CARITAU JAKARTA – Genap setahun Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022, Devi Athok Yulfitri (44), ayah kandung dari dua gadis meninggal dunia Tragedi Kanjuruhan atas nama NVR (16 tahun) dan NDA (13 tahun), mengaku kerap mendapat ancaman dan bahkan mengalami upaya percobaan pembunuhan. Hal sama diakui Cholifatul Nur, ibu kandung dari korban JFY (15 tahun).
Devi Athok Yulfitri dan Ifa, panggilan akrab Cholifatul, mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sampai kasus tragedi Kanjuruhan tuntas.
Baca Juga: Tantangan Berat Shin Tae-yong di Tengah Kondisi Badai Cedera Timnas Indonesia
“Kami diintimidasi. Keluarga kami meninggal dunia. Tapi kenapa proses hukum tidak mereka lakukan sebagaimana adanya. Kami sangat kecewa dengan pihak kepolisian," kata Devi Athok dalam diskusi beberapa waktu lalu.
Pengakuan keduanya sejalan dengan riset yang dilakukan Anjeng Gandini, Daniel A Siagian dan kawan-kawan dengan judul ‘Aspek Criminal Justice Bagi Saksi dan Korban Penembakan Gas Air Mata’. Riset menemukan adanya upaya pengancaman dan intimidasi terhadap para korban Tragedi Kanjuruhan, termasuk ancaman kepada korban dan keluarga jika bersuara menyikapi hasil persidangan.
Ada lima ancaman yang dicatat dalam riset tersebut, yakni; dugaan pemeriksaan dan penyitaan ilegal oleh penyidik, dugaan intimidasi pada tenaga medis, dugaan intimidasi berupa tabrak motor kepada orang tua korban meninggal, dugaan intimidasi kepada orang tua yang mengajukan otopsi, serta dugaan intimidasi kepada keluarga korban karena berpendapat atas putusan sidang Kanjuruhan.
"Pasca putusan sidang Kanjuruhan dibacakan, keluarga korban diwawancarai salah satu stasiun TV nasional. Setelah wawancara, paginya keluarga didatangi oleh (anggota) Polda, Polres sampai Polsek. Kedatangan anggota kepolisian ke kediaman keluarga korban adalah bentuk intimidasi dan menyebabkan tekanan terhadap para korban yang hendak bersuara. Personel kepolisian itu datang ke kediaman kliennya itu secara bertahap.
"Namun demikian, intimidasi tersebut tidak dalam bentuk ancaman secara langsung. Namun, mendatangi pasca putusan saja sudah memberikan tekanan atau intimidasi terhadap keluarga korban yang masih bersuara di media," (Anjeng Gandini dkk, hal: 33).
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini menjadi pembiacara di diskusi publik bertajuk 'Peringatan Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Gas Air Mata Bukan Solusi Mengatasi Aksi/Huru-hara Warga' yang digelar di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023)
Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam Putusan No.13/Pid.B/2023/PN Sby, jumlah total jumlah korban secara keseluhan mencapai 782 orang. Dengan rincian 511 orang dewasa, 245 anak-anak dan 26 orang lainnya tidak diketahui.
Berdasarkan data tersebut, dari 135 korban yang dinyatakan tewas, 44 korban merupakan anak-anak. Padahal masih ada 192 anak-anak yang mengalami luka ringan dan sembilan menderita luka berat.
Daniel Siagian, Koordinator LBH Pos Malang mengatakan, banyaknya anak-anak yang menjadi korban nyatanya tidak menjadi alat pertimbangan hukum.
"Untuk diketahui kawan-kawan, Tragedi Kanjuruhan dari 135 orang korban jiwa, 44 di antaranya merupakan anak-anak di bawah umur. Sampai saat ini, proses penegakan hukumnya belum dijadikan sebagai alat dasar pertimbangan," kata Daniel saat ikut bersama keluarga korban mendatangi Mabes Polri.
