CARITAU JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Usia Capres-Cawapres berpeluang membuka jalan bagi tumbuh suburnya nepotisme.
Dedi menilai MK telah merusak tatanan bernegara. Terlebih kehidupan demokrasi kini menjadi berada di ujung tanduk usai putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas minimal usia capres-cawapres.
Baca Juga: Situs e-Tiket Kampanye AMIN Diakses Sampai 3,5 Juta, Anies: Ini Besarnya Semangat Perubahan
"Soal imbas putusan itu yang membuka potensi nepotisme, itu hanya bagian kecil, bagian besarnya adalah MK telah merusak tatanan yudikatif. Kerusakan ini bukan soal politik, tetapi tatanan negara ikut keropos," kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/11/2023).
Dedi sendiri berpandangan Ketua MK Anwar Usman layak dicopot dari jabatannya dan diproses hukum. Pandangannya ini didasarkan pada beberapa argumen yang menunjukkan pelanggaran krusial dalam putusan MK tersebut.
Pertama, hakim seharusnya tidak ikut dalam merumuskan putusan yang miliki relasi langsung dengan materi gugatan. Kedua, MK tidak miliki wewenang mengubah, menambah maupun mengurangi naskah UU. MK hanya bisa membatalkan UU dan mengembalikan keputusan hukum ke DPR RI.
"Sehingga MK layak disebut merusak konstitusi, bahkan hakim yang ikut mengubah UU layak disebut kriminal," tuturnya.
Sementara itu, Peneliti Politik dan Kebijakan Publik, Danis TS Wahidin mengatakan, masyarakat sendiri dapat mengambil sikap dengan memberikan sanksi elektoral terhadap kandidat yang bermasalah dan merusak.
"Kesalahan politik harus diluruskan dengan kebenaran politik. Masyarakatlah sekarang harapan satu-satunya hukuman elektoral dengan tidak memilih kandidat yang bermasalah," ujar Danis.
Putusan MK ini disebutnya sarat kepentingan, memuluskan nepotisme keluarga Presiden Joko Widodo. "Ada cacat hukum dalam pengambilan keputusan MK. Hakim-hakim membawa MK jauh ke ruang-ruang politik. Padahal MK dan DPR serta lembaga kepresidenan sejajar, tidak boleh saling intervensi," sebut Danis.
Majunya Gibran menjadi Cawapres juga dinilai berdampak negatif terhadap politik di anak muda. “Hari ini kita sedang menghadapi era bonus demografi. Anak muda harus mulai dipercaya dan diberikan peluang mengisi jabatan-jabatan strategis, agar bonus demografi tidak berubah menjadi beban demografi," jelas Dosen Ilmu Politik di UPN Veteran Jakarta ini.
"Tetapi dengan jalan dan aturan yang benar, dengan prestasi bukan prestise,dengan demokratis bukan dengan oligarkis. Anak muda harus dipahamkan tentang pentingnya nilai-nilai religiusitas, nasionalisme dan kenegarawanan," imbuh Danis. (DID)
Baca Juga: Mahfud Mundur dari Kabinet, Pengamat: Dongkrak Elektoral di Pilpres 2024
putusan mk rusak tatanan bernegara batas usia capres - cawapres pilpres 2024
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...