CARITAU SURABAYA – Akuisisi Twitter oleh Elon Musk sebagai orang terkaya dunia yang berlatar belakang teknik sejalan dengan misi Elon yang sukses mengejawantahkan ide-idenya melalui pengembangan teknologi melalui Tesla, SpaceX dan Neuralink.
Sebagaimana tiga perusahaan yang ia jalankan, Elon memiliki visi besar untuk mewujudkan solusi bagi masalah-masalah kemanusiaan dan lingkungan.
Baca Juga: Soal Dugaan Hina Marga Laoly, Rocky Balik Tuding Yasonna Sebar Hoaks
Apalagi Elon Musk sendiri yang mengarsiteki produk teknologi yang dijalankannya, sehingga mengakuisisi Twitter tidak jauh berbeda dengan misinya meluncurkan produk-produk sebelumnya yang ditujukan untuk mengatasi masalah sosial dan lingkungan.
“Namun kali ini misinya berhubungan dengan kebebasan berpendapat,” kata Febby Risti Widjayanto, dosen FISIP Universitas Airlangga, di Surabaya, Kamis (19/5/2022).
Meski menurut Febby, tujuan pembelian Twitter oleh Elon sejauh ini belum cukup jelas.
“Tidak bisa dipastikan apakah betul-betul berkontribusi pada kebebasan berpendapat seperti yang selama ini dia katakana. Karena arti dari kebebasan berpendapat memiliki penafsiran beragam,” kata pengajar mata kuliah Ekonomi Politik dan Politik Digital itu.
Oleh sebab itu Febby tidak yakin akuisisi Twitter oleh Elon akan memberikan dampak positif bagi ekosistem Twitter.
“Saya tidak yakin karena sejak isu Elon Musk akuisisi Twitter berhembus, sebagian tim yang bekerja di Twitter justru merasa bimbang karena selama ini mereka berusaha sekuat tenaga untuk menjaga sistem moderasi di Twitter,” jelasnya.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, menurut Febby, Twitter memiliki sisi gelap tersendiri, terutama pada momen politik tertentu. Hal itu menimbulkan ketegangan sosial sehingga mengubah Twitter menjadi ruang yang penuh dengan cacian, pelecehan, kabar bohong dan kekerasan.
Dampak positif dari akuisisi oleh Elon bakal dirasakan jika Twitter ke depan memang menjadi ruang sehat bagi dialog publik sehingga tercipta iklim demokrasi. Meski perlu dicatat, perusahaan teknologi selalu terikat dengan misi pemiliknya yang dalam banyak hal juga tidak selalu sejalan dengan demokrasi.
“Elon bisa saja beropini bahwa kebebasan berpendapat absolut prasyarat demokrasi. Namun perlu diperhatikan jika absolutisme dalam kebebasan berpendapat juga bisa menjadi kontraproduktif terhadap demokrasi itu sendiri,” ucap Febby.
Jika Bos Tesla itu sudah sah menjadi pemegang saham mayoritas Twitter, maka Elon bakal menguasai teknologi melalui penciptaan dan kontrol algoritma platform media sosial tersebut.
Pemilik saham mayoritas bisa menggunakan pengaruh kuatnya untuk mendominasi ruang digital dan menjadikannya sebagai tempat yang menampung segala pendapat. Termasuk pendapat yang mengandung unsur kebencian dan kekerasan.(HAP)
Baca Juga: Elon Musk Sebut Fitur Baru Twitter Bisa Unggah Video 2 Jam, Ini Penjelasannya
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024