CARITAU JAKARTA – Gaza hancur lebur akibat serangan membabi-buta oleh Israel. Meski PBB telah mengeluarkan resolusi untuk gencatan senjata, namun Israel dan sekutunya menolak mentah-mentah resolusi tersebut.
Mereka terus menembakkan bom ke wilayah Gaza, bahkan kamp pengungsian, rumah ibadah, hingga rumah sakit tak luput dari sasaran bom Israel. Hingga Senin (13/11/2023), Kelompok Hamas merilis total korban jiwa akibat serangan militer Israel telah mencapai 11.800 orang.
Dilansir dari AFP, dari jumlah tersebut, mayoritas korban jiwanya adalah anak-anak dan perempuan di mana tercatat 4.609 anak-anak ditambah 3.100 perempuan meregang nyawa. Krisis kemanusiaan di Gaza sangat memilukan. WHO bahkan menyebut setiap 10 menit, rata-rata ada satu anak tewas di Jalur Gaza. Kondisi ini terus memburuk karena hampir seluruh rumah sakit di Gaza terpaksa menutup layanannya akibat kehabisan bahan bakar dan menjadi target serangan Israel.
Karena desakan diplomatis tidak membuahkan hasil, masyarakat global termasuk di Indonesia kini mulai melakukan aksi boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel. Di Indonesia, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat (10/11/2023) lalu baru saja mengeluarkan fatwa terbaru Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina.
Dilansir dari laman resminya, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung agresi Israel haram.
“Upaya mendukung agresi Israel atau membantu orang yang mendukung agresi Israel terhadap Palestina hukumnya haram. Karena itu MUI merekomendasikan kepada masyarakat Muslim untuk menghindari semaksimal mungkin bermuamalah, seperti transaksi jual beli dengan pelaku usaha yang secara nyata memberi dukungan terhadap agresi dan juga aktivitas zionis Israel,” kata Asrorun.
Komisi Fatwa ini juga merekomendasikan umat Islam di Indonesia untuk menghindari transaksi produk yang mendukung agresi Israel di Palestina atau terafiliasi dengan Israel. Meski demikian, MUI tidak memerinci nama-nama produk yang dimaksud.
Masyarakat dan kalangan ulama menanggapi beragam Fatwa MUI tersebut. Salah satu Ustaz kondang, Adi Hidayat (UAH), menyerukan jamaahnya untuk melaksanakan Fatwa MUI No.83 tahun 2023 ini. UAH memegang teguh Fatwa MUI yang menyatakan haram bagi setiap Muslim membeli produk dari produsen yang terang-terangan mendukung agresi Israel ke Palestina.
UAH membeberkan alasan kenapa dia mengajak seluruh jamaahnya untuk memboikot produk-produk Israel. Menurut dia, dengan melakukan boikot, itu bisa membantu Palestina menuju perdamaian.
"Makanan-makanan, barang-barang semua yang dijual dari sana jangan dikonsumsi lagi, jangan beli lagi," ujar UAH di channel Youtube nya.
"Itu tekanan yang terbaik untuk melahirkan kedamaian saat ini," sambungnya.
"Terlebih saat ini terlalu banyak korban dari agresi militer yang dilakukan Israel. Kita tidak ingin ada rumah sakit, gereja, masjid dibom lagi, dihancurkan lagi," ungkap UAH.
"Tekan semuanya sampai selesai," imbuhnya lagi.
Salah satu masyarakat yang setuju dengan Fatwa MUI adalah Dian Widyasari (45). Ia mengaku akan menjalankan fatwa tersebut karena menuruti ajakan UAH.
“Saya nurut kata ulama, sesuai kata Ustaz Adi Hidayat,” ujar Dian ketika dihubungi caritau.com, Senin (13/11).
Perempuan yang berprofesi sebagai pengusaha makanan ini tidak menampik akan ada korban yang terdampak dengan gerakan boikot produk Israel. Namun, ia punya keyakinan jika segala sesuatu jika diniatkan di jalan agama, pasti ada jalan keluarnya.
“Insya Allah pasti ada jalan untuk mereka yang terdampak. Rizki kita sudah dijamin Allah kita hanya perlu bertaqwa dan tawakkal pada Nya,” kata Dian.
