CARITAU JAKARTA – Ketua Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait berharap Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tapanuli Utara dapat mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus sidang perkara kejahatan seksual yang menjerat tiga orang pelaku di Siborongborong, Tapanuli Utara.
Menurut Arist, kasus dugaan kejahatan seksual yang sedang disidangkan di Pengadilan Negri Tapanuli Utara itu adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) lantaran dilakukan secara berkelompok (gang rape) sebanyak 10 orang pelaku, di mana tujuh di antaranya adalah anak di bawah umur dan korbannya juga anak di bawah umur.
Baca Juga: Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait Meninggal Dunia
"Majelis hakim atas perkara ini pantas mengabulkan dakwaan Jaksa," kata Arist dalam keterangan tertulis yang diterima caritau.com, Kamis (13/10/2022).
Arist mengatakan, atas perbuatan biadab para tersangka itu, saat ini korban menderita tekanan psikis secara mental serta sering kali mengalami stres dan depresi. Oleh karena itu, ia berharap para pelaku dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.
"Jangan main-main terhadap perkara kejahatan seksual terhadap anak ini, korban sekarang telah menderita secara sosial dan mengalami stres dan depresi. Atas perkara ini, diharapkan Majelis Hakim yang menangani perkara biadab ini jangan sampai ‘masuk angin’,” imbuh dia.
Kendati demikian, aktivis yang sering menangani kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, dan kekerasan terhadap anak itu sangat meyakini Majelis Hakim dalam perkara ini tidak akan masuk angin dan akan bertindak objektif dan profesional.
"Berdasarkan pengalaman empiris dari Komnas Perlindungan Anak, setiap kasus kejahatan seksual yang diadili selalu di hukum berat dan maksimal, kami yakin tidak ada kompromi terhadap kasus kejahatan seksual terhadap anak," sambung Arist.
Adapun ketiga terdakwa yang sedang berjalan proses persidanganya adalah tiga dari sepuluh orang pelaku. sebelumnya tujuh pelaku yang berusia di bawah 15 tahun telah dijatuhi hukuman penjara selama 9 bulan serta hukuman sosial yang diserahkan kepada Negara untuk mendapat pembinaan.
Namun sayangnya, menurut informasi yang didapat Arist, ketujuh anak yang harusnya saat ini masih menjalani hukuman sanksi sosial itu, bebas dari hukuman tersebut.
"Sayangnya kami dapat informasi bahwa ketujuh anak yang dikenakan sanksi sosial itu justru bebas dari hukuman sosial, berkeliaran dan bebas berinteraksi lingkungan sosial masyarakat," ungkap Arist.
Diketahui sebelumnya, dalam rangkaian sidang terhadap tiga orang terduga para pelaku predator kejahatan seksual di PN Tapanuli Utara, Jaksa penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Utara mengajukan tuntutan kepada BAS, APDH dan DH dengan Pasal 76 D Jo Pasal 81 ayat (1) dan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 ayat (2) tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima milyar).
Atas tuntutan dari JPU tersebu, Komisi Nasional Perlindungan Anak memberikan tanda hormat dan apresiasi kepada JPU yang telah mendakwa secara cermat terhadap terduga para pelaku.
"Dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda masing-masing terdakwa Rp5.000.000.000 (lima milyar) oleh karenanya Komnas Perlindungan Anak berharap Majelis Hakim PN Tapanuli Utara yang menangani perkara kejahatan seksual mengabulkan dakwaan JPU," tandas Arist. (GIB)
Baca Juga: Kejahatan Seksual Anak Dominasi Pengaduan KPAI Selama 2022
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024