CARITAU JAKARTA – Reva (38) terduduk lesu di depan kios pakaiannya di Pasar Tanah Abang. Ia mengaku pusing karena kiosnya sepi dalam tiga bulan terakhir. Ketika ditanya apa penyebabnya, kepalanya menggeleng. Namun kabar yang santer beredar, penyebabnya tak lain TikTok Shop.
Tapi menurut Reva, informasi dari para pelanggannya di daerah, kondisi ekonomi memang tengah lesu sehingga dagangan mereka juga sepi pembeli.
Baca Juga: Teten Minta TikTok dan GoTo Patuhi Regulasi dan Lindungi UMKM di Indonesia
“Saya tanya ke langganan saya di daerah kenapa jarang order lagi? Katanya di sana juga sepi, gak ada yang belanja,” kata Reva Ketika berbincang dengan caritau.com di Pasar Tanah Abang, Kamis (28/9/2023).
Reva adalah satu dari sekian banyak pedagang di Pasar Tanah Abang yang terimbas lesunya roda perekonomian saat ini. Kondisi diperparah dengan gempuran para pedagang online, termasuk para artis yang ikut berdagang di e-Commerce, antara lain di TikTok Shop yang sedang jadi primadona.
TikTok yang menjelma menjadi e-commerce atau biasa disebut sebagai social commerce, dianggap sebagai salah satu penyebab lesunya penjualan mereka.
Eva dan ratusan pedagang di Tanah Abang pun protes. Mereka meminta pemerintah untuk menerapkan regulasi agar para pedagang konvensional tidak semakin merana.
“Pengaruh banget itu, banyak sih yang main TikTok. Kalau kita kan biasanya di WA (WhatsApp) dan Instagram. Paling WA kirim gambar ke langganan, udah,” kata Reva.
Saking sepinya pembeli, Reva bahkan mengaku pernah satu hari tidak ada y,ang membeli dagangannya. Ia pun mengaku pasrah dengan kondisi tersebut.
“Hari biasa pernah gak dapet pembeli. Kalau sebelumnya dulu sehari bisa dapet Rp2 juta, sekarang Rp200-300 ribu saja susah,” keluhnya.
Akibatnya, kata Reva, banyak rekan-rekan pedagang di Pasar Tanah Abang menutup kios karena tidak mampu membayar biaya operasional, seperti sewa kios dan gaji karyawan. Padahal sebelumnya, Pasar Tanah Abang pernah menyandang status sebagai pasar pakaian terbesar di Asia Tenggara.
“Awalnya di sini rame, semuanya buka. Sekarang banyak yang tutup,” katanya.
TikTok Shop yang dikeluhkan para pedagang di Pasar Tanah Abang kini sudah dilarang beroperasi alias ilegal oleh pemerintah. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2023 yang menegasan Social Commerce seperti TikTok Shop dilarang melakukan transaksi jual beli, tapi hanya boleh beriklan dan promosi saja.
"Praktik TikTok Shop penjualan itu ilegal, karena izin dari Kemendag untuk kantor perwakilan bukan untuk berbisnis dan berjualan. Jadi semestinya TikTok itu harus sudah menutup sendiri karena ini ilegal," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di ICE BSD, Kamis (28/9/2023).
Faktanya, TikTok memang tidak memiliki izin perdagangan atau e-commerce, karena mereka adalah aplikasi media sosial. Karena itu, Teten meminta TikTok Indonesia untuk mengurus izin perdagangan secara terpisah, juga membuat aplikasi TikTok Shop yang berdiri sendiri.
Penutupan TikTok Shop adalah cara pemerintah untuk melindungi sektor UMKM di Indonesia. Menurut Teten, penutupan adalah ketegasan pemerintah karena TikTok Shop dinilai mengancam eksistensi UMKM dan punya potensi memonopoli pasar.
“Pemerintah kalau mau sedikit gigit saja bisa, bahkan mereka juga enggak respek dengan ekonomi Indonesia. Kalau mau bisnis, ayo kita bisnis tapi juga berkelanjutan. Kalau membunuh UMKM, daya beli juga nanti rubuh kita enggak bisa bisnis jangka panjang," tutur Teten.
Ancaman TikTok Shop juga dipaparkan Mendag Zulkifli Hasan. Menurut dia, platform asal China itu telah melakukan praktek predatory pricing, yaitu menjual barang dengan harga hingga separuh harga grosir.
