CARITAU RANCAEKEK - Masyarakat yang bermukim di perbatasan Kabupaten Bandung dan Sumedang, tepatnya yang berada di kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung, tentu belum bisa melupakan betapa mencekamnya peristiwa kelabu akibat fenomena hembusan angin kencang pada Rabu (21/2/2024) pekan lalu.
Fenomena angin kencang tersebut yang kemudian menimbulkan silang pendapat antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan BMKG, terkait pengkategorian peristiwa tersebut, apakah Tornado atau Puting Beliung. Satu hal yang pasti, peristiwa yang datang tiba-tiba tersebut telah memporak-porandakan bangunan pabrik hingga permukiman warga di sana.
Data dari BPBD Jawa Barat menyebut, angin kencang yang terjadi di perbatasan Kabupaten Bandung dan Sumedang itu telah merusak 534 bangunan. Tercatat 835 KK terdampak dari kejadian tersebut.
BPBD menyatakan 33 orang korban mengalami luka karena tertimpa material saat angin kencang menerjang. Kemudian, ada lima kecamatan yang terdampak mulai dari Rancaekek, Cicalengka, dan Cileunyi di Kabupaten Bandung, serta Kecamatan Jatinangor dan Cimanggung di Kabupaten Sumedang.
Pasca kejadian mengerikan tersebut, muncul perdebatan antara BRIN dengan BMKG. BRIN menyebut kejadian itu sebagai tornado pertama di Indonesia, sementara BMKG bersikukuh bahwa peristiwa itu dikategorikan angin puting beliung.
Melalui akun pribadinya di X.com (Twitter) Erma Yulihastin, pakar klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyebut bencana itu sebagai tornado.
"Jadi bagaimana? Kalian sudah percaya sekarang kalau badai tornado bisa terjadi di Indonesia? KAMAJAYA sudah memprediksi ‘extreme event’ 21 Februari 2023," ujarnya, di X.com, Rabu (21/2/2024).
Sebagai catatan, Kamajaya (https://kamajaya.brin.go.id) sendiri merupakan produk-produk model prediksi iklim dan cuaca yang dikembangkan oleh BRIN yang saling terkoneksi dari jangka panjang (tahunan), serta menengah (bulanan). BRIN juga memiliki sejumlah model proyeksi perubahan iklim seperti Sri Rama (https://srirama.brin.go.id), juga model prediksi cuaca Sadewa (https://sadewa.brin.go.id).
Baca Juga: BMKG Rilis 27 Daerah Berstatus Waspada Dampak Hujan, Termasuk Tempat Tinggalmu?
"Kronologi foto-foto dan video dari masyarakat dan media sangat membantu periset dalam mendokumentasikan extreme event yang tercatat sebagai tornado pertama ini," tambah Erma.
Ia kemudian menyinggung soal durasi bencana yang berlangsung lama, beda dengan kebiasaan puting beliung di Indonesia.
"Selain itu juga durasi. Dalam kasus puting beliung yg biasa terjadi di Indonesia, hanya sekitar 5-10 menit itu pun sudah sangat lama. Hanya ada satu kasus yang tidak biasa ketika puting beliung terjadi dalam durasi 20 menit di Cimenyan pada 2021," tuturnya.
Namun demikian, Erma belum menyediakan data kecepatan angin tersebut.
"Kami tim periset dari BRIN secepatnya akan melakukan rekonstruksi dan investigasi tornado Rancaekek pada hari ini (21/2)," ungkap Erma.
Dalam cuitannya, Erma juga menjelaskan, fokus periset BRIN sejak satu dekade terakhir adalah membangun tools model prediksi cuaca ekstrem yang handal dan 100% buatan anak bangsa, yang dapat menangkap sinyal perubahan iklim bermanifestasi dalam bentuk dan pola-pola cuaca ekstrem untuk membantu BMKG dan BNPB.
