CARITAU MAKASSAR – Lembaga Anti Corruption Commite (ACC) Sulwesi mencatat kinerja aparat penegak hukum dalam penindakan kasus korupsi sangat rendah. Dalam catatan ACC Sulawesi banyak kasus korupsi yang hanya semangat di awal, namun penanganannya tidak jelas dan akhirnya mandek.
Dari catatan ACC Sulawesi, untuk Polda Sulsel sendiri, ada penyelidikan 19 kasus dan penyidikan hanya 12 kasus. Kemudian Jajaran Polres se-Polda Sulsel dilakukan penyelidikan 20 kasus dan 13 kasus penyidikan.
Baca Juga: Terlibat Kasus Korupsi, Yana Mulyana Resmi Diberhentikan Secara Tidak Hormat oleh Mendagri
Berdasarkan hasil penilaian melalui Monitoring Center for Prevention (MCP), total nilai capaian Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 62,12 persen. Nilai tersebut cukup rendah sehingga Provinsi Sulsel berada di peringkat 244 secara nasional.
Untuk Kota makassar, ada di peringkat 358 dengan nilai capaian 50, 27 persen, kalah dari kabupaten soppeng yang punya peringkat 100 dengan nilai capaian sebesar 75,75 persen.
Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi Kadir Wokanubun mengatakan, untuk Polda Sulsel dan Polres jajarannya ada sebanyak 64 kasus dengan rincian penyelidikan ada 39 dan penyidikan 25 kasus. Sementara untuk Kejati Sulsel dan Kejari dan jajarannya total ada 70 kasus dengan rincian penyelidikan 41 kasus dan penyidikan 29 kasus.
Dimana, total kesemuanya ada 99 perkara dan 99 terdakwa dengan jumlah kerugian negara kurang lebih sebanyak Rp58,5 miliar.
"Ada beberapa kasus korupsi Covid-19 yang ditangani baik di Kejaksaan Negeri maupun Kepolisian, faktanya hari ini kasus itu tidak pernah dilimpahkan. Artinya masih ada, yang jadi pertanyaan sejauh mana keseriusan aparat penegak hukum untuk menjelaskan tentang itu? Jawabannya kan tidak pernah ada," kata Kadir saat menggelar rilis akhir tahun catatan ACC Sulawesi, Rabu (29/12/2021).
Olehnya itu ACC menyampaikan bahwa pemberantasan korupsi Covid-19 adalah jalan santai. Artinya kejaksaan dan kepolisian tidak begitu serius dan memberikan atensi khusus tentang itu.
"Itu baru satu sektor di konteks kasus Covid-19 belum lagi kalau bicara tentang kasus di pengadaan barang dan jasa atau pun juga kasus-kasus di sektor pendidikan atau kesehatan," bebernya,
Faktanya, kata dia, banyak kasus tapi kemudian tidak berjalan maksimal. Pandemi Covid-19 seharusnya tidak menjadi alasan APH untuk memberantas korupsi.
"Buktinyadi konteks Sulsel, di tengah Covid-19 KPK juga melakukan OTT artinya kalau alasan Covid-19 KPK melakukan OTT Gubernur Sulsel, pertanyaannya adalah apakah kemudian karena Covid-19 alasan penegakan hukum mandek? Jawabannya kan tidak, harusnya berjalan maksimal tapi kan faktanya berbeda," katanya.
ACC pun menyimpulkan bahwa tahun ini memberikan catatan jalan santai pemberantasan korupsi. Terkonfimasi dengan banyak data yang disampaikan.
"Begitu juga di sektor pencegahahan contohnya dana desa. Di dana desa ini kan sebenarnya ada proses monitoring dan evaluasi yang bisa dilakukan Dinas PMD pemerintah daerah kemudian bisa juga dilakukan di Pemprov. Dalam artian soal monitoring dan evaluasi, tapi itu tidak berjalan maksimal," bebernya lagi.
Setiap tahun data yang dirilis ACC ternyata tren korupsi dana desa ini naik. Pertanyaannya adalah apa fungsi dan peran pemerintah kabuapten ataupun provinsi untuk kemudian mencegah konteks ini?.
"Ternyata tidak ada sama sekali juga. Itu juga terkonfirmasi dengan data MCP dari KPK kemudian data dari survei penilaian integritas, itu kan terkonfirmasi semua. Kami kemudian menyampaikan bahwa situasi 2021 jalan santai pemberantasan korupsi. Bukan karena pandemi, tapi karena pemberantasan korupsi tidak dijadikan agenda prioritas," tandasnya.
Kata dia, ketutupan informasi dari APH ini sebagai sebuah modus. Dimana sebuah kasus itu kemudian heboh atau kemudian menjadi sorotan publik baru akan jadi atensi serius.
"Tapi faktanya kemudian ketika kasus itu tidak pernah jadi atensi publik, dan tidak pernah dimonitoring teman-teman media maka tentu kasusnya akan hilang. Saya bisa sebut ada beberapa kasus yang kemudian ditangani secara diam-diam dan nyaris tidak pernah ada publikasinya diantaranya kasus dugaan dana DD tahun 2015-2016 yang ditangani Polda Sulsel dan kasus itu tidak pernah ditau orang. Tapi kemudian mendapatkan informasi bahwa kasus penyelidikan, kenapa penting informasi publik, supaya publik kemudian mengawal itu," katanya.
Kemudian kasus Koperasi di Luwu Timur. Kasus ini ditangani Polda Sulsel juga, awalnya ada pemberitaan. Tapi belakangan kasus menghilang.
"Di situ saya katakan pentingnya informasi publik. Karena kalau tidak ada informasi publik semua akan buram, dia akan hilang. Informasi publik yang kami maksud adalah kami tidak pernah menanyakan siapa tersangkanya, kemudian sejauh mana materi perkaranya kami tidak masuk disitu.”
“Yang ACC maksud adalah sampikan progres sejauh mana, berapa saksi yang diperiksa atau kah statusnya masih penyelidikan atau penyidikan atau sudah dilimpahkan atau kemudian dihentikan . Itu yang saya maksud informasi publik," pungkasnya. (KEK)
Baca Juga: KPK Tahan Adhi Pramono
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...