CARITAU QATAR – Tim Nasional Maroko menatap laga Semifinal Piala Dunia 2022 dengan penuh harap. Dalam kaitan ini, Singa Atlas bakal diuji laga berat lainnya menghadapi sang juara bertahan, Prancis. Pertandingan tersebut dihelat di Al Bayt Stadium, Kamis (15/12/2022) mulai pukul 02:00 WIB.
Saat ini, Maroko didapuk menjadi kuda hitam turnamen empat tahunan itu, setelah mengalahkan tim-tim unggulan lainnya macam Belgia, Spanyol dan Portugal.
Baca Juga: Real Madrid Siapkan Tawaran Fantastis untuk Kylian Mbappe di Akhir Bursa Transfer
Kilau anak asuh Walid Regragui itu telah tampak ketika mengalahkan Belgia di fase gugur. Sofyan Amrabat dan kolega berhasil mengunci permainan Kevin de Bruyne, yang menjadi motor permainan negara peringkat dua FIFA itu.
Usai mengalahkan Belgia, Maroko memastikan keluar di Grup F sebagai tampuk tertinggi. Selanjutnya, Singa Atlas sukses menerkam dua negara Semenanjung Iberia yang menjadi favorit turnamen; Spanyol dan Portugal.
Keberhasilan mereka tentu diiringi oleh rekor-rekor impresif. Maroko tercatat sebagai negara Afrika dan kawasan Timur Tengah pertama yang menyentuh Semifinal Piala Dunia 2022. Lantas, apakah negara yang beribukota Rabat tersebut layak mewujudkan mimpinya untuk juara?
Buah Tangan Akademi Mohammed VI
Capaian Maroko menembus titik cukup tinggi di Qatar tak datang begitu saja. Butuh proses panjang dan komitmen penuh, baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat.
Di mana ada kontribusi besar Akademi Mohammed VI dalam membentuk skuad Singa Atlas saat ini. Diketahui, fasilitas itu berlokasi di Sale, dekat ibu kota Rabat.
Dilansir Aga Khan Development Network, Akademi Mohammed VI selesai dibangun dan resmi dipakai publik pada 2010 silam. Luas tempat tersebut adalah 2,5 km persegi, yang telah direncanakan pada 2007-2008.
Akademisi ini diinisiasi oleh Raja Maroko Mohammed VI, yang bertujuan sebagai investasi untuk memajukan sepak bola nasional agar kompetitif dan berkelanjutan.
"Sepak bola Maroko dulu tidak bagus di tingkat internasional. Diagnosisnya mengungkap adanya kekurangan latihan," terang direktur akademi Nasser Larguet.
Akademi Mohammed VI menyediakan pelatihan sepak bola intensif dan pendidikan sekolah kepada sekitar 50 anak berusia 13-18 tahun.
"Raja Maroko (Mohammed VI) mengucurkan 10 juta euro (Rp 165,14 miliar) untuk sepak bola setiap tahun dan mendirikan akademi yang lebih bagus dari Clairefontaine Perancis," kata Presiden Federasi Sepak Bola Pantai Gading Idriss Diallo kepada surat kabar Perancis L'Equipe setelah kemenangan Maroko atas Portugal di perempat final Piala Dunia 2022.
"Selain Afrika Selatan, tidak ada negara yang memiliki investasi sebanyak Maroko. Apa yang terjadi bukanlah suatu kebetulan," tambahnya.
Lalu, apa dampaknya kepada skuad Maroko sekarang? Dikutip dari Morocco World News, beberapa lulusan Mohammed VI Football Academy bermain di liga Eropa, antara lain Youssef En-Nesyri (penyerang Sevilla), Nayef Aguerd (bek West Ham United), dan Hamza Mendyl (bek kiri OH Leuven di Belgia).
Kemudian terdapat nama Azzedine Ounahi yang berkarier di Perancis bersama Strasbourg B (2018), Avranches (2020), dan dibeli klub Ligue 1 Angers pada 2021, serta Oussama Targhalline yang sempat bermain di Marseille lalu dipinjamkan ke Alanyaspor (Turkiye).
Akademi tersebut turut menjalin kerja sama teknis dengan klub Ligue 1 Perancis, Olympique Lyon, selama tiga tahun untuk membantu menjadikan lulusan mudanya berkualitas dan berkelas dunia.
Pemain Keturunan & Cita Rasa Eropa
Selain alasan di atas, Timnas Maroko juga diketahui sukses karena kebijakan pemain keturunan yang efektif.
Skuad Singa Atlas tidak hanya dihuni oleh pemain kelahiran Maroko, tetapi juga warga keturunan Maroko yang lahir dan tumbuh di negara-negara imigran seperti Spanyol, Belgia, Belanda, Prancis, Italia hingga Kanada.
