CARITAU JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengaku telah menerima dua laporan pengaduan soal dugaan pelanggaran kode etik imbas diterimanya berkas dokumen pendaftaran Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabumbing Raka.
Adapun materi berkas laporan itu terkait keputusan lolosnya putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabumbing Raka menjadi Cawapres Prabowo Subianto. Sementara teradu dalam laporan itu yakni tujuh komisioner KPU RI.
Tujuh Komisoner yang telah dilaporkan itu yakni Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Mochamad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, Yulianto Sudrajat dan August Mellaz.
"Jadi ada dua pengaduan, KPU RI diduga tidak profesional dan berkepastian hukum karena telah menerima pendaftaran dan menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres padahal PKPU belum diubah," kata anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi kepada wartawan, Rabu (22/11/2023).
Diketahui salah satu laporan itu dilayangkan oleh tiga mantan aktivis prodemokrasi, yakni mantan sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD) Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama. Ketiga mantan aktivis itu tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi 2.0 (TPDI 2.0) yang diakomodir oleh kuasa hukum Patra M zein.
Kuasa hukum sekaligus Koordinator TPDI 2.0 Patra Zen menilai, sikap KPU RI yang meloloskan dokumen pendaftaran Gibran Rakabumbing Raka disinyalir merupakan bentuk pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu 2024.
Atas dasar itu, Patra berharap DKPP sebagai lembaga etik penyelenggaraan Pemilu dapat memberhentikan 7 pimpinan KPU RI yang telah disebutnya tidak akuntabel dalam mengambil putusan.
"Komisoner KPU itu sebelum menjalankan tugas dan wewenanganya telah bersumpah untuk mengutamakan kepentingan NKRI daripada kepentingan pribadi atau golongan. Namun sumpah ini dilanggar karena telah menerima pendaftaran dan menetapkan Gibran sebagai Cawapres", tegas Patra, Kamis (16/11/2023)
Patra menyatakan, bahwa laporan yang telah resmi dilayangkan ke DKPP itu merupakan bentuk kesadaran masyarakat yang peduli terhadap proses penyelenggaraan kontestasi Pemilu 2024.
Patra menjelaskan, adapun materi pelaporan soal Gibran yakni mengenai tindakan KPU RI yang menerima pendaftaran Gibran imbas dari putusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi terkait syarag batas usia Capres dan juga Cawapres di Pemilu 2024.
Diketahui MK telah mengabulkan permohonan penggugat dengan merubah frasa dari Pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 yang telah membolehkan dibawah 40 tahun mendaftarkan diri menjadi Capres-Cawapres dengan catatan memiliki pengalaman menjadi Kepala Daerah melalui Pemilu.
Adapun dalam konteks itu, menurut Patra, KPU RI telah menerima berkas dokumen pendaftaran Gibran menjadi Cawapres namun tidak terlebih dulu melakukan revisi terhadap PKPU Nomor 19 tahun 2023 yang masih menyebutkan batas usia Capres-Cawapres minimal 40 tahun.
Patra menegaskan, bahwa sikap KPU RI, yang tidak merubah PKPU No 19 tahun 2023 namun tetap meloloskan berkas dokumen pendaftaran Gibran menjadi Cawapres merupakan langkah yang bertentangan dengan Undang-Undang lantaran seharusnya baru bisa diberlakukan pada Pemilu 2029.
"Pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran. Berdasarkan Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun. KPU baru merubah persyaratan pada 3 November 2023 dengan menerbitkan Peraturan KPU No. 23 Tahun 2023," terang Patra.
"Aturan syarat Capres dan Cawapres berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah itu baru bisa diberlakukan untuk Pemilu 2029" sambung Patra.
Ia mencontohkan, MK dalam Perkara Nomor 20/PUU-XVII/2019 norma tentang warga yang belum mendapat e-KTP dapat menggunakan surat rekam e-KTP untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara.
Amar putusan MK ini baru dapat dilaksanakan (dieksekusi) setelah KPU menerbitkan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Contoh lain, lanjut Patra, yakni outusan MK dalam Perkara Nomor 85/PUU-X/2017 yang memutuskan semua orang yang punya hak pilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) dengan menggunakan KTP atau Kartu Keluarga (KK).
Patra menambahkan, adapun amar putusan dalam Perkara Nomor 85/PUU-X/2017 ini juga baru berlaku setelah KPU RI resmi menerbitkan aturan baru. Disisi lain, Patra mempertanyakan sikap KPU RI soal putusan MK terkait batas usia Capres dan Cawapres yang belum direvisi dan ditindaklnjuri namun berkas Gibran diterima.
"Begini ya, sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan (notoire de feiten) bahwa KPU sebelumnya selalu mengubah Peraturan KPU setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Ini dalam hukum, disebut asas pelaksanaan putusan," pungkas Patra.
"Dari 2 contoh tersebut, dapat disimpulkan Putusan MK tidak berlaku secara serta merta sebagai pedoman KPU dalam menyelenggara kan Pemilu. 'Mengapa terjadi perbedaan soal perlakuan terhadap Gibran? Apa karena dia anak Presiden?" tandas Patra.
Sementara itu, Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari turut merespon Ikhwal laporan yang dilayangkan TPDI soal penetapan Gibran menjadi Cawapres di kontesasi Pemilu 2024. Respon itu disampaikan Hasyim dalam agenda konferensi pers mengenai penetapan Capres-Cawapres pada 13 November 2023.
Dalam kesempatanya, Hasyim menilai, sebagai penyelenggara Pemilu, pihaknya sudah terbiasa untuk menjadi terlapor dalam proses tahapan penyelenggaraan Pemilu. Ia menyebut, KPU RI harus siap menghadapi setiap laporan baik yang telah dilayangkan pihak terlapor ke Bawaslu RI, DKPP, PTUN, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi (MK)
Menurut Hasyim,, sebagai lembaga penanggung jawab penyelenggara Pemilu, pihaknya bersama jajaran harus siap menerima konsukensi untuk di takdirkan menjadi Terlapor ataupun Termohon.
"Jadi, sudah menjadi bagian dari risiko pekerjaan KPU kalau diadukan ke DKPP atau dilaporkan ke Bawaslu. Tentu saja sekiranya ada (laporan di Bawaslu atau aduan di DKPP) akan kami pelajari dan kami akan menyiapkan jawaban atau argumentasi ketika mengikuti persidangan yang digelar lembaga-lembaga tersebut," tandas Hasyim. (GIB/DID)
dkpp terima aduan dugaan pelanggaran etik kpu capres cawapres pilpres 2024 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...