CARITAU JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk mencermati prinsip UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam kasus dugaan asusila Ketua KPU Hasyim Asy’ari.
Hal itu disampaikan Komnas HAM usai DKPP RI menerima laporan dugaan asusila yang dilakukan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
"Karena DKPP sudah menerima laporannya, jadi harap memperhatikan prinsip-prinsip yang ada di dalam UU TPKS, tidak hanya UU Pemilu karena dimensi kasusnya adalah tindak pidana kekerasan seksual. Maka penting untuk mempertimbangkan asas terkait dengan harkat martabat manusia, korbannya, kemudian nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi korban," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah, dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Anis juga meminta DKPP RI dalam proses persidangannya nanti, memperhatikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Anis mengatakan bahwa secara prinsip, semestinya penyelenggara pemilu harus berintegritas, jujur, dan adil, sehingga dapat mengantisipasi terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual.
Anis juga mengatakan bahwa semestinya penyelenggara pemilu membangun suatu ekosistem yang adil gender, dengan membuat kebijakan-kebijakan yang selaras dengan UU TPKS. Menurut dia, hal tersebut perlu karena kekerasan seksual merupakan bagian dari pelanggaran HAM.
Oleh sebab itu, ia berpendapat, pejabat publik yang melakukan kekerasan seksual seharusnya dapat diberikan pemberatan hukuman sesuai dengan amanah UU TPKS.
"Sehingga ini penting sekali, bahwa ketika sebuah kekerasan seksual dilakukan oleh pejabat publik, seorang atasan, dan misalnya, itu dilakukan lebih dari satu kali terhadap lebih dari satu orang, maka ini mesti diperberat sepertiga dari hukuman yang sudah ditetapkan plus pencopotan jabatan," jelasnya.
Sebelumnya, Hasyim Asy'ari dilaporkan kepada DKPP pada Kamis (18/4/2024) oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Kuasa Hukum korban, Maria Dianita Prosperianti seperti dirilis Antara menjelaskan, perbuatan Hasyim sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang ‘Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum’.
Maria mengatakan, dalam pelaporan kepada DKPP RI telah disampaikan sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Hasyim. Ia menyebut Hasyim mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.
"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu juga memberikan manipulasi informasi, serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," jelasnya.
Ia juga mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan Hasyim kepada korban menunjukkan adanya perbuatan yang berulang. Oleh sebab itu, ia berharap DKPP RI tidak hanya memberikan peringatan keras untuk kasus yang melibatkan kliennya.
"Ada perkara yang serupa, tetapi mungkin sedikit berbeda terkait dengan yang dialami oleh Wanita Emas. Ini yang sudah juga dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Jadi setelah ada putusan dari DKPP, seharusnya memang target kami adalah sanksi yang diberikan tidak lagi peringatan lagi, tetapi adalah penghentian," katanya. (BON)
pemilu 2024 pilpres 2024 komnas ham ketua kpu kekerasan seksual
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...