CARITAU JAKARTA - Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menyoroti ikhwal sikap Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengenai rencana menghapus Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) partai politik peserta Pemilu 2024.
Adapun rencana penghapusan LPSDK itu akan dilakukan melalui rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang ditengarai akan disahkan dalam waktu dekat ini.
Baca Juga: KPU: Penetapan Tujuh PPLN Kuala Lumpur Tersangka Tak Pengaruhi Pemutakhiran Data
Berkaitan dengan hal itu, Neni menilai, putusan menghapus LPSDK yang dilakukan oleh KPU RI diduga tidak terlepas dari adanya kepentingan politik dari sejumlah pihak yang ikut serta dalam perhelatan kontestasi Pemilu 2024.
Menurut Neni, penyelenggara Pemilu yakni KPU diduga sengaja menghapus LPSDK melalui PKPU lantaran untuk memperlemah pengawasan dari publik terhadap tranparansi dana sumbangan kampanye yang diterima oleh partai politik dari para penyumbang dana.
"Saya kira ini menjadi bagian dari degradasi moral penyelenggara pemilu untuk menutup akses pemilih terhadap transparansi dan akuntabilitas peserta pemilu," kata Neni dalam keterangan tertulisnya dikutip Caritau.com pada Jumat (23/6/2023).
Dalam keteranganya, Neni menilai, alasan KPU RI yang menyebut LPSDK tidak tercantum didalam aturan Pemilu dan alasan tahapan masa waktu kampanye yang singkat yakni 75 hari merupakan suatu hal yang tidak masuk akal.
Sebab, peraturan mengenai LPSDK itu, menurut Neni, sejatinya sudah diberlakukan pada dua kali momentum Pemilu yakni Pemilu 2014 dan 2019. Selain itu, lanjut Neni, LPSDK juga sudah diberlakukan pada kegiatan Pilkada Serentak yakni 2015, 2017, 2018, 2020.
"LPSDK ini sudah diberlakukan sejak Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 juga pilkada serentak dari 2015, 2017, 2018, 2020. Jadi alasan karena tidak tercantum dalam UU Pemilu dan juga tahapan kampanye yang sempit 75 hari menurut saya tidak masuk akal," ujar Neni.
Neni menuturkan, bahwa alasan tersebut justru malah menunjuka bahwa pihak penyelenggara Pemilu ditenggarai sengaja menutup akses ruang publik dan mematikan nalar kritis masyarakat. Disisi lain, menurut Neni, dengan dihapuskanya LPSDK ini malah menguntungkan Parpol karena tidak perlu lagi membuat laporan.
"Tentu kebijakan ini seolah dengan sengaja menutup akses ruang publik untuk bisa kritis. Partai politik sebagai peserta pemilu pasti merasa diuntungkan karena tidak perlu ribet laporan tapi tidak dengan pemilih," tuturnya.
Neni mengungkapkan, apabila KPU tetap pada keputusanya untuk menghapus LPSDK tersebut maka bukan akan membuka keran bagi oknum-oknum peserta Pemilu dalam rangka mengambil keuntungan pribadi.
Dengan begitu, tambah Neni, maka bukan tidak mungkin pada Kontestasi Pemilu 2024 yang akan datang diprediksi akan semakin marak kegiatan politik uang (money politik) yang dilakukan oleh parapartai politik peserta pemilu ataupun secara individu.
"Politik uang diprediksi akan marak terjadi dan LPSDK ini kan mestinya menjadi preferensi bagi pemilih," tandas Neni. (GIB/DID)
Baca Juga: Pengamanan Jelang Pengundian Nomor Urut Paslon Pilpres 2024
kpu penghapusan lpsdk laporan penerimaan sumbangan kampanye pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...