CARITAU JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan tentang kemungkinan penundaan pemilu terjadi. Hal itu dikatakan Yusril menyusul adanya sejumlah pejabat negara dan petinggi partai politik yang mulai terang mengusulkan penundaan Pemilu 2024.
Menurutnya, pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 2.
Baca Juga: Titiek Soeharto Berterima Kasih Rakyat Pilih Prabowo-Gibran
Pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun untuk memilih anggota DPR dan DPD, lalu membentuk MPR. Setelah lima tahun sejak dilantik, masa jabatan penyelenggara negara tersebut berakhir dengan sendirinya.
"Secara spesifik Pasal 22E UUD 45 secara imperatif menyatakan bahwa pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali," kata pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, Minggu (27/11/2022) kemarin.
Baca juga : Elektabilitas Ganjar Meroket Jauh Ungguli Prabowo dan Anies
Yusril pun bertanya-tanya, jika pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya.
Sebab sejauh amatannya, tidak ada dasar hukum sama sekali yang mengatur itu. Jika dipaksa diundur, maka semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD adalah 'ilegal' alias 'tidak sah' atau 'tidak legitimate'.
"Jika para penyelenggara negara itu semuanya ilegal, maka tidak ada kewajiban apapun bagi rakyat untuk mematuhi mereka. Rakyat akan jalan sendiri-sendiri menurut maunya sendiri. Rakyat berhak untuk membangkang kepada Presiden, Wakil Presiden, para menteri, membangkang kepada DPR, DPD dan juga kepada MPR," ujarnya.
"Rakyat berhak menolak keputusan apapun yang mereka buat karena keputusan itu tidak sah dan bahkan ilegal," lanjut Yusril.
Baca juga : Minta Izin Tempur Lawan Pengkritik Jokowi, Politisi NasDem Tuding Benny Timbulkan Keresahan
Dalam kondisi demikian, maka penyelenggara negara (eksekutif) yang masih legal di tingkat pusat tinggal Panglima TNI dan Kapolri. Kedua penyelenggara negara ini hanya dapat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan dan persetujuan DPR.
"Bagaimana cara menggantinya, Presiden dan DPR saja sudah tidak sah dan ilegal," lanjutnya. (DID)
Baca Juga: Soal Kesiapan Emban Jabatan Presiden, Ini Kata Prabowo
yusril ihza mahendra pemilu diundur posisi presiden rakyat membangkang uud 45 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...