CARITAU JAKARTA - Akademisi yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unas, Selamet Ginting menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu yang diajukan mahasiswa UNS, Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam keputusannya MK menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah.
Baca Juga: Menkeu Tegaskan Tak Ada Perubahan Anggaran Bansos Kemensos pada 2024
Menurut analis politik Unas itu, keputusan MK, dapat menimbulkan instabilitas politik nasional dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Keputusan MK di luar kewenangannya dapat menimbulkan instabilitas politik yang membahayakan persatuan nasional," kata Selamat Ginting dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).
Dikatakan Selamet, MK telah melampaui batas kewenangannya, karena Undang Undang Pemilu merupakan masalah politik yang menjadi kewenangan DPR dan Presiden sebagai pembuat undang-undang. Keputusan MK membuat kegaduhan politik nasional dan mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat.
"Diperkirakan akan muncul lautan demonstrasi menolak keputusan kontroversial MK. Bahkan bukan tidak mungkin gelombang massa yang menuntut pembubaran MK," ujar Selamet.
Dikemukakannya, MK masuk ke wilayah yang diharamkan, karena masalah UU Pemilu merupakan open legal policy sebagai kewenangan pembuat undang-undang. Penyimpangan yang dilakukan MK membuat Indonesia bisa kembali ke titik nadir seperti otoritarianisme di era Orde Baru Presiden Soeharto dan Demokrasi Terpimpin Presiden Soekarno.
"Kali ini penguasa meminjam tangan MK untuk melakukan tindakan mengarah kepada otoritarianisme, karena diduga ada campur tangan kekuasaan dalam keputusan kontroversial itu," terangnya.
Dirinya berpandangan, konflik kepentingan politiknya sangat tinggi sekali, karena menyangkut nama besar keluarga Presiden Joko Widodo untuk bisa mengikuti kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
“Publik sudah dapat membaca dengan kasat mata, keputusan ini ditujukan untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka mendapatkan tiket mendaftar Pilpres 2024," beber Selamet.
Jokowi, lanjut Selamet, akan dikenang sebagai presiden Indonesia yang buruk, karena melakukan politik dinasti. Menjadikan trio keluarganya, yakni Gibran Rakabuming dan Kaesang Pengarep, serta menantunya Bobby Nasution ke tampuk kekuasaan dengan cara instan mengabaikan etika politik.
"MK yang dipimpin adik ipar Jokowi dapat dituduh membuat Jokowi bagai Kim Jong Il dan Gibran seperti Kim Jong Un model Indonesia. Contoh buruk Indonesia di era Reformasi," pungkas Selamet Ginting. (DID)
Baca Juga: Pendistribusian Logistik Pemilu 2024 di Kota Bandung Dimulai Hari Ini
putusan mk batas usia capres - cawapres dinasti politik kewenangan mk pilpres 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...