CARITAU JAKARTA – Mahkamah Konstitusi resmi memiliki ketua baru. Pada rapat pleno pemilihan Ketua MK yang diikuti oleh seluruh Hakim Konstitusi, hakim Suhartoyo disepakati menjabat sebagai Ketua MK.
Pemilihan ketua digelar Kamis (9/11/2023) atau dua hari setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang diketuai Jimly Ashiddiqie, memutuskan untuk mencopot Anwar Usman dari Ketua MK, setelah terbukti melanggar etik berat dalam putusan perkara batas usia capres-cawapres yang dipercaya banyak orang telah memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
Baca Juga: Paloh Terima Hasil Pemilu, Nasdem Layak Masuk Kabinet Prabowo-Gibran
“Disepakati, ketua adalah Yang Mulia Bapak Profesor Doktor Suhartoyo,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Suhartoyo adalah hakim karier dari unsur Mahkamah Agung (MA). Pria yang lahir di Sleman, 15 November 1959 ini mengaku, sebetulnya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang hakim. Saat Sekolah Menengah Umum, minatnya justru menempuh pendidikan ilmu sosial politik. Cita-citanya adalah menjadi Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Luar Negeri.
Namun, ia gagal menembus jurusan sospol yang diidamkan sehingga pilihannya jatuh ke jurusan ilmu hukum. Pilihan tersebut ternyata membawa berkah untuknya.
“Saya tidak menyesali tidak diterima menjadi mahasiswa ilmu sosial karena sebenarnya ilmu sosial politik sama dengan lmu hukum. Orientasinya tidak jauh berbeda,” ujar Suhartoyo seperti dilansir dari laman mkri.id, Kamis (9/11/2023).
Selepas kuliah, Suhartoyo diterima menjadi calon hakim. Karier Suhartoyo diawali sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandar Lampung pada 1986. Kemudian bertugas di PN Curup, PN Tangerang, dan PN Bekasi.
Namanya mulai mencuat setelah ditunjuk menjabat sebagai Ketua PN Jaksel pada 2011. Kariernya kemudian berlanjut dengan promosi sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar pada 2014. Hanya beberapa bulan bertugas di PT Denpasar, Suhartoyo kembali mendapatkan promosi menjadi Hakim Konstitusi, sebagai wakil dari Mahkamah Agung menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi.
Sepak terjangnya di MK juga cukup teruji. Suhartoyo tercatat ikut mengadili sengketa Pilpres 2019 yang diajukan kubu Prabowo Subianto–Sandiaga Uno. Selain itu, ia juga menjadi bagian untuk mengadili berbagai judicial review UU yang menarik perhatian Masyarakat.
Salah satu yang ia adili adalah judicial review UU Cipta Kerja. Ketika itu, Suhartoyo sepakat bersama mayoritas Hakim Konstitusi bahwa UU Cipta Kerja tidak memenuhi syarat formil sehingga dibekukan dan harus diperbaiki selama 2 tahun. Adapun hakim yang satu suara saat itu selain Suhartoyo adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Aswanto, dan Wahiduddin Adams.
Uji materi UU Perkawinan tentang perkawinan beda agama juga ikut dia adili. Suhartoyo menolak gugatan tersebut dengan mengajukan concurring opinion. Ia mengutarakan harapannya, agar negara tidak menutup mata karena meski dianggap illegal dalam UU Perkawinan, hal tesebut sudah banyak terjadi di masyarakat.
Suhartoyo pun berharap, pemerintah dan DPR merevisi UU Perkawinan dan mengakomodasi fenomena perkawinan beda agama.
"Fenomena perkawinan beda agama tersebut seolah-olah terjadi karena 'kurang atensinya' negara yang tidak mengakui dan menganggap 'tidak sah secara agama' terhadap perkawinan beda agama, karena legalisasi perkawinan menurut hukum sipil hanyalah berupa pencatatan administrasi," kata Suhartoyo dalam concurring opinion putusan nikah beda agama.
Sementara itu, pada Putusan Nomor 90 yang menguji soal syarat usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah, Hakim Konstitusi Suhartoyo berada dalam bagian yang tidak menerima gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa dari sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Solo, Almaas Tsaqib Birru Re A. Alasannya, menurut Suhartoyo gugatan Almaas tidak memiliki kerugian konstitusional.
"Juga tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai pemohon dalam permohonan a quo, sehingga pertimbangan hukum pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, mutatis mutandis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pertimbangan hukum dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) saya dalam putusan permohonan a quo," ucap Suhartoyo.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, saya berpendapat terhadap permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi seharusnya juga tidak memberikan kedudukan hukum (legal standing) kepada Pemohon dan oleh karenanya tidak ada relevansinya untuk mempertimbangkan pokok permohonan, sehingga dalam amar putusan a quo 'menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima'," imbuh dia.
Ada satu perkara yang menjadi kontroversi pada saat Suhartoyo menjadi Ketua PN Jaksel. Suhartoyo ketika itu menunjuk majelis hakim yang menangani perkara Sudjiono Timan, salah satu tersangka skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang akhirnya mendapatkan vonis bebas.
Komisi Yudisial pun menggelar investigasi formal atas vonis bebas yang didapatkan Sudjiono Timan dari Majelis Hakim PN Jaksel. Ketika itu, Suhartoyo mengklaim bahwa dirinya tidak pernah ikut menyidangkan perkara ini.
Mengenai kontroversi yang kemudian muncul saat dia menjadi calon Hakim MK, Suhartoyo menjelaskan, dirinya tidak ingin membela diri karena percaya kebenaran akan datang dengan sendirinya. Pada posisinya sebagai calon Hakim Konstitusi, Suhartoyo yakin dirinya layak menjadi Hakim MK karena telah melewati beberapa tahapan fit and proper test sebelum terpilih.
“Dari soal integritas dan kompetensi, saya kan sudah lolos. Saya sudah percaya dengan panitia seleksi,” terangnya.
Terkait kasus Sudjiono Timan yang banyak dituduhkan dipengaruhi olehnya, dia memantah. Selain tidak pernah menyidangkan, ia juga membantah isu yang menyebut selama kasus tersebut disidangkan, ia telah melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak 18 kali.
“Dewan Etik Mahkamah Agung pun sudah memeriksa paspor saya. Ketika itu saya hanya satu kali terbang ke Singapura. Saya pun pernah mendengar isu akan dipanggil Komisi Yudisial dan sampai sekarang tidak ada panggilan itu. Saya percaya ungkapan: pertolongan Tuhan itu dekat’ apalagi terhadap orang yang difitnah,” tegas Suhartoyo.(FAR)
Baca Juga: Anies Minta Pendukungnya Menangkan AMIN, Netizen: Semoga Tak Meniru Gaya Prabowo
mahkamah konstitusi hakim suhartoyo capres cawapres pilpres 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...