CARITAU JAKARTA - Warga korban insiden kebakaran yang terjadi di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang, Jakarta Utara, menyoroti pernyataan pemerintah melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang menyebut bakal merencanakan soal relokasi pemindahan pemukiman rumah warga dari wilayah zonasi Depo Pertamina Plumpang ke tempat yang lebih aman.
Pernyataan Erick Thohir itu disampaikan pasca insiden kebakaran terjadi atau saat dirinya dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengunjungi lokasi tempat tinggal warga Tanah Merah, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, yang menjadi lokasi korban dari insiden kebakaran Depo Plumpang.
Diketahui, saat mengunjungi lokasi, Erick Thohir menyampaikan bahwa pemerintah memiliki dua opsi untuk mencegah peristiwa kebakaran Depo Plumpang terulang kembali. Opsi pertama, yakni memindahkan Depo Plumpang ke tempat yang lebih aman dan jauh dari pemukiman warga, atau opsi kedua memindahkan pemukiman warga ke tempat yang letaknya jauh dari TBBM Plumpang.
Baca Juga: Nekat Jual LPG 3 Kg Tanpa KTP, Pertamina Akan Tutup Agen Pangkalan
Sementara itu, pria yang akrab disapa Pram itu menilai, mengenai apa yang disampaikan Erick Thohir pada pekan lalu itu merupakan sebuah pernyataan yang merujuk pada latar belakang mengenai masalah kepastian. Atas dasar itu, Pram menyebutkan, bahwa warga Tanah Merah sendiri sejak lama memang telah memiliki surat rekomendasi dalam menyelesaikan persoalan agraria dengan Pertamina.
Oleh karena itu, Pram meminta agar pemerintah tidak membangun opini jauh mengenai insiden terkait kebakaran pekan lalu yang seolah-olah menyudutkan, bahwa peristiwa tersebut terjadi lantaran dampak dari kesalahan warga karena menghuni wilayah yang lokasinya berdekatan dengan depo Plumpang. Padahal insiden peristiwa kebakaran tersebut diduga disebabkan berasal dari kebocoran pipa gas Depo Plumpang yang berakibat munculnya ledakan dahsyat dan juga menimbulkan kobaran api besar yang melahap pemukiman warga.
"Jadi gini kalau permasalahan itu sebetulnya masyarakat sudah nyaman di sini. Kalau hal yang seperti apa yang disampaikan dia, itu kan bicara soal masalah kepastian. Nah kalau bicara soal kepastian itu, ya wilayah Tanah Merah sendiri di Kampung Tanah Merah sendiri khususnya, sebetulnya kita sudah ada rekomendasi untuk penyelesaian agrarianya," kata Pram kepada Caritau.com, Rabu (8/3/2023).
"Nah, jadi jangan ini kesalahan pertamina justru malah kami masyarakat yang terus disalahkan. Kecuali memang yang menjadi penyebab dari kebakaran ini dari masyarakat kan bukan tapi dari pertamina," sambung Pram.
Pram menuturkan, jika nantinya keputusan yang diambil oleh pemerintah yakni resmi merelokasi warga, maka nantinya yang akan terdampak dari kebijakan tersebut bukan hanya warga dari RW 09, melainkan juga kurang lebih lima RW lain yang juga akan merasakan dampak.
Di satu sisi, Pram menuturkan, bahwa warga yang bermukim di wilayah Tanah Merah juga memiliki status tanah yang legal. Menurut Pram, hal itu dapat dibuktikan secara sah dan bukan omong kosong.
"Ini dampaknya bukan hanya di RW 09 saja di wilayah Tanah Merah, tetapi juga berdampak kepada warga dari RW lainya yang memang status tanahnya itu mereka juga sudah legal. Jadi jangan juga ini dampak dari pertamina lalu malah justru masyarakat yang disalahkan," tutur Pram.
Konflik Berlangsung Sejak Lama
Menurut Pram, sebetulnya konflik sengketa tanah antara warga dan Pertamina memang sudah berangsur sejak lama. Lantaran selama ini Pertamina juga mengklaim bahwa pihaknya telah memiliki surat kepemilikan hak atas tanah yang sesuai dengan aturan. Berdasarkan klaim tersebut, Pertamina beberapa kali meminta warga untuk meninggalkan lokasi untuk pindah ke tempat lain.
Padahal di satu sisi, Pertamina sendiri tidak dapat menunjukan bukti kepemilikan hak atas tanah yang saat ini dihuni oleh warga. Atas dasar itulah, sengketa tanah antara warga dan Pertamina belum dapat terselesaikan untuk mencari solusi bersama yang tidak merugikan kedua pihak.
"Konteksnya begini, kalau berbicara mengenai pemahaman perihal sengketa ini kan bicara soal kepemilikan. Nah sampai saat ini pun, Pertamina tidak bisa menunjukan bukti kepemilikan hak atas tanah yang saat ini dihuni oleh masyarakat," tegas Pram.
"Jadi kalau ada statemen yang berbicara akan mengevakuasi, apalagi bicara relokasi, pasti masyarakat tidak akan sepakat atau tegas menolak. Karena selama ini yang kita jalani yang kita perjuangkan yaitu bicara untuk memiliki kepastian hukum. Tapi kita juga memahami ada prosesnya, juga ada tahapannya," imbuh Pram.
