CARITAU JAKARTA - Bawaslu mengaku masih kesulitan dalam menindak dugaan pelanggaran perihal politik uang (money politic) yang dilakukan oleh para kader dan elit dari partai politik peserta Pemilu 2024 lantaran dibenturkan dengan aturan masa kampanye yang hanya memakan waktu dua bulan.
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan, kesulitan menjangkau atau mendindak terkait dugaan pelanggaran politik uang itu lantaran kasus tersebut hanya dapat dibuktikan ketika memasuki masa kampanye bukan pada masa sosialisasi.
Baca Juga: Jika Jadi Presiden, Prabowo tak Permasalahkan Ada Partai Pilih Oposisi
Dalam keteranganya, pria yang akrab disapa Bagja itu mengungkapkan, salah satu contoh kasus dugaan politik uang yang sulit dijangkau oleh Bawaslu yakni soal kasus bagi-bagi amplop diklaim sebagai zakat yang dilakukan politisi dan elit PDIP Said Abdullah dan Ahmad Fauzi yang dilakukan disejumlah masjid di Sumenep.
Dirinya menambahkan, dalam kasus itu, pihaknya kesulitan untuk menindak kasus tersebut karena kegiatan itu dilakukan bukan dalam waktu masa kampanye, melainkan dilakukan pada saat masa sosialisasi yang didalam PKPU tidak disebutkan kegiatan itu sebagai bentuk pelanggaran.
"Banyak kesulitan misalnya masalah kemarin Sumenep, menjangkaunya itu seperti apa, masa kampanye, politik uang itu hanya pada larangan kampanye, tidak pada masa sosialisasi," ungkap Bagja kepada awak media, Senin (10/4/2023).
"PKPU hanya memyimpil terkait masa sosialisasi nya. Sedangkan, yang tegas dalam UUD jelas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masalah larangan kampanye, sosialisasi bahkan hampir tidak ada larangan," lanjut Bagja.
Kendati demikian, Bagja menjelaskan, meski hal politik uang tidak diatur secara spesifik dalam masa sosialisasi melainkan hanya diatur pada masa kampanye, namun tindakan itu tetap tidak dibenarkan untuk dilakukan oleh para elit partai politik peserta Pemilu 2024.
"Tapi apakah boleh politik uang? Iya tentu saja tidak boleh. Namun dengan zakat gimana? Kita ketemu titik rawan masa Ramadan ini," terang Bagja.
Bagja menjelaskan, titik rawan perihal politik uang tersebut lantaran kasusnya memang ada namun sulit untuk dibuktikan keabsahanya. Hal itu lantaran KPU sendiri hanya mengatur perihal pelanggaran politik uang pada saat ditetapkanya masa kampanye bagi parpol bukan pada saat masa sosialisasi tahapan pemilu 2024.
"Jadi sekarang isunya adalah boleh di masjid? Engga bukan itu, pada saat kami melakukan press con itu tidak terbukti, bukan kemudian, tidak terbukti antara apa yang ada di dalam amplop itu, gambarnya, apakah ada suruhan? Tidak ada suruhan. Apakah ada kemudian dari parpol untuk memberikanya di tempat ibadah? Tidak ada. Itu yang tidak terbukti, bukan kemudian boleh, tapi itu tidak terbukti," tutur Bagja.
Berdasarkan hal itu, Bagja menghimbau kepada seluruh seluruh pihak agar dapat menahan diri menjelang hari raya Idul Fitri (lebaran), Natal dan tahun baru ini untuk tidak lagi melakukan pelanggaran yang sama seperti di Sumenep, Jawa Timur soal terkait kasus bagi-bagi uang yang dilakukan oleh elit maupun kader partai.
Selain itu, Bagja juga berharap dan mendesak Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) agar dapat segera mengatur perihal pelanggaran politik uang pada saat kegiatan masa sosialisasi tahapan Pemilu 2024.
"Menjelang natal, bisa saja nanti terjadi lagi, kita juga tidak pernah tau. Nah, oleh sebab itu, kami itu menginginkan masa sosialisasi ini juga bisa kemudian masalah-masalah tersebut itu bisa diatur," imbuh Bagja.
Bagja mengungkapkan, dengan mempersingkat aturan masa kampanye dari 7 bulan menjadi 2 bulan telah berimplikasi pada sulitnya Bawaslu RI menindak kegiatan-kegiatan pelanggaran etik, pidana maupun administratif yang dilakukan oleh para kader dan elit partai politik peserta pemilu 2024.
Bagja menambahkan, salah satu contohnya soal penindakan terkait kegiatan bagi-bagi amplop yang pada pekan lalu terjadi di Sumenep, Jawa Timur yang dilakukan dimasjid usai pelaksanaan solat tarawih.
Pada kasus itu meski ditemukan adanya dugaan politik uang yang diklaim sebagai pembagian zakat, namun Bawaslu tidak dapat melakukan penindakan karena kegiatan tersebut terjadi bukan pada saat masa kampanye melainkan dilakukan pada saat masa sosialisasi partai politik peserta Pemilu 2024.
"Kalau dulu kan memang masa itu 7 bulan, oleh sebab itu larangan sangat krusial untuk dilarang untuk kampanye, Sekarang 2 bulan. Dengan 2 bulan maka dalam sosialisasi seperti apa yang tidak diperbolehkan," tutur Bagja.
"Kalaupun terjadi pelanggaran maka hanya pada pelanggaran adminisitratif, bukan masuk pelanggaran pidana, karena sudah dikunci pada larangan kampanye. Ini lah yang seharusnya kita juga perhintungkan ketika masa kampanye dipersempit hanya 2 bulan," tandas Bagja. (GIB/DID)
Baca Juga: Hasil Survei Ungkap Banyak Pemilih Ganjar Pindah ke Anies dan Prabowo
bawaslu kecurangan pemilu politik uang money politic pkpu pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...