Tercatat, 15 dari 26 pemain Maroko lahir di luar negeri. Bahkan pelatihnya sendiri yang merupakan salah satu Legenda Maroko, Walid Regragui juga lahir di Prancis 47 tahun yang lalu.
Mereka yang tercatat lahir di luar Maroko ialah Hakim Ziyech (Belanda), Roman Saiss (Prancis), Achraf Hakimi (Spanyol) hingga Yassine Bounou (Kanada).
Bahkan, terdapat sebuah cerita ketika Ziyech memutuskan memilih membela Maroko ketimbang Belanda.
Di mana, penyerang yang berkarir di Chelsea itu sempat membela Belanda di sejumlah kelompok umur, sebelum menetapkan hatinya dengan memilih Timnas Maroko.
Hakim Ziyech yang notabene lahir di Dronten, Belanda, menjadi salah satu berlian di antara bejibunnya talenta muda di sana. Bakatnya kian terasa usai merumput bersama Ajax Amsterdam di ajang Eredivisie.
Namun, saat namanya mulai melambung, Ziyech membuat keputusan mengejutkan dengan memilih Timnas Maroko. Hal ini lantas mengundang kritik dari segala penjuru Belanda.
Legenda sepak bola Belanda, Marco van Basten menjadi salah satu pihak yang menyatakan kritik keras terhadap Ziyech.
"Itu adalah pilihan bodoh, mereka anak-anak bodoh yang seharusnya memiliki sedikit kesabaran," kata Marco van Basten, dikutip dari Lematin.
"Ziyech adalah pemain hebat dan Tannane sangat bagus, tetapi bagaimana Anda bisa bersikap bodoh dengan memilih Maroko ketika Anda memenuhi syarat untuk tim Belanda?" kata Marco van Basten.
Ziyech pun membalas dan menegaskan bahwa keputusan itu berasal dari hatinya.
"Saya tidak akan bermain untuk Belanda. Memilih timnas tidak dilakukan dengan otak, tapi dengan hati!" tegas Eks Pemain Ajax tersebut.
Keputusan Tepat Ganti Pelatih
Federasi sepak bola Maroko sempat mengejutkan publik, karena memecat pelatih Vahid Halihodzic tiga bulang jelang Piala Dunia berlangsung, atau tepatnya Agustus 2022 silam.
Sebagai gantinya, Maroko menunjuk Walid Regragui sebagai pelatih kepala tim yang berjuluk Singa Atlas tersebut.
Berbekal CV melatih klub Maroko Fath Union Sport (FUS) Rabat selama 2014-2019, kesebelasan Al Duhail di Qatar pada 2020, dan tim Wydad AC saat pulang ke negara asal tahun 2021-2022, kiprah pelatih berusia 47 tahun itu sempat dipertanyakan.
Namun, sekarang dirinya dapat membuktikan usai membawa generasi emas melangkah jauh di Piala Dunia.
"Semua orang harus bekerja keras. Saya pikir mereka tak pernah berlari sebanyak hari ini sebelumnya, tetapi mereka melakukan untuk negara,” paparnya dikutip dari The Athletic.
“Kami memang tak sebagus Spanyol, tetapi ketika Anda menempatkannya di hati, maka Anda akan menciptakan peluang. Kami menjadi tim yang dicintai di Piala Dunia ini. Jika Anda menunjukkan gairah, semangat, kepercayan, Anda akan sukses. Pemain saya memperlihatkan itu,” terang Regragui.
Bagi Walid, pertandingan melawan Prancis terasa cukup emosional. Pasalnya, dia adalah orang kelahiran Prancis yang memilih membela negara leluhur, Maroko, sebagai pemain maupun pelatih.
Walid Regragui lahir di Corbeil-Essonnes, sebuah wilayah yang berada di pinggiran selatan Kota Paris, Prancis, pada 23 September 1975. Dia tumbuh sebagai seorang suporter Paris Saint-Germain (PSG), tetapi menjalani karier profesional bersama Racing Clube de Paris.
Dia juga turut bermain untuk tim Prancis lain, antara lain AC Ajaccio, Dijon, dan Grenoble. Dia juga sempat memutuskan pergi ke Spanyol untuk gabung dengan Racing Santandaer, dan mengakhiri karier sebagai pemain sepak bola di klub Maroko, Moghreb Tetouan.
Di level internasional, Walid Regragui yang spesialis bek sayap kanan, memilih membela Maroko dari medio 2001 hingga 2009. Ia menjalani 45 pertandingan internasional bersama Singa Atlas.
Kini di Stadion Al Bayt, Walid Regragui, harus menghadapi kenyataan berdiri untuk membela tanah leluhur dan menghadapi tanah kelahirannya, Prancis.
"Saya berkewarganegaraan ganda. Merupakan suatu kehormatan dan kesenangan untuk bermain melawan Prancis tetapi ini hanya sepak bola. Saya di sini sebagai pelatih sepak bola dan yang menarik minat saya adalah untuk menang," kata Regragui dikutip dari Reuters.
