CARITAU SINGAPURA – Harga minyak melonjak lebih dari USD3 di perdagangan Asia pada Senin sore (21/3/2022) dengan Brent di atas USD111 per barel, setelah negara-negara Uni Eropa (UE) mempertimbangkan bergabung dengan Amerika Serikat mengembargo minyak Rusia.
Baca Juga: Uni Eropa Tak Bisa Tetapkan IRGC Sebagai Organisasi Teroris
Jeffrey Halley, analis senior OANDA seperti dirilis Antara mennyebut tiga hal yang membuat harga minyak melonjak.
"Serangan Houthi di terminal energi Saudi, peringatan akan kekurangan struktural dalam produksi dari OPEC, dan potensi embargo minyak Uni Eropa terhadap Rusia telah membuat harga minyak melonjak di Asia," kata Jeffrey Halley.
"Bahkan jika perang Ukraina berakhir besok, dunia akan menghadapi defisit energi struktural, berkat sanksi Rusia," tambahnya.
Selama akhir pekan, serangan oleh kelompok Houthi Yaman yang bersekutu dengan Iran, telah menyebabkan penurunan sementara produksi di usaha patungan kilang Saudi Aramco di Yanbu.
Hal itu menambah kekhawatiran di pasar produk minyak, di mana Rusia adalah pemasok utama dan persediaan global berada di posisi terendah dalam beberapa tahun.
Laporan terbaru dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutu termasuk Rusia, disebut OPEC+, menunjukkan beberapa produsen masih kurang dalam hal kuota pasokan yang disepakati.
OPEC+ meleset dari target produksinya lebih dari 1 juta barel per hari (bph) pada Februari 2022.
Dua negara OPEC yang memiliki kapasitas untuk meningkatkan produksi secara instan, yakni Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, sejauh ini menolak seruan dari negara-negara konsumen utama untuk meningkatkan produksi mereka lebih cepat guna membantu menurunkan harga minyak.(HAP)
Baca Juga: Uni Eropa dan Iran Bahas Serangan Israel di Konsulat Damaskus
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024