Riset bertujuan mengembangkan produk decision support system untuk memperkuat sektor kebencanaan hidrometeorologi di Indonesia.
Sementara itu, dalam keterangan tertulisnya yang dipublikasikan melalui laman brin.go.id, pada Jumat (23/2/2024), peneliti senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Didi Satiadi menjelaskan, fenomena yang terjadi di Rancaekek merupakan kejadian cuaca ekstrem yang memperlihatkan karakteristik puting beliung yang sangat kuat.
Hal itu ditandai dengan area terdampak serta intensitas yang menyebabkan bangunan rusak, kendaraan terguling dan sebagainya. Dalam bahasa Inggris, menurutnya, istilah puting beliung dikenal sebagai microscale tornado atau tornado skala kecil daripada tornado yang biasa terjadi di daerah lintang menengah.
"Fenomena tornado menggambarkan suatu kolom udara yang berputar sangat cepat, mulai dari awan badai hingga mencapai permukaan tanah, dan biasanya berbentuk seperti corong," jelas Didi.
Dia pun mengungkapkan perbedaan antara angin puting beliung dengan tornado. Menurutnya tornado biasanya terjadi dalam awan badai yang terbentuk sepanjang front (batas antara dua massa udara yang berbeda) atau di dalam awan badai supercell.
Sedangkan puting beliung, terjadi karena proses konveksi lokal di dalam awan badai dan biasanya berkaitan dengan downburst/microburst (aliran udara ke bawah) yang kuat.
Dari segi skala, tornado biasanya lebih besar dan lebih kuat, dengan angin yang lebih kencang dan diameter yang lebih besar. Daripada puting beliung yang biasanya lebih kecil dan kecepatan angin yang lebih rendah.
"Sedangkan puting beliung kadang-kadang disebut sebagai microscale tornado karena lebih kecil daripada tornado yang terjadi di lintang menengah," ungkapnya.
Dari segi durasi, tornado biasanya berlangsung hingga beberapa jam. Sedangkan puting beliung berlangsung lebih pendek hingga beberapa menit. Selain itu, tornado terbentuk di wilayah lintang menengah dengan gradien/perbedaan temperatur yang tinggi.
Sedangkan puting beliung, biasanya terbentuk di wilayah tropis, di mana konveksi sangat aktif karena kondisi atmosfer yang hangat dan lembap.
"Dampak dari tornado biasanya lebih dahsyat dibandingkan dengan puting beliung. Walaupun puting beliung juga cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan lokal terutama di wilayah padat penduduk," ucap Didi.
Usai cuitan Erma Yulihastim, pencarian kata kunci 'Tornado' dan 'Rancaekek' menjadi trending topic di X.com pada Kamis (22/2/2024) lalu. Tak sedikit yang khawatir dengan fenomena tersebut. Terkait hal tersebut, BMKG kemudian mengeluarkan pernyataan resmi yang membantah istilah tornado tersebut.
"Pada hari Rabu tanggal 21 Februari 2024 masyarakat di sekitar wilayah Rancaekek dihebohkan dengan adanya kejadian fenomena cuaca ekstrem puting beliung," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto dalam siaran pers, Kamis (22/2/2024).
Menurutnya, "Secara esensial fenomena puting beliung dan tornado memang merujuk pada fenomena alam yang memiliki beberapa kemiripan visual yaitu pusaran angin yang kuat, berbahaya dan berpotensi merusak."
Ia menuturkan, ada faktor perbedaan kelaziman penamaan angin kencang berdasarkan wilayah yang juga menyiratkan kekuatannya. Istilah Tornado, kata Guswanto, biasa dipakai di Amerika. Ketika intensitasnya meningkat lebih dahsyat dengan kecepatan angin hingga ratusan km/jam dengan dimensi yang sangat besar hingga puluhan kilometer, tornado memicu kerusakan yang luar biasa.