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini yang hadir mendampingi keluarga korban mengatakan, pihaknya siap mengawal kembali pengusutan kasus tersebut.
“Kaitan kami adalah tugas dan fungsi sebagai lembaga negara yang melakukan perlindungan terhadap anak. Hari ini kami memastikan, korban melapor. Kalau dalam institusi, kami adalah pengawasan terhadap perlindungan anak,” terangnya.
Sebelumnya, Diyah telah meminta FIFA dan PSSI agar mengubah aturan dalam penyelenggaraan pertandingan sepak bola. Adapun aturan yang diubah adalah pemisahan tribun anak-anak dan perempuan dengan tribun lelaki dewasa.
"Jadi kita mengusulkan tiket dewasa dan tiket untuk anak-anak dibedakan, agar saat terjadi kejadian seperti Tragedi Kanjuruhan, bakal mudah terlacak datanya dan mitigasi bencananya," katanya.
Diyah menjelaskan, langkah mitigasi dalam kerusuhan suporter harus juga berbeda. Di mana, anak-anak mesti didampingi oleh orang terdekatnya.
Selain itu, Diyah meminta pemerintah untuk terus mengawal korban Tragedi Kanjuruhan. Korban selamat di Tragedi terkelam nomor dua di sepak bola dunia itu mesti mendapatkan psikologis sosial. Salah satu caranya adalah korban harus mendapatkan trauma healing.
"Hal ini guna menghilangkan rasa trauma sang anak saat menjadi korban, atau anak-anak yang melihat langsung kejadian tersebut, sehingga mereka tidak bisa melupakan kejadian yang dialami hingga akhir hayatnya," papar dia.
Kemudian, Diyah merekomendasikan pemerintah maupun pihak terkait menyerahkan bantuan sosial kepada keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, meskipun mereka tercatat sebagai korban selamat. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 59 Undang-undang PPA Nomor 23 Tahun 2002.
"Di mana pasal tersebut menyebutkan, pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat dan beberapa situasi lainnya. Selain itu, penyerahan bantuan merupakan bentuk kehadiran negara terhadap musibah yang melanda warganya," sebutnya.
Dari empat hal yang diusulkan itu, menurut Diyah, belum dilakukan 100%. Ini terlihat dari bantuan sosial yang hingga saat ini masih banyak keluarga korban Tragedi Kanjuruhan belum pernah menerima.
"Perihal ini sudah kami sampaikan kepada Kemensos, tapi hingga saat ini keluarga korban Kanjuruhan belum menerima sama sekali," ucapnya.
Keluarga dan Aremania pada saat melakukan doa bersama di Pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (1/10/2023). (ANTARA/Vicki Febrianto)
Koordinator TATAK, Imam Hidayat juga mendesak Komnas HAM untuk melakukan investigasi ulang dan menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat.
"Kita sudah datangi Komnas HAM dan meminta mereka melakukan investigasi ulang. Kami meminta Komnas HAM menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat, agar Presiden bisa membentuk Komite Ad Hoc," terang Imam, Senin (25/9/2023).
Menurut Imam, dirinya dan keluarga sepakat, Tragedi Kanjuruhan telah memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Dirinya mengatakan, saat ini Komnas HAM tengah mendalami fakta-fakta terlebih dahulu dan bekerja sama dengan para ahli untuk memutuskan apakah peristiwa di Kanjuruhan tergolong pelanggaran HAM berat.
Sebelumnya Komnas HAM pada akhir 2022 telah memutuskan, bahwa Tragedi Kanjuruhan bukanlah pelanggaran HAM berat. Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara. Alasan kejadian yang menyebabkan ratusan nyawa melayang itu bukan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat, karena tragedi disebabkan oleh kekerasan dan respon cepat yang salah.
Hal itu tidak masuk dalam perintah sistematis yang dilakukan oleh institusi sebuah negara, sebagaimana definisi pelanggaran HAM berat dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000.
