CARITAU JAKARTA - Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menyoroti data mengenai indeks persepsi korupsi (Corruption Perception Index) tahun 2022 yang dirilis oleh Transparency International terkait penanganan kasus korupsi di Indonesia yang mengalami penurunan drastis (anjlok) dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam keteranganya, Hari menilai, merosotnya penanganan kasus korupsi di Indonesia lantaran ketidakseriusan pihak-pihak berwenang untuk memberantas kasus-kasus korupsi yang makin lama makin menjamur. Menurut Hari, kasus itu dapat dilihat dengan masih maraknya suap dan pungli yang sangat berkaitan dengan perizinan usaha, tambang ilegal serta pelayanan publik.
"Pungli di pelayanan publik masih marak, tambang illegal masih menjamur, suap perijinan masih banyak. Urus Ijin usaha masih ada suap. Korupsi di DKI masih banyak dengan modus lebih bayar. Dan itu kan juga bentuk korupsi yang mengakibatkan menurunnya CPI," kata Hari dalam keterangan tertulis yang diterima oleh Caritau.com, Sabtu (04/02/2023).
Hari mengungkapkan, selain massifnya suap dan pungli perizinan tambang serta pelayanan publik, faktor lain yang juga menyebabkan anjloknya CPI di Indonesia juga disebabkan mandulnya penegakan hukum, mundurnya demokrasi serta iklim investasi tinggi yang tidak diiringi dengan kebijakan politik yang berpihak kepada hak-hak sipil masyarakat.
"Banyak stakeholder yang bertanggungjawab dan berperan untuk CPI. Silahkan lihat faktor-faktor yang dinilai. Sektor pelayanan publik, perijinan usaha, kepastian hukum, iklim ivestasi, democracy, law enforcement, political dll," tutur Hari.
Disatusisi, menurut Hari, Indonesia juga pernah mengalami CPI terendah pada tahun 2013 yakni sebesar 33 point. Saat itu, lembaga anti korupsi atau sekarang disebut KPK dipimpin Bambang Widjajanto dan Novel Baswedan.
"Padahal CPI terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 32 point. Waktu itu nggak ada yang ribut termasuk Novel, diam saja. Pimpinan BW, AS kemana saat tahun 2012. Meraka (Novel, BW dan AS) diam saat KPK dikuasai dan dikoptasi kemana," tanya Hari.
Dalam keteranganya, Hari pun menyayangkan kejadian tersebut kembali terulang saat ini, dimana KPK selaku lembaga anti rasuah tidak dapat menyelesaikan kasus dugaan korupsi. Salah satunya, mengenai dugaan kasus korupsi di ibukota terkait mega proyek ajang mobil balap listrik Formula E.
Bahkan, Hari juga menyayangkan, para mantan pimpinan KPK seperti Bambang Widjajanto dan Novel Baswedan yang disinyalir malah membela bukan untuk mendukung KPK melakukan proses penyelidikan demi memberantas kasus dugaan korupsi yang terjadi di Formula E.
"Formula E itu juga korupsi. Jadi kalau betul-betul mereka pemberantas korupsi, dukung KPK ungkap korupsi di DKI. Selama ini DKI dilindungi oleh yang mengaku pendekar pemberantas korupsi. Dan KPK sendiri harus menunjukkan keseriusan," ujar Hari.
Selain itu, Hari juga turut prihatin terhadap KPK yang hingga saat ini belum juga mengumumkan hasil proses penyelidikan kasus dugaan korupsi Formula E dan juga belum menetapkan siapa saja yang menjadi tersangka. Menurut Hari, jika KPK serius menangani kasus itu, seharusnya bisa menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyelidiki aliran dana pembangunan sirkuit dan pelaksanaan ajang balap mobil listrik tersebut.
"Bahkan keseriusan (KPK) tersebut juga dapat melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan permintaan penghitungan kerugian negara. Dengan KPK menggandeng BPK, maka tidak memerlukan syarat harus dulu naik tahap penyidikan, bisa juga pada tahap penyelidikan," jelas Hari.
Oleh karena itu, Hari berharap, lembaga korupsi yang berkantor di gedung merah putih, Kuningan Jakarta Selatan itu, dapat segera menggandeng BPK dalam rangka mengudit anggaran APBD DKI Jakarta pada tahun 2019 yang digunakan untuk pembangunan sirkuit dan pelaksanaan kegiatan ajang balap mobil Formula E.
Menurut Hari, pemberantasan serta penindakan kasus dugaan korupsi formula E yang dilakukan oleh KPK dengan menaikan status penyelidikan menjadi tahap penyidikan serts melibatkan BPK untuk melakukan audit anggaran, bakal menjadi barometer untuk meningkatkan CPI di Indonesia menjadi lebih baik dari pada tahun sebelumnya.
"BPK wajib audit penggunaan APBD DKI tahun 2019 khusus Formula E dalam tahap penyelidikan. Tahapan dari penyelidikan menuju penyidikan dalam penanganan korupsi Formula E bisa menjadi salah faktor dominan Corruption Perception Indeksi (CPI)," tandas Hari. (GIB)
Baca Juga: KPK Periksa 10 Personel Pengamanan Terkait Pungli Rutan KPK
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...