Mengalahkan Prancis, Mengapa Tidak?
Optimisme yang kian hari, kian membuncah membuat seluruh staff pemain dan pelatih Maroko percaya dapat mengalahkan tim manapun, termasuk Prancis di Semifinal Piala Dunia 2022.
Jelang pertandingan, Walid Regragui mengaku tidak puas jika timnya hanya mencapai babak empat besar saja. Dia berusaha memacu laju anak asuhnya, untuk bisa keluar sebagai yang terbaik.
"Apabila kami senang hanya mencapai semifinal dan beberapa orang melihat itu sudah cukup, saya tidak setuju," kata Regragui dalam sebuah konferensi pers yang dikutip AFP pada Rabu.
"Apabila Anda mencapai semifinal dan Anda tidak memiliki hasrat untuk lebih tinggi lagi, maka ada masalah. Tim terbaik di turnamen, Brazil sudah tersingkir. Kami adalah tim yang ambisius dan kami lapar, tetapi saya tidak tahu apakah itu akan cukup," tambahnya.
Regragui menuturkan, berkat raihan positif tim asuhannya bisa menjadi momentum kebangkitan sepak bola di belahan dunia lainnya, terkhusus di Benua Afrika.
Dia juga menyebut, Maroko layak mendapat raihan saat ini karena menempuh rute yang sulit, seperti berhadapan langsung dengan negara unggulan seperti Spanyol dan Portugal.
"Kami mungkin memiliki rute yang paling sulit ke semifinal. Setiap putaran orang mengira kami akan tersingkir, tetapi kami masih di sini dan kami akan berjuang sampai akhir," katanya.
"Kami harus menunggu hingga menit terakhir, kami cenderung melakukan itu, tidak ada yang keluar tetapi juga tidak ada yang masuk," katanya.
Menghadapi Timnas Prancis, Regragui mengaku tak menyiapkan strategi khusus untuk mematikan pergerakan Kylian Mbappe.
Dia sadar betul, bahwa Prancis bukan menyoal Mbappe saja. Melainkan ada sejumlah nama besar lainnya jika tidak diperhatikan, maka akan menjadi petaka tersendiri untuk Maroko.
"Achraf Hakimi mengenal Mbappe lebih baik dari saya, dia berlatih dengannya setiap hari, saya yakin dia berada di posisi yang lebih baik daripada saya mengenal Kylian," kata Walid Regragui kepada Fotmob.
"Saya tidak akan membuat rencana untuk melawan Mbappe, sayangnya bagi kami Prancis memiliki pemain hebat lainnya."
"[Antoine] Griezmann sedang dalam top performa, [Ousmane] Dembele di sayap lain adalah pelengkap yang bagus untuk Mbappe."
Kendati demikian, Maroko cukup dipusingkan akibat sejumlah pemain dilaporkan mengalami cedera.
Tiga pemain andalan Maroko, Nayef Aguerd, Hakim Ziyech, dan kapten tim, Romain Saiss, dilaporkan mengalami cedera dan kondisinya terus dipantau.
Sedangkan satu pemain Maroko dipastikan absen karena skorsing, yaitu Walid Cheddira yang harus dikartu merah di laga perempat final Piala Dunia 2022 kontra Portugal.
Adapun pemain lainnya, dapat dipastikan siap tampil dan bertempur menghadapi negara besar Prancis. Menarik untuk dinantikan, siapa yang bakal berjaya pada pertarungan bersejarah ini.
Prakiraan Susunan Pemain
Maroko (4-1-4-1): Yassine Bounou; Achraf Hakimi, Jawad El Yamiq, Romain Saiss, Yahia Attiyat Allah; Azzedine Ounahi, Sofyan Amrabat; Selim Amallah, Sofiane Boufal, Hakim Ziyech; Youssef En-Nesyri.
Head to Head
16-11-2007: Prancis vs Maroko 2-2
06-06-2000: Maroko vs Prancis
1-5 20-01-1999: Prancis vs Maroko 1-0
29-05-1998: Maroko vs Prancis 2-2, adu penalti 6-5
05-02-1988: Prancis vs Maroko 2-1
Perjalanan Maroko di Piala Dunia 2022
10-12-2022: Maroko vs Portugal 1-0
06-12-2022: Maroko vs Spanyol 0-0, adu penalti 3-0
01-12-2022: Kanada vs Maroko 1-2
27-11-2022: Belgia vs Maroko 0-2
23-11-2022: Maroko vs Kroasia 0-0
(RMA)
Baca Juga: Soroti Penampilan Gemilang Maroko, Ozil: Pencapaian Luar Biasa untuk Dunia Muslim
preview semifinal piala dunia 2022 maroko vs prancis piala dunia 2022 singa atlas mengaum karena proses les blues kylian mbappe
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...