Sementara di Indonesia, Guswanto menyebut fenomena yang mirip tersebut mendapat istilah puting beliung. Karakteristik kecepatan angin dan dampaknya relatif tidak sekuat tornado besar yang terjadi di wilayah Amerika.
Fenomena puting beliung di Rancaekek, Bandung, misalnya, menimbulkan ikutan dampak angin kencang hingga sekitar wilayah Jatinangor yang terukur mencapai 36,8 km/jam.
"Sehingga kami mengimbau bagi siapapun yang berkepentingan, untuk tidak menggunakan istilah yang dapat menimbulkan kehebohan di masyarakat," ia memperingatkan, dikutip dari pernyataan resminya, Rabu (28/2/2024).
"Cukuplah dengan menggunakan istilah yang sudah familiar di masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat dapat memahaminya dengan lebih mudah," imbuhnya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga menegaskan, angin di Rancaekek yang terjadi pada 21 Februari 2024 lalu itu memiliki kecepatan 65km/jam. Dengan begitu, dia menyebut fenomena itu termasuk angin puting beliung.
"Kalau yang kemarin itu kecepatan rata-ratanya belum mencapai 100 Km/jam. Jadi masih jauh. Kemarin rata-ratanya hanya sekitar 65 km/jam. Kalau tornado itu kecepatan minimum 100 km/jam namun tidak menutup kemungkinan bisa meningkat," kata Dwikorita kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Berdasarkan penelusuran Caritau.com, fenomena tornado di Indonesia memang jarang terjadi. Meskipun terdapat silang pendapat antara BRIN dan BMKG, kedua badan tersebut merupakan badan yang justru telah melakukan penelitian untuk memahami fenomena tornado dan potensinya di wilayah Indonesia.
Erma Yulihastin, yang merupakan pakar klimatologi dari BRIN, pada tahun 2023, menerbitkan sebuah makalah yang berjudul: "Anomali Atmosfer dan Potensi Puting Beliung di Indonesia". Makalah ini menganalisis data cuaca dan iklim untuk mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan puting beliung di Indonesia.
Erma Yulihastin juga aktif dalam menyebarkan informasi tentang potensi tornado di Indonesia melalui media sosial dan seminar.
Sementara itu, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) melakukan penelitian dan pemantauan cuaca untuk mendeteksi potensi terjadinya puting beliung, termasuk di wilayah Indonesia. BMKG memiliki sistem peringatan dini untuk puting beliung yang dapat membantu masyarakat untuk bersiap menghadapi potensi bencana ini.
Meskipun penelitian tentang tornado di Indonesia masih terbilang baru, beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa potensi tornado di Indonesia tidak dapat diabaikan. Peningkatan penelitian dan edukasi tentang tornado sangat penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan mengurangi risiko bencana.
Dihimpun dari sejumlah sumber seperti laman National Weather Service (NWS), Storm Prediction Center (SPC), National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) pada dasarnya puting beliung dan tornado adalah fenomena yang sama, hanya berbeda penyebutannya. Di Indonesia, istilah 'puting beliung' lebih sering digunakan.
Dikutip dari laman Storm Prediction Center, NOAA, Tornado dijelaskan sebagai adalah pusaran angin kencang yang berputar dengan kecepatan sangat tinggi dan bersentuhan dengan tanah serta awan cumulonimbus.
Diameternya dapat mencapai beberapa kilometer dan kecepatan anginnya bisa mencapai 300 km/jam, bahkan lebih. Tornado dapat terjadi di mana saja di dunia, tetapi negara yang paling sering mengalami adalah Amerika Serikat, Argentina, Australia, dan Eropa.