Saat mengunjungi Pasar Asemka, Zulhas mendapati banyak pedagang di pasar tersebut sudah mencoba berjualan secara online, namun dari segi harga yang dijual ternyata masih kalah jauh dengan harga yang ditawarkan di TikTok. Dampaknya harga pedagang di pasar offline menjadi tergerus karena adanya praktik predatory pricing yang dilakukan oleh social commerce tersebut.
"(Para pedagang) kalau jualan online juga dia tetap kalah. Kalau tadi 1 set itu dijual langsung Rp120.000, di online itu harganya bisa Rp60.000. Bedak tadi dia jual Rp22.000 tapi di online bisa Rp12.000-Rp15.000," kata Zulhas seusai meninjau Pasar Asemka Jakarta Barat, Jumat (29/9/2023).
"Di sini orang datang, di sana ongkos pun nggak bayar lagi. Jadi ini persaingannya kan nggak sehat kalau begitu," imbuh dia.
Praktek ini menjadi salah satu penyebab banyak pedagang konvensional yang sudah mencoba menjajakan dagangannya secara online, kalah bersaing dan akhirnya banyak yang tutup.
Predatory pricing ini, kata Zulhas, akan dilakukan terus selama 4-6 bulan sehingga para pedagang lain tidak kuat bersaing dan akhirnya menutup tokonya. Setelah itu, barulah harga perlahan dinaikkan hingga sama dengan harga pasar.
“Inilah yang pemerintahan hadir karena keluhan seperti ini sudah bertubi-tubi. Hampir semua daerah memberikan laporan. Oleh karena itu kita atur dan kita tata,” tuturnya.
Menteri yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu mengatakan, seharusnya harga di pusat grosir yang paling murah. Namun yang terjadi, harganya masih lebih murah di TikTok Shop karena adanya praktek predatory pricing tadi.
"Kita sudah ke Tanah Abang. Ke yang di Slipi itu juga banyak yang jualan beauty (alat kecantikan). Saya tanya, 'di sini tambah ramai atau tambah sepi?'. Tapi keluhannya, di sini kan pusat grosir, mestinya tuh paling murah, tetapi yang dijual di online itu bisa separuh harganya," tutur Zulhas.
Karena sudah banyak merugikan, Zulhas menyebut banyak negara yang sudah mengatur terkait perdagangan di sistem elektronik. Bahkan, di Uni Eropa, India, Amerika Serikat, hingga Australia, banyak yang tidak mengizinkan TikTok Shop.
"Tapi kita tidak. Kita persilahkan, tapi kita atur. Jangan sampai yang dagang offline ini bayar pajak yang di online nggak. Ini jualnya resmi, di sana jualnya predatory pricing. Di sini harus ada BPOM yang ini tidak. Di sini ada sertifikat jaminan, di sana tidak. Ya tentu kalah, toko-toko saja nanti bisa tutup semua," kata Zulhas.
Salah satu yang menjadi penyebab banyaknya predatory pricing di TikTok Shop adalah karena barang yang dijual adalah produk impor asal China. Pemerintah mengakui, Indonesia dibanjiri produk murah dari China. Mereka berdalih hal itu terjadi karena sulitnya melakukan pengawasan terhadap gelombang impor yang terjadi.
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Mohammad Aflah Farobi, membeberkan ada peningkatan drastis pengiriman produk impor dari China ke Indonesia. Hal itu ditandai dengan dokumen pengiriman barang atau consignment note (CN) yang pada 2018 jumlahnya hanya 5 juta dokumen per tahun, melonjak seperti air bah menjadi 60 juta dokumen pengiriman per tahun pada 2019-2023.
"E-commerce kebanyakan barangnya nilainya kecil-kecil karena banyak konsumsi dan yang paling penting memang produksinya banyak dibutuhkan, atau diinginkan oleh masyarakat Indonesia. Kebanyakan barang dari China dijual," kata Aflah saat media briefing Penerimaan Negara dalam APBN 2024, di Hotel Grand Aston, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Untuk melindungi UMKM di Indonesia dari gempuran barang impor China, Aflah mengaku pihaknya membutuhkan bantuan dari Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dengan menerbitkan aturan larangan khusus agar tugas menjaga 'gerbang negara' bisa lebih maksimal.