Naskah Akademik Gugus Tugas Reforma Agraria
Pram memaparkan bahwa penyelesaian sengketa antara warga dan pihak Pertamina sebetulnya dapat juga diselesaikan dengan merujuk pada Peraturan Presiden No 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria yang merupakan payung hukum bagi warga Tanah Merah yang memperjuangkan hak atas tempat tinggalnya.
"Jadi ini lebih kepada konflik. Maka konflik agraria ini sudah ada bentuk penyelesaian yang menjadi payung hukum kita. Pak Jokowi sudah mengeluarkan Perpres No 86 tentang Reforma Agraria," tutur Pram.
Bahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat masih menjabat, dalam mengatasi konflik antara Pertamina dan warga sudah mengikuti amanat yang diputuskan oleh Presiden Joko Widodo yang termaktub di dalam Perpres No 86 tahun 2018. Saat itu, Gubernur Anies Baswedan bahkan telah membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria pada 2019.
Gugus Tugas Reforma Agraria dibentuk sebagaimana amanat yang memerintahkan setiap provinsi di Indonesia wajib membentuk tim tersebut, guna mengatasi permasalahan sengketa tanah antara pihak-pihak yang berkonflik.
"Alhamdulillah, sebetulnya untuk Tanah Merah khususnya, itu output dari Gugus Tugas Reforma Agraria adalah menerbitkan naskah akademik. Itu yang memang telah menjadi opsi-opsi rekomendasi penyelesaian. Jadi tidak ada di dalam opsi rekomendasi itu masyarakat harus direlokasi atau dipindahkan. itu tidak ada dan itu bisa dipertanggungjawabkan," tegas Pram.
Gugus Tugas Reforma Agraria terdiri dari pihak-pihak akademisi, Wali Kota dan juga gubernur.
"Jadi kita sudah ada naskah akademik dan itu juga bisa dipertanggungjawabkan. Karena ini aspeknya bukan hanya dari aspek hukum tapi juga aspek sosial dari masyarakat, aspek kehidupan dan lain-lain," tegas Pram.
Wilayah Tanah Merah memiliki luas kurang lebih 153 hektare, sebagian besar lahan telah dihuni oleh masyarakat, bahkan ada yang menghuni hingga puluhan tahun. Sementara untuk kondisi demografis, wilayah RW 009 sendiri memiliki luas sekitar 2 hektare dengan jumlah total 12 Rukun Tetangga (RT) dan 1193 Kepala Keluarga yang memiliki Kartu Keluarga. Selain itu, lanjut Pram, jumlah penduduk yang tinggal di wilayah RW 09 tercatat 3.787 jiwa.
Sementara untuk Fasos dan Fasum, RW 009 memiliki dua tempat ibadah berupa masjid, satu mushola, tiga gereja, satu balai warga, satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan satu lapangan. Selain itu RW 009 memiliki kurang lebih 900 bangunan rumah permanen.
Warga Desak Pertamina Bertanggung Jawab
Selanjutnya Pram juga mendesak pihak Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang agar bertanggung jawab penuh atas dampak dari insiden kebakaran hebat yang terjadi pada Jumat (3/3/2023).
Pram mengatakan, permintaan ganti rugi muncul lantaran kebakaran tersebut disinyalir disebabkan oleh kebocoran pipa gas Pertamina yang telah menimbulkan ledakan besar hingga memacu berkobarnya api besar yang menyambar pemukiman warga.
Berdasarkan hal itu, menurut Pram, seyogyanya Pertamina selaku pihak yang menaungi aktivitas produksi TBBM depo Plumpang bertanggung jawab atas dampak yang terjadi pada peristiwa kebakaran yang berdampak dengan sejumlah kerugian, baik puluhan korban yang meninggal dunia, kerugian materil hingga rehabilitasi rumah warga.
"Jadi gini karena memang dampak kebakaran itu kan diduga dari meledaknya pipa Pertamina jadi Pertamina harus bertanggung jawab penuh terhadap masyarakat," ucap Pram.
"Yang pertama yaitu korban meninggal dunia, lalu kemudian yang kedua terkait masalah korban luka-luka, ketiganya kepada masyarakat yang mengalami kerugian materil dari dampak kebakaran, lalu yang keempat yaitu rehabilitasi kepada rumah rumah warga yang mengalami kebakaran," sambung Pram.
Tuntutan warga atas insiden tersebut diharap dapat diterima Pertamina dan segera ditindaklanjuti. Hal itu lantaran, para warga kondisinya terpuruk dan kesulitan dalam mengakses kebutuhan sehari-hari maupun tempat tinggal yang layak untuk dihuni.
"Kita juga telah minta itikad baik dari TBBM Plumpang agar mencarikan solusi atas tuntutan kami sebagai warga masyarakat, khususnya warga RW 09 yang telah terdampak dari insiden kebakaran depo pipa Pertamina tersebut," imbuh Pram.
Pram menegaskan, terdapat empat poin permintaan warga terkait pertanggungjawaban pihak Pertamina mengenai peristiwa insiden kebakaran yang terjadi pekan lalu itu. Pertama, tanggung jawab soal korban yang meninggal dunia, kedua korban luka-luka.
"Lalu yang ketiga mengenai masalah kerugian materil dari peristiwa kebakaran, kemudian keempat terkait rehabilitasi rumah-rumah warga yang terkena dampak dari kebakaran itu sendiri," pungkas Pram. (GIB/IRN)
Baca Juga: Naikkan Stok BBM SPBU 15%, Pertamina Pastikan Aman Kebutuhan Liburan Nataru
depo pertamina pelumpang pertamina kebakaran depo plumpang tanah merah tuntutan warga
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024