CARITAU JAKARTA – Din Syamsuddin mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah dan Azyumardi Azra mantan Rektor Universitas Islam Negri (UIN) Jakarta, resmi menggugat Undang Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi.
Selain keduanya, turut menggugat sejumlah akademisi dan tokoh lain yang menganggap pembentukan UU IKN cacat formil sehingga harus dibatalkan.
Baca Juga: Presiden: PLN Hub Akselerasi Energi Hijau IKN, Tempat Berkumpulnya Semua Stakeholder
"Menyatakan pembentukan UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menyatakan Pasal 1 ayat 2, Pasal 1 ayat 8, Pasal 4, Pasal 5 ayat 4 UU Nomor 3/2022 tentang IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum permohonan Din Syamsuddin dkk yang dilansir website MK, Senin (7/3/2022).
Berdasarkan Website MK, pengajuan gugatan diterima MK pada Selasa (1/3/2022) pukul 16.00 WIB, sementara daftar pemohon di antaranya Din Syamsuddin, Prof Azyumardi Azra, Prof Nurhayati Djamas, Prof Didin Damanhuri, Jilal Mardhani, Mas Achmad Daniri, TB Massa Djaafar, atau Abdurrahman Syebubakar.
Din Syamsuddin dkk menilai proses pembentukan UU cacat, salah satunya saat DPR mendengar pandangan ahli, sebenarnya ada ahli yang mempersoalkan materi RUU IKN.
"Namun tidak mendapatkan pertimbangan atas pendapat dan hak mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan," ucap Din.
Din Syamsuddin menilai, pendapat beberapa ahli yang hadir saat forum penyusunan UU yang menyatakan agar mempertimbangkan beberapa aspek atau menyarankan agar UU IKN tidak disusun dengan terburu-buru, dinilai telah diabaikan oleh DPR.
“Nyatanya beberapa pendapat nara sumber ahli yang dihadirkan pembentuk UU, ditemukan persoalan agar pembentukan UU IKN disusun dengan tidak terburu-buru. Akan tetapi pembentukan UU hanya menggunakan pendapat nara sumber untuk memenuhi kriteria hak untuk didengarkan pendapatnya," ujar Din Syamsuddin.
Sedangkan kriteria untuk dipenuhinya hak agar dipertimbangkan pendapatnya, serta hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban, tidak mampu dilakukan pembentuk UU.
Selain itu, UU IKN dinilai Din tidak memberikan kepastian hukum karena Kepala Otorita bukan Kepala Daerah, juga bukan Menteri.
"Padahal di Pasal 1 ayat 8 dan 9 disebutkan pemerintahan daerah khusus IKN adalah pemerintahan daerah yang bersifat khusus yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di IKN," pungkasnya. (GIBS)
Baca Juga: Sabtu Ini MK Mulai Rapat Permusyawaratan Hakim Bahas Sidang PHPU Pilpres 2024
Bawaslu RI Gelar Media Gathering untuk Evaluasi Pe...
RDF Rorotan Segera Beroperasi di Jakarta, Olah 2.5...
DPRD DKI Jakarta Dukung PAM Jaya Tingkatkan Layana...
Karutan Makassar Perketat Pengawasan Penyalahgunaa...
Sekda Marullah Beri Penghargaan Siddhakarya Bagi 1...