Dian juga yakin masih banyak produk-produk alternatif lain yang bisa digunakan sehingga hal ini justru baik bagi produk-produk dalam negeri.
“Kan ada alternatif-alternatif produk lain, misalnya ada perusahaan yang bangkrut, misal air mineral, nanti pasti orang akan beralih ke produk yang lain. Dan bila konsumen beralih ke produk dalam negeri maka brand lokal itu pasti akan ada penambahan sales, dan itu pasti kan juga akan menyerap tenaga kerja yang banyak,” dalihnya.
Saat ini perempuan yang tinggal di Ciledug, Tangerang itu mengaku tak kesulitan menghentikan pemakaian produk-produk yang diharamkan dalam Fatwa MUI tersebut. Menurutnya, sejak lama dia sudah tidak memakai produk-produk tersebut karena alasan penghematan.
“Kebetulan banyak yang gak dipake karena produk-produknya kan rata-rata harganya mahal. Kayak sabun pencuci piring itu juga udah lama gak pake karena ada harga yang lebih murah. Mungkin barang yang masih dipake itu pasta gigi (Pepsodent), tapi itu juga sisa 1. Saya akan tetap pakai sampai habis, karena ustad juga ngomong kalau yang sudah dibeli itu gak masalah dipake biar gak mubazir. Ke depannya kalau bisa kita tidak memakai produk-produk yang diboikot itu,” beber dia.
Baca Juga: Demo Boikot Produk Terafiliasi Israel
Sementara itu, menurut Kiai Eko Ahmadi, boikot produk-produk Israel bukanlah jalan keluar untuk mengatasi agresi militer Israel di Gaza. Pengasuh Pondok Pesantren Tegalwangi, Cirebon itu menegaskan dirinya tidak setuju dengan Fatwa MUI tersebut
“Pertama ketika kita berbicara tentang fatwa terhadap sebuah produk mau itu produk minuman, pasta gigi, kosmetik, dan segala macam, kalau saya sebagai ulama dan pengasuh pondok pesantren, fatwa itu boleh, tetapi harus diberikan solusi terhadap dampak dari fatwa itu.
“Kalau misalkan memboikot produk ya kita harus punya produk yang lain, sebagai pengganti dari yang diboikot. Yang kedua, harus juga ada solusi terkait dengan, misalkan seluruh pegawai yang ada dalam produk itu misal di PHK, mereka harus cari makan dari mana? Jadi jangan hanya sekadar berfatwa tanpa memberikan solusi,” ujar Kiai yang akrab disapa Gus Eko saat dihubungi caritau.com, Senin (13/11).
Gus Eko mengaku tak sepakat dengan Fatwa MUI No.83 Tahun 2023 karena ia lebih memikirkan nasib pekerja yang terdampak aksi boikot. Ia mencontohkan ada berapa banyak peternak, karyawan, dan pihak-pihak lain jika restoran McDonald diboikot.
“Kalau saya berpikir nasib pekerjanya, sampai peternaknya, misalkan ngomong McDonald, nah itu nasib pekerja, nasib peternak gimana? kalau saya sendiri sih harus memikirkan bagaimana dampak sosialnya. Benar-benar dipikirkan dengan bijak lah karena lebih banyak memberikan dampak negatif daripada dampak positif, itu yang saya lihat,” tutur dia.
Mengenai himbauan untuk memakai produk alternatif, mantan pengurus Lesbumi PBNU itu mengatakan hal tersebut tetaplah bukan menjadi solusi.
“Kalau kayak gitu itu kan namanya kepentingan pasar, market. Memangnya contoh yang di McD, memang dia bukan pekerja kita, bukan Umat Islam kita. Sama-sama kok,” katanya.
Ketimbang melakukan boikot produk, Gus Eko memilih untuk mengajak umat dan jamaahnya untuk lebih sering berdoa untuk rakyat Palestina seperti yang selalu diserukan para ulama Nahdlatul Ulama bahwa jika ada sesuatu yang genting, maka diinstruksikan untuk melakukan Qunut Nazilah setiap Salat Subuh.
