CARITAU JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat terobosan dalam menerima Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Pasalnya, sumber di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mengatakan, banyak pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang diduga tidak melaporkan harta kekayaannya dengan benar.
Baca Juga: KPK Sebut SYL yang Perintahkan Kasdi dan Hatta untuk Tarik 'Setoran' dari ASN Kementan
"Dengan kata lain, data dalam LHKPN itu manipulatif karena tidak benar,” kata sumber itu, Kamis (22/12/2022).
Sumber yang tak ingin disebutkan namanya ini menjelaskan, sangat gampang untuk melihat apakah data LHKPN itu benar atau manipulatif alias abal-abal.
"Pokoknya kalau harta yang dilaporkan di bawah Rp4 miliar, pasti disembunyikan hartanya," ujar dia.
Lebih detil diperinci bahwa rata-rata take home pay pejabat eselon 2 adalah Rp80 juta/bulan. Jika pengeluaran keluarga misalnya Rp30 juta, maka sisa bersih Rp50 juta/bulan atau Rp600 juta/tahun.
"Itu belum ditambah kalau dia punya 'sabetan kiri kanan', seperti misalnya kalau dia usaha sampingan, atau kalau istrinya juga bekerja dengan hasil yang tidak kecil," imbuhnya.
Maka, lanjut dia, jika si pejabat telah bekerja selama 10 tahun misalnya, miniman nilai harta kekayaannya dalam bentuk harta bergerak maupun tidak bergerak bisa minimal Rp6 miliar.
"Jadi, kalau ada yang melaporkan nilai harta kekayaannya di bawah Rp4 miliar, apalagi hanya ratusan juta rupiah, buat saya itu tidak masuk akal," tuturnya.
Saat dimintai tanggapannya, Uchok mengatakan kalau dari hasil penelitian CBA, memang ada indikasi bahwa banyak pejabat yang melaporkan harta kekayaannya dengan tidak jujur dalam LHKPN, dan ini terjadi di semua daerah.
"Ada beberapa alasan mengapa pejabat tidak melaporkan harta kekayaannya dengan jujur. Pertama, si pejabat ketakutan karena harta yang dimilikinya bersumber dari cara-cara yang tidak benar atau tidak halal; kedua, si pejabat takut dicurigai macam-macam akibat jumlah harta kekayaannya yang dinilai tidak wajar, meskipun sebenarnya didapat dari cara yang benar dan halal; dan ketiga, karena mereka tahu bahwa LHKPN tidak diverifikasi atau divalidasi oleh KPK," katanya.
Karena alasan yang ketiga tersebut, lanjut Uchok, maka pejabat tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan atas munculnya data abal-abal di LHKPN, dan KPK pun tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan karena dalam UU KPK memang tidak diatur tentang keharusan KPK melakukan validasi LHKPN.
"Jadi, akhirnya kewajiban pejabat melaporkan harta kekayaan melalui LHKPN hanya sebagai formalitas belaka," ungkapnya.
Meski demikian, Uchok mengingatkan bahwa data LHKPN itu bukannya tidak berguna sama sekali, karena ketika seorang pejabat terjerat kasus korupsi, KPK akan menggunakan data itu untuk menjerat si pejabat dengan undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPU). Contohnya adalah kasus TPPU yang dijeratkan pada Walikota Bekasi Rahmat Effendi yang divonis 12 tahun penjara.
“Tapi memang kalau ditanya apakah LHKPN dapat mendukung pemberantasan korupsi? Ya jawabannya tidak sama sekali. Apalagi karena sejak revisi UU KPK disahkan DPR tahun 2019, kinerja KPK kan dilemahkan, sehingga sekarang kita lihat bagaimana kinerja KPK, dan bagaimana pejabat seperti pesta pora dengan korupsi,” katanya.
Uchok pun meminta KPK untuk melakukan terobosan, karena kewajiban menyerahkan LHKPN sebenarnya bertujuan untuk melakukan cegah dini terhadap terjadinya korupsi. Sebab, jika kondisi seperti saat ini terus dibiarkan, bukan saja data abal-abal dalam LHKPN semakin lestari, juga terjadi ketidakadilan bagi pejabat yang melaporkan hartanya dengan jujur yang kemudian diekspos KPK atau media, karena harta pejabat itu tercatat menjadi yang paling besar dibanding yang lain.
"Jadi, penting bagi KPK untuk membuat terobosan. Misalnya dengan mengajukan revisi UU KPK khusus tentang LHKPN,” tegasnya. (DID)
Baca Juga: Jakarta Barometer Ingatkan Heru Budi Waspadai Jebakan Batman di Proyek ITF
Cagub 02 Andi Sudirman Ikuti Jalan Sehat Anti Mage...
Bank DKI Raih The Best Indonesia Annual Report Awa...
Survei Indikator di Pilgub Sulsel: Andalan Hati Ti...
Setelah Pilpres, Mau Kemana Relawan?
Hadirkan Inovasi, PAM Jaya Lakukan Pemasangan 49 R...