CARITAU JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan telah mengantongi sejumlah alat bukti terkait pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Hal itu disampaikan oleh Ketua KPPU Ukay Karyadi dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di komplek Senayan, Jakarta, Kamis (31/3/2022).
Baca Juga: Siap-siap Harga Minyakita Bakal Dinaikkan
Ukay mengungkapkan, pelanggaran di lapangan yang ditemukan oleh pihaknya yakni terkait pelanggaran yang terdapat pada pasal 5 tentang penetapan harga, pasal 11 tentang kartel dan pasal 19 huruf “c” tentang penguasaan pasar melalui pembatasan peredaran barang/jasa di dalam UU No 5 Tahun 1999.
Saat ini kasus tersebut telah masuk dalam proses penyidikan oleh KPPU, dan Ukay mengklaim pihaknya hanya membutuhkan satu alat bukti lagi untuk meningkatkan kasus kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng ke tahap persidangan.
"Saat ini telah masuk dalam tahap penyelidikan, tinggal menunggu satu alat bukti lagi, masalah minyak goreng bisa naik ke tahap persidangan,” kata Ukay
Dalam melakukan proses penyidikan, KPPU telah menginvestigasi dan mewawancarai berbagai pihak baik swasta maupun pemerintahan guna menemukan jawaban dari masalah kenaikan dan kelangkaan minyak goreng.
Untuk itu, sejumlah pihak sudah dimintai keterangan mulai dari produsen minyak goreng terutama skala besar distributor, peritel, asosiasi dan perusahaan pengemasan minyak goreng.
Selain itu, lanjut Ukay, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan instansi pemerintah dalam hal ini pihak Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai untuk dimintai keterangan.
"Jadi kita sudah memanggil kurang lebih 44 pihak dan menemukan satu alat bukti dan menemukan beberapa hal yang menarik,” tutur Ukay.
Dia mengungkapkan, terdapat hal janggal terkait fenomena permasalahan minyak goreng di Indonesia, hal itu menurutnya dapat dilihat ketika pada akhir tahun 2021 kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng terjadi berurutan.
"Hal yang janggal ketika secara bersamaan harga minyak goreng naik pada akhir tahun 2021 dan disusul secara bersamaan kembali keberadaan minyak goreng mengalami kelangkaan setelah pemerintah menerapkan Herga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan," ujar Ukay.
Namun setelah kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dicabut oleh pemerintah, secara kompak minyak goreng kemasan membanjiri pasar dengan harga yang tinggi.
Kejanggalan itu, imbuhnya, dapat dipicu berdasarkan struktur pasar yang oligopoli. Sekelompok pengusaha bisa dengan mudah mengatur harga di pasaran karena memiliki market power yang sangat kuat.
"Delapan kelompok usaha minyak goreng berhadapan dengan 270 juta penduduk Indonesia tentu mereka memiliki market power yang sangat kuat, sehingga tinggal niat saja. Karena kesempatan sudah terbuka untuk menggunakan kesempatan dominannya untuk memainkan pasar. Nah inilah yang sedang kami selidiki,” ujar Ukay.
Meski telah memiliki beberapa bukti, namun Ukay mengaku hingga saat ini KPPU dan pemerintah belum dapat memastikan siapa saja dalang dibalik permainan minyak goreng ini.
Tapi, jika melihat skala permainan kenaikan harga dan kelangkaan yang hampir merata dari Sabang hingga Merauke, tentunya tidak mungkin jika dilakukan oleh industri skala kecil atau menengah.
"Yang bisa memengaruhi harga secara nasional, tentunya mereka yang memiliki power," pungkasnya. (GIBS)
Baca Juga: Kemendag: Harga Bahan Pokok Stabil dan Inflasi Terkendali Selama Periode Natal dan Tahun Baru
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...