Para ahli meteorologi menjelaskan pembentukan tornado melalui konsep ketidakstabilan atmosfer, rotasi, dan kelembaban sebagai berikut:
Udara panas dan lembab di dekat permukaan tanah naik ke atmosfer yang lebih dingin dan kering. Pemanasan akibat perbedaan suhu ini menyebabkan udara naik semakin cepat dan membentuk awan cumulonimbus. Semakin besar perbedaan suhu dan kelembaban antara lapisan udara, maka semakin besar ketidakstabilan dan potensi terbentuknya tornado.
Rotasi Bumi menyebabkan udara yang naik tersebut berputar. Putaran ini bisa berasal dari aliran jet stream di atmosfer atas atau dari adanya pertemuan angin dari arah yang berbeda di dekat permukaan tanah.
Udara yang lembap mengandung lebih banyak energi yang dilepaskan saat mengembun menjadi awan, sehingga menambah energi pada updraft (aliran udara naik) dan memperkuat rotasi.
Ketiga faktor di atas bekerja bersama-sama untuk menciptakan mesocyclone, yaitu pusaran udara horizontal yang berputar di dalam awan cumulonimbus. Di dalam mesocyclone, angin terus berputar dan kecepatannya meningkat.
Jika updraft cukup kuat untuk melawan gaya gravitasi dan menarik corong kondensasi (condensation funnel) ke bawah hingga menyentuh tanah, maka terbentuklah tornado.
Tornado sendiri diklasifikasikan berdasarkan kecepatan anginnya menggunakan Skala Fujita-Pearson atau Enhanced Fujita scale (EF-scale) yang diperbarui pada tahun 2007. Skala ini memiliki 6 tingkatan, dari EF-0 (angin 63-117 km/jam) yang menyebabkan kerusakan ringan hingga EF-5 (angin > 402 km/jam) yang menyebabkan kerusakan luar biasa dan tak terbayangkan. Skala tersebut juga digunakan untuk Puting Beliung.
Puting beliung secara penjelasan memiliki banyak persamaan dengan tornado dari mulai diameternya dapat mencapai beberapa ratus meter dan kecepatan anginnya bisa mencapai 300 km/jam.
Perbedaannya, puting beliung dapat terjadi di mana saja di dunia, tetapi paling sering terjadi di wilayah tropis dan subtropis.
Para ahli meteorologi juga menjelaskan pembentukan puting beliung melalui konsep ketidakstabilan atmosfer, rotasi, dan kelembaban. Puting beliung juga diukur menggunakan EF-scale yang memiliki 6 tingkatan, dari EF-0 (angin 63-117 km/jam) yang menyebabkan kerusakan ringan hingga EF-5 (angin > 402 km/jam) yang menyebabkan kerusakan luar biasa dan tak terbayangkan.
Baik tornado dan puting beliung dapat menyebabkan kerusakan parah pada bangunan, infrastruktur, dan tanaman. Angin kencang yang berputar dapat menerbangkan puing-puing, menghancurkan bangunan, dan mencabut pohon dari akarnya. Puting beliung juga dapat menyebabkan korban jiwa dan luka-luka, terutama jika orang tidak berlindung di tempat yang aman.
Tornado telah menjadi bagian dari sejarah Amerika sejak lama. Catatan sejarah menunjukkan bahwa tornado telah terjadi di Amerika sejak abad ke-17.
Tornado dapat terjadi di mana saja di Amerika, tetapi wilayah yang paling sering terkena dampak adalah ‘Tornado Alley’. Wilayah ini meliputi negara bagian di selatan dan tengah Amerika, seperti Texas, Oklahoma, Kansas, Nebraska, dan Iowa.
Peristiwa Tornado di Amerika Serikat memiliki karakteristiknya sendiri. Tornado di Amerika Serikat memiliki kecepatan yang mencapai 300 km/jam atau lebih. Selain itu, diameter tornado di Amerika dapat mencapai beberapa kilometer.
Tornado di Amerika diklasifikasikan berdasarkan skala EF (Enhanced Fujita scale) yang memiliki 6 tingkatan, dari EF-0 (angin 63-117 km/jam) hingga EF-5 (angin > 402 km/jam).