"Kami menggunakan kewenangan yang ada di Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang hak asasi manusia. Di situ ada definisi soal pelanggaran HAM. Kami menggunakan itu. Kenapa kemudian juga kami simpulkan ini bukan peristiwa pelanggaran HAM yang berat," terang Beka di Kantor Komnas HAM, Rabu (2/11/2022).
Kapolri Jenderal Listyo Sigit dan Ketum PSSI Erich Thohir menggelar konferensi pers usai pertemuan keduanya membahas penanganan dugaan kecurangan pertandingan, Senin (26/6/2023). (CARITAU - DONI)
PSSI menjadi satu federasi maupun pihak yang mesti bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan. Dalam perjalanannya, banyak pihak yang menuntut induk sepak bola Indonesia itu, salah satunya harapan besar masyarakat atas transformasi sepak bola selepas pergantian kepemimpinan dari Mochamad Iriawan ke Erick Thohir.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir mengatakan duka mendalam dari keluarga korban Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 tidak akan hilang.
Erick mengatakan, pihaknya telah mengupayakan agar duka yang ditinggalkan kepada keluarga korban dapat berkurang ataupun hilang. Dia merasa, pemerintah telah melakukan dengan baik untuk membantu korban maupun keluarga korban.
"Kami sudah melakukan sejumlah upaya. Namun apapun yang kami lakukan untuk keluarga yang ditinggalkan, tidak pernah menghilangkan kedukaannya. Tinggal bagaimana semuanya saling menjaga dan mendorong transformasi yang lebih baik lagi," ucap Erick di Surabaya.
"Saya rasa pemerintah daerah pada saat peristiwa Kanjuruhan itu juga turut membantu, Pemprov Jatim Bu Khofifah, Pemkab Malang, pemerintah pusat, sudah mendorong bantuan. Saya pun sebelum jadi Ketua Umum PSSI sudah mendorong bantuan," ujarnya usai acara yang diinisiasi PT Persero Permodalan Nasional Madani (PNM) itu.
Pria yang juga menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu mengerti, bahwa tuntutan dari keluarga korban adalah proses hukum terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut.
"Kemarin sudah ada putusan dari MA, harus kami pastikan itu terjadi, karena yang bisa memutuskan bukan PSSI. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Kami hanya bisa menghukum dengan larangan mengikuti aktifitas sepak bola selamanya," ucap Erick sebagaimana diberitakan Antara.
Selain mendorong persoalan hukum, pihaknya akan berkomitmen memenuhi permintaan FIFA untuk merenovasi sejumlah stadion di Indonesia agar sesuai standar FIFA.
"Pemerintah bersama PSSI sesuai dengan kesepakatan FIFA, kami akan renovasi stadion-stadion yang memang keamanannya kurang maksimal. Namun untuk pengerjaannya itu wewenang pemerintah pusat. PSSI hanya merekomendasikan sesuai standar FIFA," ujar Erick.
Erick menjelaskan, saat ini pihaknya sedang bekerja mewujudkan transformasi sepak bola Indonesia pasca-Tragedi Kanjuruhan. Mulai dari mendorong renovasi stadion, perbaikan kualitas wasit, hingga membentuk Komite Ad Hoc Suporter.
Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, satu tahun yang panjang bagi korban dan keluarga korban untuk menghapus pilu yang tertanam di hati. Mereka hanya butuh keadilan, suatu hal yang tidak bisa ditelaah secara matematis, namun bisa dirasakan secara hati nurani. Pihak korban dan barisan suporter di Indonesia tidak akan pernah melupakan sedikitpun malam petaka yang terjadi di Kanjuruhan, satu tahun lalu. #Rest In Peace. (Rahma Dhoni)
Baca Juga: Asa Timnas Indonesia untuk Kalahkan Kembali Timnas Vietnam pada Kualifikasi Piala Dunia
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...