CARITAU JAKARTA - Social Movement Institute (SMI) mendorong generasi muda untuk berani mengutarakan nalar kritisnya melalui lomba video pendek dengan tema 'Membangun Negara Melalui Dinasti Politik'.
Peserta yang mengirimkan video terbaik diberikan pelatihan dan pengetahuan dasar oleh para pakar mengenai hukum tata negara dan komunikasi politik.
Analis komunikasi politik Hendri Satrio yang merupakan salah satu juri lomba menyatakan, tujuan dari sayembara ini adalah salah satunya memberikan wadah bagi generasi muda Indonesia untuk secara terbuka bersikap dan bersuara terhadap potensi rusaknya demokrasi Indonesia.
“Terima kasih pada SMI karena telah memfasilitasi anak-anak muda kita untuk secara lantang bersuara dan menyampaikan kritik mereka terhadap kondisi demokrasi Indonesia yang saat ini terdegradasi," kata pria yang akrab disapa Hensat itu, saat menghadiri pelatihan Sayembara Suara Muda Tanpa Karpet Merah, Kamis (18/1/2024).
Hensat juga mengapresiasi para peserta yang telah berpartisipasi dalam membuat video pendek. Menurutnya tidak mudah bagi publik saat ini membuat konten-konten yang tajam mengkritik pemerintah di tengah ketakutan akan bayang-bayang UU ITE.
“Kita sedang menghadapi situasi yang tidak mengenakan apalagi ada UU ITE yang kerap dijadikan alat untuk pembungkaman, makanya saya salut sekali dengan keberanian dan sikap kritis yang ditunjukan generasi muda kita, setidaknya saya lega karena masih ada generasi masa depan kita yang memiliki jiwa dan nalar kritis," imbuhnya.
Selain Hendri Satrio yang menjadi juri sayembara ini adalah pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, pegiat HAM Haris Azhar, dan penulis Eko Prasetyo.
Di dalam kesempatan yang sama Bivitri Susanti juga mengapresiasi partisipasi publik pada sayembara ini sekaligus menjabarkan bahwa saat ini demokrasi Indonesia saat masih memiliki PR besar salah satu penyebabnya adalah keputusan kontroversial MK beberapa waktu lalu. Ia mengatakan putusan MK nomor 90 memiliki kelemahan dalam pertimbangan hukum.
“Dalam putusan MK nomor 90 menurut saya kacau banget pertimbangan hukumnya. Tapi putusan tersebut sudah ditetapkan. Tapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengajukan lagi pasal yang sama agar MK bisa memeriksa lagi perkara tersebut sepanjang argumentasi hukum dan batu ujinya berbeda, dan ini menjadi pembelajaran besar bagi bangsa ini.” terang Bivitri.
Pemenang Sayembara Suara Muda Tanpa Karpet Merah, Ika Ariyani mengaku senang bisa berpartisipasi dalam menyuarakan aspirasi masyarakat. Bagi Ika kegiatan seperti ini sangat mampu untuk menandingi kampanye para pasangan calon capres-cawapres di media sosial.
“Sayembara kayak gini jarang ada, temanya spesifik. Bisa jadi counter untuk kampanye Capres di medsos. Kalau ada lagi aku akan antusias untuk ikut lagi," ungkapnya.
Ika juga mendorong anak-anak muda Indonesia untuk berani bersuara kritis terhadap kondisi bangsa dan memiliki rasa empati terhadap masyarakat kebanyakan.
“Miliki empati. Walau mungkin keadaan kita sekarang sedang baik-baik saja, tapi pahamilah masalah-masalah yang dihadapi orang lain. Karena kalau kebijakan negara ini tidak dikritisi, kita semua bisa kena dampaknya suatu saat," tutupnya.
Video singkat yang dibuat oleh Ika menyindir pihak-pihak yang menormalisasi praktek nepotisme yang kerap ditemui di segala lini di Indonesia. Selain itu Ika juga menjabarkan bahaya yang mengintai di balik dinasti politik yang saat ini dipertontonkan kepada publik seperti buruknya kinerja pejabat publik tersebut karena merasa publik sudah setia kepadanya dan kepada keluarganya serta hilangnya fungsi check and balance apabila sebuah dinasti berhasil duduk di kursi eksekutif, yudikatif, dan legislatif. (DID)
hendri satrio social movement institute suara muda tanpa karpet merah dinasti politik
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...