“Bedoa untuk saudara-saudara kita yang mengalami perang atau bencana, karena kemampuan kita di situ. Kita ini jangan mengurusi yang jauh, yang dekat aja masih belum selesai. Kita lupa dengan tetangga kita yang masih belum bisa makan padahal dia muslim juga,” seru Gus Eko.
Meski menolak Fatwa MUI, Gus Eko menegaskan bahwa dirinya tetap mengutuk agresi Israel di Gaza yang sudah menewaskan banyak korban.
“Kalau soal kemanusiaan, ini terlepas dari agama apapun, bahwa kemudian Israel seperti itu ya saya sangat menengutuk. Masa nyawa manusia gak ada harganya. Tapi caranya beda-beda kita mengutuknya, ada yang dengan doa dan boikot,” pungkas Gus Eko.
Tak hanya di Indonesia, berbagai produk-produk yang terafiliasi dengan Israel juga diboikot di seluruh dunia. Dikutip dari laporan Anadolu, Turki melalui Parlemennya juga memboikot produk Coca-Cola dan Nestle. Masyarakat Bahrain juga menghindari produk-produk yang diduga mendukung Israel, seperti McDonald's, KFC, dan Starbucks. Di Yordania kampanye boikot Israel bahkan lebih luas lagi dengan menyayat produk-produk asal Amerika, Inggris, dan Prancis.
Banyak pihak menyangsikan aksi boikot tersebut berpengaruh pada perusahaan bersangkutan. Namun banyak laporan, aksi tersebut cukup terasa bagi beberapa perusahaan dan waralaba dunia tersebut.
Salah satunya adalah Starbucks. Waralaba yang bergerak di penjualan kopi dan kedai kopi global asal Amerika Serikat tersebut menjadi sasaran boikot di berbagai penjuru dunia. Starbucks mendapat kecaman karena menggugat serikat pekerja Starbucks Workers United atas unggahan di media sosial yang berisi konten pro-Palestina. Starbucks lalu dicap sebagai pendukung Israel.
Kemudian Starbucks memberikan klarifikasi bahwa gugatan itu dikarenakan serikat pekerja mencatut nama Starbucks, padahal mereka tidak mewakili Starbucks. Perusahaan waralaba minuman kopi itu juga mengklaim tidak menyumbang uang untuk Israel.
Sebagai catatan, Starbucks saat ini tercatat memiliki 35.771 kedai di seluruh dunia hingga 2022. Seorang pengguna TikTok dengan akun @ambrose_darling yang mengaku bekerja sebagai barista di sebuah Starbucks di Amerika Serikat menyebut bahwa gerakan boikot berhasil.
"Ada penurunan order yang signifikan. Saya bisa katakan sekitar sepertiga dari jumlah pelanggan yang biasanya datang sekarang tak muncul lagi, dan saya bicara soal pelanggan yang sebelumnya benar-benar datang setiap hari," ujarnya.
Selain itu, viral di media sosial, gerai Starbucks di Mesir memberikan diskon besar-besaran hingga hampir 80% untuk produk mereka.
"For those who say boycotts don’t work. Starbucks in Egypt is doing a 78.5% discount on its products," tulis akun X.com (twitter) @smile2jannah dikutip Minggu (11/11/2023).
Hal tersebut tak lepas dari makin masifnya gerakan Boycott, Divestment and Sanctions (BDS) terutama di negara-negara muslim yang belakangan juga makin diikuti negara barat. BDS adalah kampanye global yang menekan Israel dari segi ekonomi dan politik agar mau mematuhi tujuan gerakan ini: mengakhiri pendudukan dan kolonisasi Israel terhadap tanah Palestina, kesetaraan hak warga Arab-Palestina di Israel, dan menghormati hak pulang pengungsi Palestina.
Dilansir dari laman resminya, bdsmovement.net, kampanye boikot perusahaan-perusahaan yang mendukung Israel telah berdampak negatif pada harga saham beberapa korporasi besar terutama di bursa Amerika Serikat (AS).