Berdasarkan catatan NOAA, tornado di Amerika dapat menyebabkan kerusakan parah pada bangunan, infrastruktur, dan tanaman. Angin kencang yang berputar dapat menerbangkan puing-puing, menghancurkan bangunan, dan mencabut pohon dari akarnya.
Beberapa peristiwa Tornado terbesar yang pernah terjadi Amerika Serikat tercatat dalam sejarah adalah sebagai berikut:
Peristiwa ini terjadi di Missouri, Illinois, Indiana. Pada peristiwa tersebut, menelan korban jiwa sebanyak 695 orang. Kerusakan yang ditimbulkan mencapai USD1.4 miliar atau setara USD26 miliar di tahun 2024. Berdasarkan catatan, Tornado ini adalah salah satu tornado paling mematikan dalam sejarah AS, dengan kecepatan angin mencapai 300 km/jam. Tornado ini menghancurkan banyak kota dan desa di tiga negara bagian.
Berikutnya, Tornado yang terjadi di Mississippi dengan korban jiwa mencapai 317 orang. Kejadian tersebut mengakibatkan kerusakan yang kerugiannya ditaksir mencapai USD10 juta atau setara USD200 juta di tahun 2024.
Peristiwa Tornado ini menghancurkan kota Natchez, Mississippi, dan menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur dan bangunan.
Tornado ini terjadi di 13 negara bagian di AS bagian selatan dan timur. Menjadi salah satu yang terbesar sepanjang sejarah, peristiwa yang disebut sebagai Super Outbreak ini mengakibatkan 330 orang meninggal dunia. Sementara itu, kerusakan yang ditimbulkan ditaksir mencapai USD500 juta atau setara USD3 miliar di tahun 2024.
Peristiwa ini juga disebut ‘Wabah’ tornado karena menghasilkan 148 tornado dalam waktu 24 jam, menjadikannya wabah tornado terbesar dalam sejarah AS.
Peristiwa beikutnya berlokasi di Missouri dengan korban jiwa mencapai 161 orang. Tornado ini menghancurkan kota Joplin, Missouri, dan menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur dan bangunan yang kerugiannya ditaksir mencapai USD2.8 miliar
Moore Tornado (2013)
Terjadi di wilayah Oklahoma pada 2013 lau, Tornado ini menghancurkan kota Moore, Oklahoma, dan menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur dan bangunan. Selain itu pristiwa tersebut memakan 24 orang korban jiwa dan menimbulkan kerugian mencapai USD2 miliar.
Selain peristiwa-peristiwa di atas, masih banyak lagi tornado mengerikan yang terjadi di Amerika Serikat. Bencana tornado dapat menyebabkan kerusakan parah dan korban jiwa yang signifikan, sehingga penting untuk selalu waspada dan mengikuti saran keselamatan dari otoritas setempat.
Para ilmuwan di Amerika terus melakukan penelitian untuk lebih memahami bagaimana tornado terbentuk, bagaimana memprediksi kemunculannya dengan lebih akurat, dan bagaimana mengurangi risiko bencana yang ditimbulkan. Teknologi seperti radar Doppler membantu para ahli meteorologi untuk mendeteksi rotasi di dalam awan dan memperingatkan masyarakat akan potensi terjadinya tornado.
Tornado adalah fenomena alam yang dahsyat dan berbahaya. Di Amerika, tornado telah menjadi bagian dari sejarah dan telah menyebabkan banyak kerusakan dan korban jiwa. Upaya penelitian dan prediksi terus dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan mengurangi risiko bencana tornado.
Fenomena puting beliung kencang terjadi di daerah Rancaekek, Bandung, pada 21 Februari lalu salah satu faktor penyebabnya adalah oleh alih fungsi lahan hijau.
Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan mengungkapkan, Rancaekek yang merupakan kawasan yang terletak nyaris di tengah-tengah Pulau Jawa bagian barat mengalami alih fungsi lahan hijau.
