CARITAU MATARAM - Mantan Wali Kota Bima, NTB, M Lutfi, membantah dakwaan jaksa penuntut umum bahwa pembelian mobil mewah Rp500 juta untuk hadiah ulang tahun istri berasal dari uang proyek.
"Tidak, tidak seperti itu," kata M Lutfi kepada majelis hakim dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, PN Mataram, Senin (22/4/2024).
Jaksa sempat memperlihatkan barang bukti dari saksi Rohficho Alfiansyah, berupa percakapan via pesan WhatsApp, yang menyatakan bahwa Lutfi menyuruh Muhammad Makdis membeli kendaraan roda empat.
Jaksa menyatakan, uang yang digunakan milik PT Risalah Jaya Konstruksi, perusahaan yang dipimpin Muhammad Makdis, yang tak lain adik ipar terdakwa.
Meskipun telah menunjukkan barang bukti ke hadapan majelis hakim, terdakwa tetap tidak mengakui.
Persoalan pembelian satu unit mobil Toyota Vios sebagai hadiah ulang tahun Eliya, istri terdakwa, terjadi pada 11 November 2019.
Pembelian berawal dari penarikan tunai uang termin proyek yang masuk ke rekening PT Risala Jaya Konstruksi, sebesar Rp500 juta oleh Rohficho Alfiansyah.
Saat itu, menurut jaksa, Lutfi meminta kepada Rohficho Alfiansyah untuk menyetorkan ke rekening lain PT Risala Jaya Konstruksi yang berada di bawah kendali Eliya.
Selanjutnya, Lutfi menghubungi adik iparnya, Muhammad Makdis agar mengeluarkan cek senilai Rp500 juta untuk pembelian mobil Toyota Vios sebagai hadiah ulang tahun Elya.
Jaksa dalam dakwaan menjelaskan, uang proyek yang digunakan untuk membeli mobil mewah itu berasal dari pencairan termin pertama pekerjaan pelebaran jalan Nungga Toloweri Cs, pada Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kota Bima tahun 2019 dengan nilai kontrak Rp6,71 miliar.
Pelaksana proyek adalah PT Risala Jaya Konstruksi dengan kepala cabang Muhammad Makdis. Pencairan termin pertama proyek pelebaran jalan itu senilai Rp2,76 miliar.
Jaksa penuntut umum dalam dakwaan menyatakan, Lutfi bersama Eliya menerima uang Rp1,95 miliar dalam pelaksanaan pekerjaan proyek di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima, telah berlawanan dengan kewajiban sebagai penyelenggara negara.
Sehingga penuntut umum, seperti dirilis Antara, mendakwa Lutfi dalam dua dakwaan alternatif. Pertama, atas perbuatan Lutfi mengatur dan menentukan pemenang proyek. Penuntut umum mendakwa Lutfi melanggar Pasal 12 huruf i juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kedua, atas perbuatan Lutfi bersama dengan Eliya menerima ‘uang panas’ senilai Rp1,95 miliar. Penuntut umum mendakwa Lutfi dengan Pasal Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (BON)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...