Seperti dilaporkan Daily News Egypt, saham PepsiCo, yang merupakan pemilik merek dagang seperti Pepsi, Chipsy, Dunkin' Donuts, dan lainnya, turun ke level terendah sejak November 2021 pada 12 Oktober, mencapai USD157,9 per saham.
Selain itu, perusahaan animasi dan film Walt Disney, yang memiliki Disney Channel dan bisnis hiburan lainnya mengalami penurunan 0,59% pada 12 Oktober, mencapai USD83,1 per saham. Bahkan hal tersebut jauh sebelum pernyataan resmi mereka yang mendukung Israel keluar.
Diketahui, The Walt Disney Company memberikan pernyataan resmi bahwa mereka memberikan bantuan kemanusiaan senilai USD2 juta atau setara dengan Rp31,38 miliar ke Israel. Bantuan ini diberikan ke Israel buntut penyerangan Hamas ke wilayah itu.
"Setelah serangan teroris mengerikan yang menargetkan orang-orang Yahudi di Israel akhir pekan lalu, kita semua harus melakukan apa yang kita bisa untuk mendukung orang-orang tak bersalah yang mengalami begitu banyak penderitaan, kekerasan, dan ketidakpastian - terutama anak-anak," tulis CEO Walt Disney, Robert A Iger, dalam keterangan yang diunggah situs resmi perusahaan, dikutip Minggu (12/11/2023).
Dalam keterangan tersebut, Inger juga mengatakan bantuan ini diberikan untuk menghormati para korban di Israel dan keluarga mereka dan secara terbuka ia secara terbuka mengutuk aksi serangan bersenjata yang dilakukan Hamas terhadap Israel yang dianggap sebagai serangan terorisme.
Bantuan tersebut dibagi sebesar Rp15,7 miliar akan untuk Magen David Adom, rumah sakit milik pemerintah Israel yang terafiliasi dengan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang menyediakan layanan medis darurat dan perbankan darah di kawasan tersebut.
Kemudian Rp 15,7 miliar sisanya akan diberikan kepada organisasi nirlaba lainnya yang bekerja di Israel, khususnya yang memiliki fokus pada pemberian bantuan kepada anak-anak.
Selain turunnya saham dari sejumlah perusahaan yang menyatakan dukungannya terhadap Israel, dalam beberapa pekan ke belakang, bdsmovement.net melaporkan bahwa mulai banyak perusahaan-perusahaan internasional menarik diri dari Israel,
Perusahaan-perusahaan besar Amerika dan Eropa seperti Veolia, Orange, G4S, General Mills, dan CRH semuanya telah keluar dari pasar Israel setelah adanya kampanye besar-besaran mengenai keterlibatan mereka dalam pelanggaran Israel.
Veolia menjual bisnisnya di Israel dan mengakhiri perannya dalam proyek infrastruktur untuk pemukiman ilegal Israel setelah aktivis boikot membujuk dewan lokal untuk membatalkan Veolia dari kontrak publik senilai setidaknya USD20 miliar.
Aksi boikot mungkin tidak akan secara langsung berdampak kepada Israel, lantaran sumber daya dan bantuan dana dari sekutu seperti Amerika Serikat masih terus mengalir
Dilansir dari laporan Al Jazeera, Israel telah menerima bantuan sebesar Rp4.127 triliun sejak tahun 1946-2023 dari Amerika Serikat. Jumlah ini hampir dua kali lipat dibandingkan negara penerima bantuan luar negeri Amerika terbesar kedua, Mesir, yang menerima Rp2.383 triliun dalam 77 tahun terakhir.
Bahkan yang terbaru, Kongres Amerika Serikat di tahun 2023, telah menyetujui bantuan dana khusus militer ke Israel sebesar Rp59 triliun, yang mana setengahnya dialokasikan untuk pertahanan rudal Israel. Angka ini merupakan rekor tertinggi dari kesepakatan yang dibangun dua negara tersebut.
Namun, sampai kapan dana tersebut dapat “membiayai” perang tersebut? Dilansir dari harian bisnis Israel, Calcalist, biaya perang Israel dengan Hamas di Jalur Gaza yang pecah sejak 7 Oktober lalu telah menelan biaya hingga 200 miliar shekels atau US$ 51 miliar, setara Rp 795,04 triliun.