Kawasan tersebut awalnya merupakan kawasan hijau, yang ditandai dengan banyaknya pepohonan. Artinya, lingkungannya masih relatif bersih. Kini kawasan ini telah beralih fungsi, yang semula hijau berubah menjadi kawasan industri. Kawasan seperti ini biasanya rawan diterjang pusaran angin.
"Dengan kata lain, terjadi perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati kini berubah menjadi hutan beton," kata Eddy dalam keterangan tertulisnya yang dikutip dari laman resmi BRIN, Rabu (28/2/2024).
Menurut Eddy, industri banyak menghasilkan gas emisi. Gas ini tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer akibat efek rumah kaca. Dengan lama penyinaran matahari (LPM) lebih dari 12,1 jam, kawasan ini sangat panas pada siang hari dan relatif dingin pada malam hari.
Lebih lanjut, dia menjelaskan perbedaan suhu antara malam dan siang sangatlah besar. Tanpa disadari, kawasan ini tiba-tiba berubah menjadi kawasan bertekanan rendah. Kondisi seperti ini dimulai sejak 19 Februari 2024.
Proses ini terjadi agak lama, sekitar 24-48 jam. Diawali dengan pembentukan bayi awan-awan cumulus (dikenal sebagai Pre-MCS). Kemudian lambat laut membesar membentuk kumpulan awan-awan cumulonimbus (Cb) yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar, dikenal sebagai puting beliung.
"Walaupun mekanisme agak kompleks untuk dijelaskan secara rinci, dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudra Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam," jelas Eddy.
Hal tersebut berbanding lurus dengan adanya tren perubahan cuaca ekstrem di Indonesia dalam bahkan dunia dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan data, suhu rata-rata permukaan di Indonesia meningkat 0,2°C per dekade. Selain itu, curah hujan ekstrem (lebih dari 150 mm per hari) meningkat 20% dalam 5 tahun terakhir di Indonesia. Hal itu menyebabkan frekuensi hujan lebat meningkat di beberapa wilayah, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Sementara itu, luas wilayah yang mengalami kekeringan meningkat 10% dalam 5 tahun terakhir. Kekeringan ekstrem terjadi di beberapa wilayah, seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur.
Adanya perubahan cuaca ekstrem dan alih fungsi lahan hijau di Indonesia berakibat juga terhadap frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, dan puting beliung) meningkat.
Di tingkat global, perubahan ekstrem akibat emisi gas rumah kaca menyebabkan perubahan pola cuaca global, termasuk di Indonesia. Fenomena El Niño di Samudra Pasifik juga berpengaruh besar meningkatkan curah hujan di Indonesia. Tak lupa dengan deforestasi yang cukup masif di Indonesia memperparah tingkat erosi dan mengurangi infiltrasi air, sehingga memperparah kekeringan dan banjir.
Perubahan cuaca ekstrem di Indonesia selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Peningkatan suhu, curah hujan ekstrem, kekeringan, dan bencana alam merupakan bukti nyata perubahan iklim global. Upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim perlu dilakukan untuk mengurangi dampak negatifnya. (IRFAN NASUTION)
Baca Juga: BMKG: Waspada Enam Daerah di Banten Dilanda Cuaca Ekstrem
angin tornado puting beliung brin bmkg Penelitian Tornado Tornado Rancaekek Perubahan Cuaca Ekstrem kerusakan lingkungan
Jembatan Pacongkang Bukti Kerja Nyata Andi Sudirma...
Cagub Sulsel 01 Danny Pomanto Dilaporkan ke Bawasl...
Warga Akui Pembangunan Andi Sudirman di Lejja Sopp...
Founder AAS Foundation Andi Amran Sulaiman Serahka...
Dozer Sulsel Nobar Bahrain vs Timnas, 2 Gol Indone...