"Bea Cukai hanya menjaga melalui gerbong yang ditentukan. K/L yang mengatur larangan pembatasannya. Larangan pembatasan ini termasuk yang lagi ramai kalau dagang ada izin e-commercenya apa nggak," tuturnya.
Adapun beberapa kategori barang yang paling laris dijual di TikTok Shop, tiga besarnya adalah produk kecantikan dan perawatan, disusul produk dalaman dan pakaian wanita, dan busana muslim. Nilai penjualannya tidak main-main, mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Berikut data 10 Komoditas yang paling laku di TikTok Shop (Periode 27 Agustus – 25 September 2023) dilansir dari Shoplus;
Meski ditutup dengan alasan untuk menyelamatkan UMKM, nyatanya banyak UMKM yang sudah menemukan ritme jualannya dan meraup banyak keuntungan dari TikTok Shop. Meski begitu, salah satu pelaku UMKM, Dobelden Sofi, pemilik Rumah Kopi Temanggung, mengaku tidak mempermasalahkan keputusan pemerintah menutup TikTok Shop.
Pria yang akrab disapa Kang Den itu memahami maksud pemerintah mengeluarkan regulasi yang melarang sosial media dan e-commerce menjadi satu. Ia juga mengapresiasi pemerintah yang memberikan waktu pada TikTok untuk mengubah atau memisahkan platform media sosial dan e-commerce mereka.
“Menurut saya ini memang hal yang seharusnya dilakukan. Tapi jangan sampai pemerintah melakukan pembredelan seketika hanya karena salah satu alasan Pasar Tanah Abang sepi. Pembredelan seketika yang pasti dirugikan adalah UMKM yang selama ini sudah mulai menemukan ritme jualannya via TikTop Shop,” kata Kang Den kepada caritau.com, Kamis (28/9/2023).
Ia yakin, setelah TikTok Shop ditutup, para UMKM yang sudah bergantung berjualan di sana akan bisa bertahan karena sebagian besar UMKM di TikTok Shop sebelumnya sudah punya toko di e-commerce lainnya, seperti Tokopedia dan Shopee.
“Kami yakin UMKM akan menemukan jalan ninjanya, di mana seharusnya jalan ini dibuat oleh pemerintah, tapi pemerintah malah tampak gagap,” tutur Kang Den.
Saat ini, Kang Den justru melihat tantangan terberatnya ada di TikTok atau platformnya. Sebab dengan memisahkan platform media sosial dengan e-commerce yang sebelumnya jadi satu di TikTok Shop, perusahaan asal China itu harus memutar otak bagaimana bisa mempertahankan jumlah pengguna sehingga tidak berimbas pada nilai transaksi yang terjadi.
Rumah Kopi Temanggung sendiri juga membuka toko online di TikTok Shop, tapi Kang Den mengaku mereka tidak pernah melakukan siaran live yang menjadi cara paling powerfull mendapatkan pembeli di TikTok Shop.
Alih-alih berjualan live, Kang Den lebih suka memakai strategi Google Bisnis untuk mempromosikan dagangannya.
“Tiktok Shop hanya menjadi satu dari platform online yang dipakai oleh Rumah Kopi Temanggung dan sejujurnya kami lebih fokus 'menarik' pelanggan lewat jalur Google Bisnis (titik di Gmaps),” beber dia.
Ia sangat yakin, penutupan TikTok Shop yang membuat banyak UMKM merasa dirugikan karena ‘lapak’ jualannya hilang, tidak akan berdampak terlalu lama. Selain masih ada platform jualan lain, mereka juga masih bisa menunggu platform TikTok Shop baru yang mungkin akan segera diluncurkan oleh TikTok.
“Daya juang UMKM di Indonesia itu sudah teruji dengan berbagai kondisi krisis. Dan kondisi ini akan bisa segera terlewati,” katanya optimis.
Pada akhirnya, perkembangan teknologi seharusnya memang dapat menciptakan potensi ekonomi baru, bukan membunuh ekonomi yang sudah ada. Sementara para pedagang harus pintar membaca peluang dan selalu menambah skill baru agar bisa mengikuti perkembangan teknologi, terutama cara marketing di platform digital. Zaman sudah memasuki era digital, Jika ingin bertahan, pedagang mau tidak mau harus terjun ke sana.(DIM/DID)
Baca Juga: TikTok Shop Bikin Rugi UMKM Konvensional atau Berubahnya Kebiasaan Konsumen? (Bag. 1)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...