Jumlah tersebut berdasarkan perhitungan awal Kementerian Keuangan Israel sendiri. Angka tersebut disebutkan setara dengan 10% dari produk domestik bruto (PDB) Israel.
Laporan tersebut juga menyatakan angka tersebut tanpa memasukkan perhitungan biaya serangan yang turut dilancarkan Hizbullah dan pengerahan tentara cadangan Israel.
"Tanpa memperhitungkan biaya partisipasi penuh dari Hizbullah Lebanon, Iran, atau Yaman, dan sekitar 350.000 orang Israel yang direkrut sebagai cadangan militer segera kembali bekerja," dilansir dari Reuters, Minggu (11/11/2023).
Pemerintah Israel sendiri tidak membenarkan jumlah yang disebut dalam laporan harian Israel tersebut. Dalam laporan tersebut juga terungkap, bahwa biaya pertahanan Israel mencapai 1 miliar shekel per hari. 40-60 miliar shekel lainnya akan berasal dari hilangnya pendapatan, 17-20 miliar untuk kompensasi bagi bisnis dan 10-20 miliar shekel untuk rehabilitasi.
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich sebelumnya memang telah mengatakan, Pemerintah Israel sedang mempersiapkan paket bantuan ekonomi bagi mereka yang terkena dampak serangan Palestina. Paket bantuan itu diklaim akan "lebih besar dan lebih luas" daripada selama pandemi Covid-19.
Dalam sebuah pernyataan, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menegaskan akan berkomitmen untuk membantu semua orang yang terkena dampak peperangan yang tengah memanas saat ini.
"Arahan saya jelas: Buka keran dan salurkan dana kepada siapa pun yang membutuhkannya," katanya tanpa memberikan angka spesifik.
Terkait mahalnya biaya perang tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Israel mengeluarkan peraturan yang memperbolehkan kementerian untuk menerima sumbangan untuk perang dari masyarakat.
Aturan baru tersebut memperbolehkan individu swasta dan yayasan filantropi memberikan dana langsung kepada pemerintah, bukan kepada LSM.
Dokumen tersebut diterbitkan untuk mengatur proses donasi sesuai dengan aturan yang berlaku. Dilaporkan Calcalist, Jumat (10/11/2023), dokumen tersebut bahkan telah dikeluarkan bulan lalu dan didasarkan pada proposal yang dirancang oleh Kemenkeu Israel dalam beberapa tahun terakhir namun belum diadopsi.
Di dalam dokumen tersebut, Israel menentukan jumlah donasi maksimum yakni 360.000 shekel atau sekitar Rp1,4 miliar untuk organisasi bisnis dan 500.000 shekel (Rp2 miliar) untuk organisasi nirlaba.
Kebijakan tersebut bukan tanpa tentangan. Sejumlah orang di Kementerian Keuangan Israel mempermasalahkan hal aturan tersebut dikarenakan dapat membuka pintu bagi pengaruh luar yang tidak pantas dan mengambil keuntungan dari niat baik masyarakat.
"Karena perang, ada peluang untuk memberikan pengaruh yang tidak pantas terhadap pegawai negeri di sini. Tidak dapat diterima jika sebuah negara dengan anggaran [pemerintah] yang besar meminta sumbangan untuk kegiatan-kegiatan yang dapat dan harus dibiayainya. Masalahnya bukanlah uang, itu adalah prioritas pemerintah," kata sumber lain.
Sejumlah ekonom dunia menilai kebijakan donasi Israel tersebut sebagai sebuah kemunduran Israel serta dampak mahalnya biaya perang yang memicu kebangkrutan. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Bank Dunia yang menyebut ekonomi Israel akibat anjloknya ekspor Israel ke Palestina sebesar 24% serta gerakan boikot yang dilakukan masyarakat global terhadap perusahaan yang dianggap terafiliasi dan mendukung genosida oleh Israel. (Irfan Nasution/Dimas Elfarisi)
Baca Juga: Delegasi Hamas ke Kairo Rundingkan Gencatan Senjata
perang israel - palestina perang israel-palestina boikot produk israel fatwa mui
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024