowo menjadi strategi branding dalam rangka meyakinkan publik bahwa mereka sehat. Seperti dilansir Antara, Reza membandingkannya dengan yang dilakukan oleh Donald Trump (Presiden Amerika Serikat ke-45) pada tahun 2019 setelah dinyatakan lolos dari serangan COVID-19.
Selain itu, Reza juga menyebutkan Boris Yeltsin (Perdana Menteri Rusia era 90-an), yang dikenal mempunyai riwayat penyakit jantung juga melakukan hal serupa pada tahun 1996.
Kedua tokoh itu, kata Reza, berjoget dalam rangka meyakinkan publik bahwa mereka sehat. Dengan begitu masyarakat tidak ragu akan kesanggupan mereka memimpin Amerika Serikat dan Rusia.
Dari dua pendekatan itu, menurut Reza, masuk akal jika Prabowo, dengan usianya yang sudah lanjut dan kondisi kesehatannya yang jauh dari prima, melakukan pendekatan serupa guna mempengaruhi persepsi publik.
"No problem. Setiap kontestan Pilpres boleh bikin siasatnya masing-masing," ujar sarjana Psikologi itu.
Namun, lanjut dia, Trump dan Yeltsin bergoyang asyik cuma di saat berada di panggung dan ketika musik mengalun. Itu pun hanya satu-dua kali.
Keduanya tidak menjadikan joget sebagai strategi branding yang dipertontonkan terus menerus. Sementara menurut Reza, Prabowo justru terlalu sering berjoget sehingga itu menjadi masalah.
"Prabowo joget terlalu sering. Tanpa musik pula dan seperti tak kenal situasi. Saat ditanya hal serius, tanpa jawaban tuntas, Prabowo justru ‘menggenapi’ jawabannya dengan berjoget," paparnya.
Reza menyampaikan, joget berulang tanpa memperhatikan konteks acara, ditambah pernyataan-pernyataan Prabowo yang serba mengambang dan terputus, itulah yang membuatnya waswas akan satu hal, yaitu executive functioning Prabowo.
Ia menjelaskan, executive functioning bersangkut-paut dengan kesanggupan manusia mengelola informasi lalu membuat keputusan yang solid.
Joget Prabowo terkesan sebagai bentuk kompensasi, sekaligus pengalihan perhatian audiens, atas menurun jauhnya kemampuan Prabowo berpikir strategis dan tuntas di level tertinggi pejabat negara.
Dia mengingatkan strategi branding lewat joget juga berpotensi menjadi senjata makan tuan. Ketika orang-orang di sekitar Prabowo terus mengarahkan Prabowo untuk berjoget, itu berarti mereka bukan melatih Prabowo untuk memulihkan executive functioning-nya, melainkan justru mempertumpul kapasitas kognitif Prabowo.
"Sudah hampir dua jam debat berlangsung. Executive functioning Prabowo tertakar, dan saya berempati pada beliau," ujar Reza. (FAR)
Baca Juga: Hitung Cepat LSI Denny JA Prabowo-Gibran Menang Pilpres
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...