CARITAU JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitasari meminta FIFA dan PSSI mengubah aturan dalam penyelenggaraan pertandingan sepak bola. Adapun aturan yang diubah adalah pemisahan tribun anak-anak dan perempuan dengan tribun lelaki dewasa.
Usulan tersebut dia sampaikan untuk mengingat kembali satu tahun Tragedi Kanjuruhan di Kabupaten Malang. Di mana, kejadian tersebut membuat ratusan nyawa melayang, 43 di antaranya anak-anak (Data Kementerian PPPA).
"Jadi, kita mengusulkan tiket dewasa dan tiket untuk anak-anak dibedakan agar saat terjadi kejadian seperti Tragedi Kanjuruhan, bakal mudah terlacak datanya dan mitigasi bencananya," kata dia dalam diskusi bertemakan 'Peringatan satu tahun tragedi Kanjuruhan, Gas Air Mata Bukan Solusi Atasi Aksi/Huru-Hara Warga' di Hotel Akmani Jakarta Pusat.
Diyah menjelaskan, langkah mitigasi dalam kerusuhan suporter harus juga berbeda. Di mana, anak-anak mesti didampingi oleh orang terdekatnya.
Selain itu, Diyah meminta pemerintah untuk terus mengawal korban Tragedi Kanjuruhan. Di mana, korban yang selamat di Tragedi terkelam nomor dua di sepak bola dunia itu mesti mendapatkan psikologis sosial. Salah satu caranya adalah korban harus mendapatkan trauma healing.
"Hal ini guna menghilangkan rasa Taruma sang anak saat menjadi korban atau yang melihat langsung kejadian tersebut, sehingga meraka tidak bisa melupakan kejadian yang dialaminya, hingga akhir hayatnya," papar dia.
Kemudian, Diyah merekomendasikan pemerintah maupun pihak terkait menyerahkan bantuan sosial kepada keluarga korban Tragedi tersebut, meskipun mereka tercatat sebagai korban selamat. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 59 Undang-undang PPA Nomor 23 Tahun 2002.
"Di mana pasal tersebut menyebutkan Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat dan beberapa situasi lainnya. Selain itu, penyerahan bantuan merupakan bentuk kehadiran negara terhadap musibah yang melanda warganya," sebutnya.
Dari ke empat yang diusulkan itu, menurut Diyah itu belum dilakukan 100%. Ini terlihat dari bantuan sosial yang hingga saat ini banyak keluarga korban Tragedi Kanjuruhan belum pernah menerimanya.
"Perihal ini sudah kami sampaikan kepada Kemensos, tapi hingga saat ini keluarga korban Kanjuruhan belum menerima sama sekali," ucapnya.
Sebagai informasi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang bersama Persada UB, ICJR.LPBH NU TAT4K dan Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sipil menggelar diskusi publik.
Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtias, Akademisi Hukum Pidana Universitas Brawijaya Malang Dr. Fachrizal Afandi S. Psi. SH.MH., Mantan anggota KPK dan Kepolisian Novel Baswedan, Komisioner Perlindungan Perempuan dan Anak Diyah Puspitasari, Ketua tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan Malang Imam Hidayat dan puluhan keluarga korban. (RMA)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...