CARITAU JAKARTA – Analis media, Satrio Arismunandar menyoroti perihal munculnya sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing yang disinyalir bakal mencampuri atau mengintervensi berjalannya proses penyelenggaraan kontesasi Pemilu 2024 mendatang.
Adapun dugaan campur tangan sejumlah LSM asing terhadap proses penyelenggaraan Pemilu tersebut modusnya adalah dengan menyisipkan sosok agen melalui operasi inteljen dengan menjadi peserta mengikuti kontestasi Pemilu 2024.
Baca Juga: TKN Prabowo-Gibran Ungkap Potensi Kecurangan di Malaysia
Atas kondisi itu, Satrio itu berharap lembaga penyelenggara Pemilu dapat memperkuat pengawasan secara ketat dan juga melekat kepada kemungkinan bakal munculnya intervensi LSM asing khususnya, LSM Amerika National Endowment for Democracy (NED), dan International Republican Institute (IRI).
Satrio menegaskan, selain kedua lembaga itu terdapat satu lembaga lagi yang diduga membangun kerja sama dengan intelijen Amerika dalam rangka menjalankan operasi pergantian rezim di Indonesia. Nama LSM itu yakni The Nasional Democratic Institute (NDI).
Adapun pernyataan perihal adanya intervensi Amerika terhadap penyelenggaraan pemilu di Indonesia diungkapkan Satrio dalam diskusi politik bertema “Mewaspasdai Keterlibatan LSM Amerika yang Mencampuri Pemilu/Pilpres 2024” yang digelar OrbitIndonesia.com bekerjasama dengan XYZ+ Agency, di Jakarta, (17/09/2023).
"Diskusi ini diadakan untuk merespon liputan investigatif Kit Klarenberg dari MintPress News (media AS), yang mengaku mendapat bocoran dokumen. Bocoran itu, ditulis Kit Klarenberg, menunjukkan badan intelijen Amerika CIA sedang menyiapkan “color revolution” (revolusi warna) di Indonesia," ucap Satrio.
Dalam agenda diskusi tersebut, turut hadir dua pembicara lain yakni pengamat politik sekaligus pendiri Lingkaran Madani (LIMA), Ray Rangkuti dan Wakil Ketua Umum GBN (Gerakan Bhinneka Nasionalis) dan Dewan Pakar DPP PA GMNI, Bob Randilawe.
Satrio kemudian menjelaskan perihal operasi intelijen dengan sandi 'Color Revolution'. Ia mengatakan, bahwa operasi intelijen itu adalah operasi penggantian rezim untuk mengamankan kepentingan Amerika Serikat di Indonesia.
Adapun menurut dia operasi itu dilakukan dengan cara-cara yang demokratis sehingga publik tidak curiga.
“Color revolution adalah operasi penggantian rezim yang dianggap merugikan kepentingan AS, dengan ‘cara-cara demokratis’ seperti: aksi massa, demonstrasi, aksi informasi, kampanye LSM, pengkaderan aktivis parpol yang akan jadi elite politik pendukung kepentingan AS, dan sebagainya," tutur Satrio.
Operasi inteljen AS dengan nama 'Color Revolution' itu, lanjut dia, sudah dilakukan Amerika Serikat di beberapa negara lain, dan kini mau diterapkan di Indonesia, menurut laporan MintPress News.
"Jadi yang dimajukan untuk melakukan “color revolution” ini adalah LSM-LSM AS. Misalnya, NED (National Endowment for Democracy) yang dibiayai Kongres AS dan didirikan pada 1983 oleh para pentolan eks CIA dan aparat Deplu AS," kata dia.
Ia mengungkapkan, salah satu inti dari NED adalah IRI (International Republican Institute), yang biasa bekerja sama dengan the National Democratic Institute (NDI) dalam rangka untuk melakuka operasi perubahan rezim di luar negeri.
Di sisi lain, Satrio mengaku juga mendapatkan informasi mengenai adanya dugaan pertemuan antara pejabat tinggi AS dengan perwakilan dari lembaga IRI, lembaga Founfarion For Elektoral System (IFES) dan The Asia Founfarion (TAF) di salah satu tempat di kawasan Jakarta, pada Juni (2022) untuk mendiskusikan prospek Pilpres 2024.
"Jadi Ada bocoran dokumen bahwa perwakilan IRI, IFES (International Foundation for Electoral System) dan TAF (The Asia Foundation) bertemu dengan pejabat tinggi Kedutaan Besar AS di Jakarta, pada Juni 2022 untuk mendiskusilkan prospek hasil pemilu/pilpres 2024," ucap Satrio.
"Namun Juru Bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta. Michael Quinlan, telah membantah terkait laporan MintPress News soal operasi inteljen itu sebagai hoaks. Kata beliau mengklaim pihak AS tidak pernah ikut campur dalam urusan pemilihan umum (Pemilu) 2024 di Indonesia" imbuhnya.
Satrio mengaku enggan menanggapi pernyataan kedutaan AS itu yang membantah laporan MinPress News. Bagi Satrio pernyataan bantahan itu merupakan hak mereka.
"Namun, bocoran dokumen yang saya peroleh memang mendukung laporan MintPress News, tentang adanya campur tangan AS lewat LSM-LSM seperti IRI sebagai proksi," tuturnya.
Karena itu Satrio menilai, LSM AS itu diperintahkan melakukan pengkaderan para politisi parpol dan aktivis untuk direkrut menjadi elit politik yang bersikap pro terhadap kepentingan Amerika Serikat sekaligus menjadi boneka atau antek pihak asing
Ia berharap, KPU, Bawaslu, dan masyarakat bisa saling bersinergi dalam rangka mengawasi pergerakan para LSM terafiliasi kepentingan AS itu agar menjaga kontestasi Pemilu 2024 dari campur tangan ataupun intervensi asing.
"Parpol peserta pemilu tak boleh jadi boneka pihak asing. Jadi seluruh masyarakat harus menggunakan hak pilih secara benar, untuk menjaga berlangsungnya pemilu dan pilpres 2024 yang transparan, jujur dan adil," ucap dia.
“KPU dan Baswalu juga harus menjalankan tugasnya sesuai hukum dan aturan. Pemerintah harus mengawasi LSM asing, khususnya LSM Amerika, sesuai hukum yang berlaku, hingga suasana pemilu yang kondusif bisa diciptakan,” tandas Satrio. (GIB)
Baca Juga: Kampanye Mahfud MD di Tasikmalaya
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...