CARITAU JAKARTA – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menanggapi polemik yang muncul terkait DPR RI yang menganggarkan Rp1,5 miliar untuk membeli 100 televisi.
Kendati kabar tersebut sudah dibantah oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar pada Rabu (9/6/2022), Lucius memandang permasalahan penganggaran DPR seperti pembelian tv ini kerap dilakukan para wakil rakyat.
Baca Juga: Adian Klaim Fraksi PDIP Solid Gulirkan Hak Angket
“Sudah beberapa kali proyek pengadaan barang di DPR berakhir dengan pembatalan karena dikritik publik. Ini bisa kita lihat pada pengadaan gorden, kalender 2023 dan sekarang TV LED 43 inci,” kata Lucius Karus kepada caritau.com, Kamis (10/6/2022).
Ia menyebut, pembatalan proyek usai dikritik oleh publik memperlihatkan bahwa selama ini DPR seringkali merencanakan sesuatu tidak dilandasi pertimbangan soal urgensi.
“DPR terlihat membuat perencanaan anggaran asal-asalan. Nampaknya yang penting di saat membuat perencanaan adalah menemukan barang tertentu yang bisa dijadikan alasan penentuan budget. Perencanaan dibuat tanpa membaca atau mempertimbangkan kebutuhan riil parlemen,” sebutnya.
Ia juga mengritik, permasalahan ini bukan tentang pengadaan barang jasa saja, melainkan juga terlihat pada pelaksanaan fungsi-fungsi parlemen.
“Kita bisa melihat jelas perencanaan lainnya juga dilakukan secara serampangan tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau urgensi dari barang ataupun kerja-kerja parlemen lainnya seperti di bidang legislasi, anggaran dan pengawasan,” tandasnya.
Sebagai sebuah lembaga besar, lanjut Lucius, sulit rasanya memahami bagaimana kerja-kerja parlemen tidak produktif karena sejak membuat rencana DPR sudah abai dengan manajemen perencanaan yang baik.
“Saya kira ke depannya sejak perencanaan semua anggota DPR harus dilibatkan, minimal dalam penyusunan rencana. Apa yang paling dibutuhkan anggota guna menunjang pekerjaan mereka di parlemen itu yang harus diakomodasi dalam list proyek pengadaan barang di DPR,” pungkas Lucius.
Ia menegaskan setiap perencanaan maupun penganggaran tersebut bisa dilaksanakan setelah anggota mengusulkan. Langkah selanjutnya adalah memilih usulan pengadaan yang paling mendesak. Ini bisa dilakukan bersama antara BURT dan Kesekjenan.
“List rencana pengadaan itu harus diinformasikan secara terbuka kepada publik agar bisa memberikan masukan. Setelah proses itulah Kesekjenan bisa menyesuaikan dengan budget agar diusulkan kepada DPR khususnya Banggar,” terangnya.
“Pertimbangan menerima atau menolak dari Banggar disesuaikan dengan ketersediaan anggaran negara. Jangan memaksakan pengadaan barang yang tidak dibutuhkan, demi penghematan anggaran negara,” tutup dia. (RMA)
Baca Juga: PPP Usul Pilkada DKI 50% Plus 1 Suara dalam UU DKJ
Sidak Pungutan Bagi Wisatawan Asing di Bali
Polri Terbitkan ‘Red Notice’ Dua Tersangka TPPO Fe...
Ekspedisi Rupiah Berdaulat 2024 ke wilayah 3T Malu...
Erick Thohir Mohon Masyarakat Doakan Timnas Indone...
Surya Paloh Temui Presiden Terpilih Prabowo di Kar...