CARITAU JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2023 berpotensi mempengaruhi ekonomi dan tingkat inflasi.
“Dampak kenaikan tarif cukai rokok terhadap inflasi diperkirakan terbatas dan sudah dikelola dengan baik,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (11/12/2022).
Pemerintah sendiri akan menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 10% pada 2023 dan 2024 dengan jenis sigaret kretek tangan (SKT) maksimal 5%.
Pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap batasan minimum harga jual eceran (HJE) dengan memperhatikan perkembangan harga pasar dan rata-rata kenaikan cukai rokok.
Selain itu, pemerintah sekaligus menaikkan tarif cukai untuk seluruh jenis rokok elektrik (REL) sebesar 15% dan hasil produk tembakau lainnya (HPTL) sebesar 6% setiap tahun untuk lima tahun ke depan.
Kebijakan yang otomatis akan menaikkan harga jual rokok ini dilakukan mempertimbangkan empat aspek yaitu pengendalian konsumsi, keberlangsungan tenaga kerja, penerimaan negara dan pengawasan bea cukai ilegal.
Sri Mulyani menyebutkan kenaikan harga jual rokok yang akan terjadi tersebut pasti pada akhirnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi termasuk tingkat inflasi.
Secara rinci, estimasi dampak kebijakan cukai hasil tembakau terhadap inflasi terbatas yaitu sebesar plus 0,10% sampai 0,20% dan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,01% sampai minus 0,02%.
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan inflasi diperkirakan melandai pada tahun depan yakni mencapai 3,6% (yoy) dipengaruhi oleh melambatnya harga komoditas global secara umum.
Baca Juga: Menkeu Rekomendasikan Bank Dunia dan IMF Pertahankan Momentum Reformasi
“Dampak inflasi dari kenaikan cukai ini akan dapat terkelola dengan baik,” tegasnya.
Kendalikan Konsumsi Rokok
Dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) akan secara otomatis menaikkan harga rokok. Menurut Menteri Sri Mulyani, hal tersebut juga dapat mengendalikan konsumsi rokok masyarakat.
"Dengan adanya cukai sebagai instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi, maka penerapan cukai diharapkan meningkatkan harga yang kemudian mengurangi prevalensi merokok," tambahnya dalam raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, dikutip Rabu (14/12/2022).
Sri Mulyani menjelaskan sejauh ini prevalensi perokok laki-laki dewasa mencapai 71,3%, sehingga membuat Indonesia menduduki peringkat pertama tertinggi di dunia.
Sementara prevalensi perokok dewasa yang total sebesar 37,6% menduduki peringkat kelima tertinggi di dunia.
Untuk prevalensi merokok anak di umur 10 sampai 18 tahun pun masih tinggi yaitu pada 2018 sebesar 9,1%, 2019 sebesar 9,87%, 2020 sebesar 8,99%, 2021 sebesar 9,18% dan 2022 sebesar 9,04%.
Sementara, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan prevalensi merokok anak menjadi 8,7% pada 2024.
Harga rokok di Indonesia pun relatif tergolong murah jauh di bawah rata-rata dunia yaitu USD4 dan paling mahal di Australia sebesar USD21, sedangkan di dalam negeri hanya USD2,1.
Oleh sebab itu, pemerintah mendukung kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk mendorong indeks kemahalan rokok karena sangat berpotensi menekan konsumsi rokok masyarakat.
Terlebih lagi, Sri Mulyani menuturkan rokok masuk ke dalam dua komponen pengeluaran terbesar bagi rumah tangga di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Bahkan, rumah tangga miskin rata-rata mengeluarkan uang sebesar Rp246.382 per bulan untuk membeli rokok, yang seharusnya uang tersebut digunakan membeli tahu dan tempe sehingga meningkatkan gizi.
Tak hanya itu, ia menyebutkan peningkatan pengeluaran rokok 1% saja ternyata akan meningkatkan potensi rumah tangga menjadi miskin sebesar 6%.
"Ini dilema, bagaimana bisa kita mempengaruhi konsumsi rumah tangga agar bisa memprioritaskan barang-barang yang lebih bergizi sehingga anak-anak mereka tumbuh menjadi sehat, produktif dan baik," jelasnya.
Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 10% pada 2023 dan 2024 dengan jenis sigaret kretek tangan (SKT) maksimal 5%.
Pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap batasan minimum harga jual eceran (HJE) dengan memperhatikan perkembangan harga pasar dan rata-rata kenaikan cukai rokok.
Selain itu, pemerintah sekaligus menaikkan tarif cukai untuk seluruh jenis rokok elektrik (REL) sebesar 15% dan hasil produk tembakau lainnya (HPTL) sebesar 6 persen setiap tahun untuk lima tahun ke depan. (IRN)
Baca Juga: Sri Mulyani Terkait Panggilan MK: Kalau Ada Undangan Resmi, Saya Datang
menteri keuangan sri mulyani cht cukai hasil tembakau cukai rokok kenaikan harga rokok cukai roko 2023
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...