CARITAU BUENOS AIRES - Argentina menjadi negara pertama yang terdampak akibat krisis ekonomi global. Ekonomi Argentina terdampak oleh wabah virus Corona, penguatan kurs dolar Amerika Serikat (AS) atau kebijakan suku bunga tinggi AS, dan krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina.
Argentina mengalami inflasi yang tak terkendali. Inflasi yang mereka alami mencapau 78.5% pada Agustus lalu, dan diperkirakan akan tembus 100% pada akhir tahun, menurut survei yang dilaksanakan bank sentral Argentina (Banco Central de la República Argentina/BCRA).
Baca Juga: Agrentina Menutup 2023 Jadi Nomor Satu di Rangking FIFA, Indonesia Naik ke Posisi 146
Nilai mata uang Peso Argentina atau ARS melemah di atas 47% sepanjang tahun ini, sebesar ARS 150 per dolar AS. Mata uang ARS sudah melemah akibat salah urus perekonomian sejak sebelum wabah virus Corona.
Tingginya permintaan USD di Argentina menyebabkan terjadinya blue dollar. Kondisi ini merupakan penukaran mata uang secara ilegal di jalanan atau tidak teregulasi oleh bank sentral. Hal ini menunjukkan masyarakat setempat sudah tidak lagi mempercayai Peso sebagai mata uang Argentina.
Nilainya jauh lebih tinggi dari kurs resmi, bisa dua kali lipat. Contohnya, per Seni kemarin (10/10/2022) kurs resmi USD1 setara ARS150 di bank sentral, sementara kurs blue dollar sebesar ARS277, dikutip dari berbagai sumber.
Berbagai media melaporkan, ketidakpercayaan terhadap peso dan keterbatasan dolar AS membuat warga kini menggunakan sistem barter untuk bertransaksi kebutuhan pokok. Warga di sana bahkan menggunakan forum grub di Facebook sebagai media bertukar informasi kebutuhan, untuk kemudian menentukan lokasi untuk eksekusi barang. Misalnya di tempat-tempat umum seperti stasiun kereta api.
Tingginya biaya hidup membuat mereka menukarkan apa saja untuk mempertahankan nyawa. Ada yang menukarkan pakaian untuk sekantung gula, atau apapun untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok.
Kondisi Argentina kurang lebih sama seperti Indonesia pasca krisi moneter 1997. Merela menggantungkan cadangan devisa dan pembiayaan negara dari lembaga donor, Dana Moneter Internasional (IMF). Akhir pekan lalu, Dewan Eksekutif IMF kembali menyetujui review kedua dari program fasilitas pembiayaan tambahan senilai USD44 miliar, tanpa meminta syarat pencairan apapun.
IMF menyetujui pencairan senilai USD3.8 miliar, sehingga menambah total pinjaman sekitar USD17.5 miliar dari plafon. "Tindakan tegas oleh tim ekonomi yang baru sangat penting untuk menstabilkan pasar dan membangun kembali kepercayaan," ujar IMF dalam pernyataannya yang di kutip Reuters akhir pekan lalu.
Argentina kembali menjadi pasien IMF awal tahun ini, untuk menggantikan program yang gagal pada 2018. Program pinjaman baru ini disetujui IMF dengan sejumlah target ekonomi, seperti memperbaiki cadangan devisa yang menipis, dan mengurangi defisit fiskal primer untuk memperbaiki keuangan negara. (IRN)
Baca Juga: Lionel Scaloni Ungkap Keinginan Dirinya untuk 'Resign' dari Pelatih Argentina
Kasdi Subagyono Jadi Saksi Sidang Etik Nurul Ghufr...
Luhut: Presiden dan Elon Musk akan Resmikan Layana...
Lomba Kompetensi Siswa SMK se Jawa Barat
Komunitas Pers Tolak Draf RUU Penyiaran, Mengekang...
Kantongi Laba Rp1,1 Triliun, PAM Jaya Rekrut Calon...