CARITAU JAKARTA - Ada dua partai politik (parpol) yang lolos ke Senayan, bakal menjadi oposisi pada pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Kedua partai tersebut adalah PDIP dan PKS.
Demikian disampaikan Direktur Riset Poltracking Indonesia Arya Budi dalam wawancaranya di salah satu televisi swasta. Menurutnya, ada beberapa alasan PDIP dan PKS untuk memilih menjadi oposisi.
PDIP, kata Arya, terlihat sulit bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran karena keberadaan Gibran telah mencederai keputusan PDIP yang mengusung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD pada Pilpres 2024.
"Kedua, agak sulit membayangkan PKS akan bergabung ke 02 karena secara ideologi tentu PKS tidak mau kehilangan simpatisannya yang anti Jokowi dan Prabowo-Gibran karena pada saat Prabowo-Gibran memang, kita pada saat yang sama mengatakan Jokowi memang," kata Arya dikutip Jumat (1/3/2024).
Sementara itu, partai lain seperti Nasdem, PKB dan PPP, kata Arya, kemungkinan besar bergabung dengan koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Nasdem, kata Arya, sudah memberikan sinyal bergabung dengan adanya pertemuan Ketua Umum Surya Paloh dan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Apalagi, Surya Paloh memiliki kedekatan dengan Prabowo karena sama-sama berasal dari Partai Golkar.
"Kita semua tahu terjadi pertemuan antara Surya Paloh dan Jokowi dan relasi Surya Paloh sebagai ketua umum tentu juga dia berbicara terkait kelembagaan Nasdem sebagai partai politik karena Surya Paloh adalah Ketum Nasdem. Itu yang kemudian membuat kemungkinan besar Nasdem bergabung, meskipun mereka menyampaikan angket pemilu di 01 termasuk PKB," ujarnya.
PKB, kata Arya, kemungkinan bergabung koalisi Prabowo-Gibran karena belum ada sejarah PKB berada di luar pemerintahan. Menurut dia, Ketum PKB Muhaimin Iskandar lebih mudah bernegosiasi agar PKB berada di dalam pemerintahan.
"PKB itu memang hampir tidak punya sejarah di luar pemerintahan. Sejak pilpres langsung pertama di 2004, hampir selalu di dalam pemerintahan. NU memang dari dulu itu yah bersama pemerintah sehingga probability (gabung koalisi Prabowo-Gibran) PKB juga tinggi, meskipun di Pilpres 2024 PKB mengambil jarak cukup lumayan dari Jokowi, bahkan di dalam debat, Cak Imin tidak tanggung-tanggung kritik pemerintahan Jokowi," terang dia.
PPP, lanjut Arya, posisinya sama seperti PKB, belum pernah berada di luar pemerintahan. Hanya saja, kata Arya, PPP belum pasti lolos ambang batas parlemen karena berdasarkan hasil quick count Poltracking, perolehan suara PPP masih di bawah 4 persen.
"PPP mirip PKB, jarang berada di luar pemerintahan. Apalagi, jika mendapat tiket di DPR karena quick count Poltracking, PPP masih di bawah 4 persen, tetapi real count KPU, PPP sudah di atas 4 persen, tepis banget, jika punya kursi di parlemen, itu akan meningkatkan bargaining dia," pungkas Arya.
Menurut Arya, jika Partai Nasdem, PKB dan PPP bergabung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran, maka mereka akan menguasai parlemen. Hal tersebut, kata dia, akan memudahkan realisasi program-program yang sudah direncanakan Prabowo-Gibran karena secara kekuatan politik, khususnya di parlemen tidak ada ada hambatan.
"Dukungan politik tidak akan memiliki sumbatan karena setelah pemilu itu ada politik pascapemilu, ini terkait komposisi koalisi pemerintahan, jika kita membaca analisis tadi sepertinya secara politik tidak kerepotan untuk menggolkan program-program ikonik misalnya program makan siang gratis," kata Arya. (DID)
prabowo-gibran partai oposisi partai koalisi pemerintah pilpres 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...